Nasional LITERASI DIGITAL

Perkuat Literasi Digital, Santri Didorong Jadi Agen Penyebar Islam Inklusif

Kam, 18 Agustus 2022 | 14:30 WIB

Perkuat Literasi Digital, Santri Didorong Jadi Agen Penyebar Islam Inklusif

Seminar literasi digital di Pondok Pesantren Al-Munawir Yogyakarta, Rabu (18/8/2022).

Yogyakarta, NU Online

Pengurus Lembaga Dakwah PBNU KH Khalilurrahman meminta para santri dan pesantren secara umum menjadi agen penyebar Islam Inklusif di media sosial dalam mewujudkan penguatan literasi digital. Hal ini guna mengimbangi narasi kelompok yang ekslusif.


Permintaan ini disampaikannya saat mengisi acara literasi digital di Pondok Pesantren Al-Munawir Yogyakarta, Rabu (18/8/2022).


"Pesantren sebagai agen perubahan sosial, pesantren sebagai pemilik otoritas keilmuan Islam, pesantren sebagai pelopor gerakan literasi digital. Santri harus menjadi aktivis penyebaran ajaran Islam inklusif," jelasnya.


Menurutnya, di usia HUT ke-77 Republik Indonesia ini salah satu tantangan yang harus dihadapi yaitu narasi pemecah belah bangsa di media sosial. Kelompok yang ekslusif sering menutup diri dan hanya memiliki benar versinya.


Ancaman era digital kelumpuhan melalui analisis, malas secara intelektual karena mudah mengakses data, konsumen yang imfulsif dan ceroboh, sedikit belajar 


Oleh karenanya, generasi muda yang lahir di era media sosial supaya memanfaatkan ini untuk meningkatkan kesetiakawanan,  manfaat kan dunia digital untuk saling membantu


"Gunakan kemajuan teknologi untuk meneguhkan wawasan kebangsaan, jadikan media sosial untuk sarana memperkuat persatuan dan kesatuan, hindari konflik berbau SARA, kembangkan sikap toleransi dan tasamuh di media sosial," imbuhnya.


Baginya, narasi kebangsaan dan kecintaan pada tanah air perlu terus disuarakan di media sosial. Karena generasi yang lahir 1996 ke atas aktif di media sosial setiap harinya. Tak kurang 8 jam perhari untuk bermain media sosial. 


Sayangnya, generasi muda belum menguasai literasi secara cakap. Literasi digital adalah keterampilan teknis dalam mengakses, memahami, merangkai, dan menyebarkan luaskan informasi


"Empat ciri era digital yaitu atraktif, modern, praktis dan cepat. Kemajuan teknologi digunakan untuk komunikasi, aplikasi untuk bisnis, finansial teknologi, e-commerce,", imbuhnya.


Sementara itu, alumni Pondok Pesantren Krapyak yang juga seorang penulis bernama Muyassarotul Hafidzoh, mengatakan bahwa hasil survey menunjukkan bahwasanya tokoh-tokoh Nahdliyyin belum populer di media sosial. 


Padahal yang bicara kecintaan pada tanah air dan negara yaitu tokoh agama dari Nahdliyyin. Oleh karenanya, tokoh-tokoh Nahdliyyin harus diberikan panggung lebih. Hasil survey menunjukkan sumber informasi keagamaan terbesar berasal dari pemuka agama, orang tua, youtube dan mengalahkan dosen.


Hasil survey menunjukkan ketika masyarakat ditanya siapa ulama panutan di media sosial, posisi pertama yaitu Ustadz Abdussamad atau UAS, meskipun responden penelitiannya adalah orang Nahdliyyin. 


"Kedua Mamah Dedeh, lalu Ustadz Maulana, Aagim, adi Hidayat, Yusuf Mansur baru Quraisy Shihab. Gus Baha di bawahnya. Ulama ini populer karena sering muncul di media sosial," tegasnya.


Di sisi lain, ketika masyarakat ditanya siapa ulama yang dikenal nomor satu masih diduduki oleh UAS, Ustadz Maulana. Gus Baha ada, tapi masih kalah populer. 


"Remaja masjid ketika ditanya ulama panutannya yaitu UAS. Masih sedikit ulama NU yang dikenal generasi milenial. Padahal kita mayoritas. Ini alasan kenapa santri dan pesantren harus aktif," tandasnya.


Kontributor: Syarif Abdurrahman

Editor: Fathoni Ahmad