Riset: Upaya RI Bergabung OECD Bisa Dongkrak Ekonomi, Tapi Butuh Reformasi Serius
NU Online · Kamis, 31 Juli 2025 | 22:00 WIB
M Fathur Rohman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Upaya Indonesia untuk bergabung dengan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) diyakini akan membawa dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebuah riset terbaru dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menegaskan bahwa manfaat ini hanya bisa diraih jika pemerintah berani melakukan reformasi regulasi secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Dalam laporan yang berjudul Indonesia’s Accession to OECD: Understanding the Economic Implications (Juli 2025), Tim Peneliti CIPS menunjukkan bahwa keanggotaan Indonesia di OECD dapat mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga hampir 1 persen di atas skenario normal, sekaligus meningkatkan aliran investasi asing langsung (FDI) hingga USD 87,7 miliar pada 2028.
Namun, manfaat itu baru akan terasa jika Indonesia benar-benar menyelaraskan kebijakan nasionalnya dengan lebih dari 260 instrumen hukum OECD yang mencakup aspek perdagangan, investasi, persaingan usaha, tata kelola perusahaan, keberlanjutan lingkungan, hingga digitalisasi.
"OECD bukan hanya soal reputasi global, tapi soal mengubah cara kita mengelola ekonomi nasional: dari yang birokratis dan tertutup menjadi transparan, kompetitif, dan berorientasi jangka panjang," ujar Biyan Shandy, peneliti utama laporan ini, dikutip NU Online pada Kamis (31/7/2025).
Kajian CIPS mengidentifikasi berbagai kesenjangan regulasi yang masih menghambat investasi dan daya saing. Di bidang investasi, misalnya, aturan modal minimum untuk investor asing (Rp10 miliar) dinilai terlalu tinggi dan menghambat masuknya modal ke sektor UMKM.
Di bidang perdagangan, masih ada hambatan non-tarif dan regulasi yang ketinggalan zaman, seperti UU Perlindungan Konsumen yang belum memuat standar internasional.
Di sektor energi, Indonesia dinilai belum memiliki payung hukum yang kuat untuk mendukung transisi energi terbarukan. Sementara di sektor persaingan usaha, dominasi BUMN dan lemahnya regulasi antimonopoli menjadi penghambat utama masuknya investor swasta.
"Kalau kita ingin membuka pintu ke investasi berkualitas, regulasi harus dipangkas, disederhanakan, dan diselaraskan dengan standar global," ujar Leony Fadila, salah satu kontributor laporan.
Laporan ini juga menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, keanggotaan OECD berpotensi memperbaiki kualitas institusi, meningkatkan transparansi pasar, dan membuka akses Indonesia ke pasar ekspor bernilai tinggi.
Sektor yang dinilai akan paling diuntungkan antara lain manufaktur, energi terbarukan, transportasi, pariwisata, dan layanan pendidikan.
Namun, peneliti menekankan bahwa aksesi bukanlah akhir dari proses, melainkan awal dari reformasi jangka panjang.
"Tantangan terbesar adalah menjaga konsistensi reformasi, bahkan setelah kita resmi diterima sebagai anggota," tulis laporan tersebut.
Beberapa waktu lalu, Presiden Prabowo Subianto juga telah menyatakan secara terbuka komitmen Indonesia untuk bergabung dengan OECD sebagai bagian dari pendekatan luar negeri yang inklusif dan dialogis.
"Indonesia juga mengajukan permohonan untuk bergabung dengan OECD, CPTPP, dan Forum Indo-Pasifik," kata Prabowo dalam Forum World Government Summit di Dubai, Februari 2025.
Dalam pernyataannya, Prabowo menegaskan bahwa Indonesia membangun kemitraan internasional yang dilandasi oleh kepercayaan dan saling menghormati, sembari tetap berpegang pada prinsip non-blok dan menjaga kemandirian dalam menentukan arah kebijakan luar negeri.
"Kami berusaha menjalin kemitraan berdasarkan kepercayaan dan saling menghormati, tanpa meninggalkan prinsip non-blok dan kemandirian," tambahnya.
OECD atau Organization for Economic Co-operation and Development adalah organisasi internasional yang beranggotakan 38 negara, sebagian besar merupakan negara maju dengan sistem ekonomi terbuka dan tata kelola pemerintahan yang baik.
Organisasi ini bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, peningkatan standar hidup, stabilitas keuangan, serta memperkuat perdagangan dan investasi lintas negara.
Negara-negara anggota OECD saat ini antara lain Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Prancis, Inggris, Korea Selatan, Kanada, Australia, Belanda, Italia, Spanyol, dan Norwegia. Dari kawasan Asia, baru Jepang dan Korea Selatan yang tergabung penuh.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menyiapkan Bekal Akhirat Sebelum Datang Kematian
2
Menyelesaikan Polemik Nasab Ba'alawi di Indonesia
3
Khutbah Jumat: Tetap Tenang dan Berpikir jernih di Tengah Arus Teknologi Informasi
4
Resmi Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Pengurus PP ISNU Masa Khidmah 2025-2030
5
Rekening Bank Tak Aktif 3 Bulan Terancam Diblokir, PPATK Klaim untuk Lindungi Masyarakat
6
Khutbah Jumat: Perhatian Islam Terhadap Kesehatan Badan
Terkini
Lihat Semua