Nasional

Perda Syariah, Direktur Pascasarjana UIN Jakarta: Tidak Masalah

Jum, 23 November 2018 | 16:15 WIB

Perda Syariah, Direktur Pascasarjana UIN Jakarta: Tidak Masalah

Seminar Nasional di UIN Jakarta

Jakarta, NU Online
Akhir-akhir ini peraturan daerah syariah menjadi polemik yang mengemuka. Mendengar hal itu, Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masykuri Abdillah menyatakan bahwa hal itu bukanlah sebuah masalah.

"Jadi itu tidak ada masalah karena yang diatur juga tidak ada kaitan dengan soal pidana atau ketatanegaraan," ujarnya saat 
ditemui NU Online di sela-sela Seminar Nasional bertema Islam dan Konstitusi, Implementasi Ajaran Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jalan Kertamukti, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten, Kamis (22/11).

Perda syariah itu, terang Masykuri, upaya dari masyarakat muslim dan pemerintah di daerah untuk meningkatkan sila yang pertama, Ketuhanan yang Maha Esa, meningkatkan takwa, terutama dalam soal peribadatan, seperti membaca Al-Qur'an. Jika pun soal pidana, perda tersebut hanya sebatas pada imbauan saja, tidak masuk pada ranah hukumnya. Pembatasan minuman keras, misalnya, yang sudah diatur di Kota Tangerang, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Banjarbaru, dan Kota Manokwari.

"Tidak sampai kemudian dipidana karena Perda syariat itu tidak," tegasnya.

Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini juga menerangkan bahwa Perda tersebut tidak bermasalah secara yuridis. Mahkamah Agung, lanjutnya, pernah menerima ajuan Perda serupa yang ada di Kota Tangerang dan menyatakan tidak ada masalah. Meskipun demikian, Masykuri menyatakan bahwa istilah Perda Syariah itu tidak tepat. Menurutnya, lebih tepat Perda bernuansa syariah. Sebab, tidak sama persis, hanya ada nuansanya saja.

"Seperti tadi persoalan minuman keras, kalau Perda Syariah berarti mereka akan dihukum cambuk kan. Begitu juga perzinaan, itu tidak. Cuma memberikan imbauan kepada masyarakat untuk tidak melakukan perzinaan," ungkapnya.

Diksi syariah yang menjadi polemik juga, menurutnya, tidak menjadi nomenklatur dalam Perda tersebut. "Bunyinya misalnya untuk meningkatkan ketakwaan, untuk menghindari kemaksiatan," terangnya. 

Karena penyebutan hal itu, orang-orang menyebutnya sebagai Perda Syariah. Adapun Perda Injil yang hendak diterapkan oleh Kota Manokwari, Papua Barat, itu sampai saat ini belum diterapkan, katanya. Hal itu mengingat sejumlah masalah di dalamnya, seperti pelarangan pendirian rumah ibadah dalam radius sekian kilometer dari gereja dan pemasangan salib di tempat-tempat umum.

"Itu Raperdanya. Jadi sampai sekarang belum (disepakati)," pungkas alumnus Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur itu. (Syakir NF/Muiz)