Nasional

Penyebutan Kata Jawa dalam Manuskrip Arab Kuno

Jum, 28 Juni 2019 | 15:00 WIB

Penyebutan Kata Jawa dalam Manuskrip Arab Kuno

Oman Fathurahman (Foto: uinjkt.ac.id)

Tangerang Selatan, NU Online
Kata Jawa sudah disebut dalam naskah kuno sejak abad ke-17. Hal itu termaktub dalam kitab Ithaf al-Dzaki karya Syekh Ibrahim al-Kurani, seorang mahaguru ulama Nusantara asal Madinah.

"Syekh Ibrahim Al Qurani bercerita, kami menerima kabar dari Jamaah dari komunitas Al-Jawiyin," kata Oman Fathurahman, pengampu Ngaji Manuskrip Kuno Nusantara (Ngariksa) di kediamannya di Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (28/6).

Al-Jawiyin, menurut Oman, merupakan kata kunci yang perlu dipahami. Pertama, jelasnya, kata al-Jawiyin merupakan penisbatan pada orang-orang yang berasal dari Jawa. Namun, perlu diingat, Jawa yang dimaksud oleh ulama yang ahli dalam berbagai bidang keagamaan itu bukan Jawa yang dipahami saat ini.

"Tapi jangan keliru. Sama sekali bukan dari orang Pulau Jawa yang kita kenal. Tapi yang dimaksud adalah Nusantara," jelas guru besar filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Kata Jawa juga disebut secara jelas dan terang, eksplisit, dalam kitab yang salinannya ada 31 buah di seluruh dunia ini. Guru dari Syekh Abdurrauf al-Sinkili itu menyebutnya dengan frasa 'Bilad Jawah".

"Pesan penting dari paragraf ini yang saya jelaskan bahwa pada abad ke-17 kata "Bilad Jawah" pertama muncul di dalam manuskrip Arab," jelas Staf Ahli Menteri Agama ini.

Oman mengaku sejauh yang ia ketahui, kitab tersebut merupakan manuskrip Arab paling tua  yang menyebut tentang Jamaah Al-Jawiyin. Ia juga mengatakan bahwa Azyumardi Azra, guru besar sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menyebutnya Ashab Al-Jawiyin.

"Sekali lagi saya menegaskan bahwa al-Jawiyin di sini bukan orang-orang Jawa, tetapi orang-orang Nusantara," katanya.

Hal tersebut terbukti dengan penyebutan ulama-ulama luar Pulau Jawa yang diberi laqab al-Jawi, seperti Syekh Abdurrauf Singkel, Syekh Daud al-Fathani Thailand, dan Syekh Abdus Shomad al-Falimbani.

"Ya buktinya nama Abdurrauf Singkel itu juga kan Aminuddin Arraauf as-Singkili al-Jawi, Abdusshomad al-Palimbani juga al-Jawi, Daud Fathoni al-Jawi," terang Oman.

Dalam pekan ini, Oman mengatakan bahwa bukunya akan terbit di Filipina. Buku yang ditulis bersama para akademisi lainnya itu juga menegaskan bahwa Mindanao Filipina juga termasuk al-Jawi.

Sebelum Abad 17 M

Selain naskah Ithaf al-Dzaki, naskah Arab yang juga menyebut kata Jawa juga pernah ditulis oleh Syekh Abdullah ibn As'ad al-Yafi'i (1298-1367) seorang ulama asal Aden, Yaman.

Dalam catatannya, kata Oman mengutip penelitian Michael Laffan, ulama tersebut menyebut Jawa sebagai sebuah tempat yang dihuni oleh umat Islam. "Artinya (Jawi) memang sudah dikenal sebelum Islam kuat masuk ke Nusantara," katanya.

Oman juga menjelaskan bahwa sebelum abad ke-17, kata Jawa juga sudah pernah disebut. Naskah Bujangga Manik, misalnya, yang berkisah tentang santri lelana yang berkelana ke Jawa, Bali, dan daerah-daerah di Pasundan. Hal itu, dilakukannya pra-Islam, sebelum abad ke-14.

"Dia menyebutkan 450 nama tempat di Bali, Jawa, dan Sunda," kata Oman menceritakan isi naskah yang hanya ada satu-satunya dan tersimpan di Inggris itu.

Lebih jauh dari itu, Oman juga menyebut bahwa kata Jawa pernah disebut dalam sebuah prasasti di abad ke-5.

"Apalagi kalau kita mengakses sejarah Tarumanegara sebelum Galuh itu prasasti-prasasti abad kelima keenam itu sudah menjelaskan Jawadwipa," kata alumnus Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya itu. (Syakir NF/Zunus)