Nasional

Perkembangan Pesantren Al-Ittifaq Ciwidey

Ahad, 19 Januari 2020 | 12:30 WIB

Perkembangan Pesantren Al-Ittifaq Ciwidey

Dosen Unusia mencium tangan KH Fuad Affandi (Foto: NU Online/Syakir)

Bandung, NU Online
Pondok Pesantren Al-Ittifaq Ciwidey, Bandung, Jawa Barat pada mulanya sangat konservatif. Pasalnya, pendirinya KH Manshur dan penerusnya KH Rifai mengharamkan banyak hal.

Hal itu disampaikan oleh KH Fuad Affandi, pengasuhnya saat ini, saat para pengajar Fakultas Islam Nusantara (FIN) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) sowan kepadanya pada Selasa (14/1).

Kiai Fuad menjelaskan bahwa abahnya memusuhi pemerintah. Ada kepala desa terlihat melewati rumahnya, misalnya, pintu rumah langsung ditutup.Tidak hanya itu, sekolah, dan bahkan tembok beton pun diharamkan karena dianggap sebagai tradisi orang kafir.

Namun, sepulang dari Lasem, Jawa Tengah, sekitar tahun 1970-an, Kiai Fuad meyakinkan orang tuanya bahwa pemerintah bukanlah penjajah. Pasalnya, abahnya yang berjuang untuk kemerdekaan itu masih beranggapan pemerintah masih koloni sehingga kebenciannya masih memuncak.

Ia menjelaskan kepada abahnya bahwa presiden saat itu adalah orang Gunung Kidul (Soeharto) yang sama-sama warga Indonesia.

Kiai Fuad juga meminta izin kepada abahnya untuk mendirikan sekolah formal di pondoknya. Sebab, ia menjelaskan kepada orang tuanya bahwa pesantren akan sulit berkembang jika tidak mendirikan sekolah. Pasalnya, ia khawatir masyarakat tidak mondok karena tidak terfasilitasi pendidikan formalnya.

Mendengar penjelasan tersebut, abahnya dengan tulus mengizinkannya. Mulailah saat itu berkembang pendidikan formal hingga menengah atas. "Satu langkah lagi perguruan tinggi," katanya.

Pengajar FIN Unusia Syamsul Hadi menjelaskan bahwa memang ada kecenderungan hal yang sama di zaman itu mengingat program yang dicanangkan oleh Presiden Soeharto, bahwa dalam bekerja perlu ijazah.

"Tuntutan profesi harus punya ijazah resmi. Pondok salaf dulu kan gak punya ijazah. Jadi preferensi masyarakat ya pendidikan harus ijazah," katanya.

Saat ini, pesantren yang diasuhnya terus mengembangkan pertanian. Bahkan sudah mengekspor produknya ke Jepang dan Belanda. Tak sedikit pelajar dan mahasiswa yang turut tinggal di pesantren tersebut demi mengetahui pengembangan pertanian ala Al-Ittifaq.

Pewarta: Syakir NF
Editor: Abdullah Alawi