Ali Musthofa Asrori
Kontributor
Jakarta, NU Online
Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar mengatakan bahwa Maulid Nabi adalah ithlalah ilahiyah, sebuah peringatan sebagai bukti mahabbah (cinta) kepada Rasulullah saw. Karena mahabbah itulah ashlun min ushulil iman (pokok-pokok keimanan).
Hal tersebut dikatakan Kiai Miftah dalam acara Maulid Akbar 1443 H dan Haul Ke-39 Syaikh Muhammad Utsman al-Ishaqy di Pesantren Roudlotul Muttaqin Jl Sukun, Triwung Lor, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo, Jawa Timur.
"Tanpa cinta rasul, iman kita percuma. Tanpa mahabbaturrasul, iman kita ini bisa dikatakan mardud (tertolak)," kata Rais ‘Aam seperti dalam tayangan Kiai Miftachul Akhyar: Kita Ini Makhluk Proyeksi Akhirat diakses NU Online, Ahad (30/10/2021).
Karena itu, lanjut ulama kelahiran Surabaya Jawa Timur itu, Rasulullah menyatakan Laa yu'minu ahadukum hatta akuna ahabba ilaihi min waladihi wa walidihi wannasi ajma’in (Belumlah iman secara sempurna kalian sehingga aku (kata Rasulullah) lebih dicintai daripada orang tuanya, anaknya, dan manusia seluruhnya).
Kiai Miftah meneruskan, Imam Ibnu Rajab al-Hanbali menyatakan bahwa mahabbaturrasul (cinta Rasul) adalah ashlun min ushulil iman. "Tadi sudah saya sampaikan bahwa dzikrul anbiya wal mursalin wal ulama wal aulia was-shalihin apalagi dzikru karamatil Aulia, itu saja akan mendatangkan kita akan mendapatkan rahmat dan berkahnya kehidupan. Hanya ingat saja, memperingati saja itu sudah dapat," tuturnya.
Kiai Miftah menambahkan, apalagi diikuti dengan menindaklanjuti kenapa Rasulullah terpilih menjadi nabi terakhir. Kenapa almaghfurlah Kiai Muhammad Utsman al-Ishaqi terpilih menjadi tokoh ulama panutan dan sebagainya.
"Manqabah-manqabah (manaqib atau sejarah) seperti inilah yang di samping kita kenali lalu kita ikuti. Imam Syaqiq bin Adham pernah menyatakan, ada enam perkara penyebab taufik dari Allah ini tertutup. Tapi, dari enam ini tidak akan saya ceritakan semua. (Bisa-bisa) sampai subuh nanti. Ya maksimal tigalah," seloroh Kiai Miftah.
Pertama, sibuk dengan anugerah nikmat Allah, tapi lupa mensyukurinya. Kita diwujudkan oleh Allah itu merupakan nikmat. Akan tetapi, lupa untuk apa kita lahir dan untuk apa kita wujud di dunia. Tugas-tugas kehidupan yang semestinya akan kita bawa ke akhirat justru terlupakan.
"Dan kita ini adalah makhluk proyeksi akhirat, bukan makhluk di dunia. Di sini kita hanya mampir lewat," terang Pengasuh Pesantren Miftsachus Sunnah, Surabaya, Jawa Timur itu.
Manusia, lanjut Kiai Miftah, diciptakan untuk sebuah keabadian. Adapun alam arwah sebelum kita bertemu orang tua kita mengadu kasih, lalu bertemulah indung telur sama sperma lelaki dan perempuan di alam rahim.
"Setelah di alam rahim, keluar di alam dunia ini. Kemudian, ada fase demi fase sampai dewasa. Setelah itu pindah ke alam barzah sampai tujuan di alam yang langgeng itu tadi," terang Kiai Miftah.
Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
PBNU Tunjuk Ali Masykur Musa Jadi Ketua Pelaksana Kongres JATMAN 2024
2
Ulama Sufi Dunia Syekh Muhammad Hisham Kabbani Wafat dalam Usia 79 Tahun
3
Ricuh Aksi Free West Papua, PWNU DIY Imbau Nahdliyin Tetap Tenang dan Tak Terprovokasi
4
GP Ansor DIY Angkat Penjual Es Teh Sunhaji Jadi Anggota Kehormatan Banser
5
Khutbah Jumat: Meraih Keselamatan Akhirat dengan Meninggalkan 6 Perkara
6
GP Ansor Jatim Ingin Berangkatkan Umrah Bapak Penjual Es Teh yang Viral dalam Pengajian Gus Miftah
Terkini
Lihat Semua