Nasional

Saling Membantu dan Bergotong Royong Kunci Mengatasi Dampak Corona

Sab, 16 Mei 2020 | 14:30 WIB

Saling Membantu dan Bergotong Royong Kunci Mengatasi Dampak Corona

Virus Covid-19 belum ditemukan vaksin, sehingga masyarakat harus saling menolong untuk mengatasi dampak yang ditimbulkannya.

Jakarta, NU Online
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Abdul Moqsith Ghazali menegaskan bahwa dampak dari Covid-19 bukan hanya berdampak dari sudut kesehatan, tetapi juga dampak dari sudut ekonomi bagi semuanya. Sehingga, tidak ada pilihan lain bagi seluruh rakyat Indonesia dan penduduk dunia untuk bergotong-royong, bahu-membahu membantu satu sama lain. Apalagi virus ini hingga saat ini belum ditemukan vaksinnya.
 
"Saatnya yang mampu bisa membantu yang tidak mampu dengan berbagai cara. Karena kita diikat oleh satu ikatan kebangsaan sebagai bangsa Indonesia. Orang-orang yang mampu secara ekonomi mengucurkan bantuan kepada kelompok-kelompok yang rentan mengalami dampak ekonomi akibat dari Covid-19 ini. Oleh karena itu sebaiknya kita bekerja sama satu dengan yang lain," ujar Kiai Abdul Moqsith Ghazali di Jakarta, Sabtu (16/5).
 
Pria yang akrab dipanggil Kiai Moqsith ini juga menuturkan bahwa puasa ini juga menjadi momen bagi umat manusia untuk melakukan refleksi diri terhadap apa yang sudah dilakukan baik itu untuk lingkungan, masyarakat dan juga untuk bangsa ini
 
"Terlebih misalnya berpuasa di saat pandemi ini, zakat kita ini akan disalurkan kepada orang-orang yang betul-betul membutuhkan. Karena memang Covid-19 ini tidak cukup hanya ditangani oleh pemerintah saja. Maka dari itu masyarakat sipil harus menjadi bagian dari solusi, misalnya dengan tidak keluar rumah, dengan membantu menyebarkan masker, alat pelindung diri (APD) dan lain sebagainya yang itu sangat dibutuhkan," kata pria yang pernah menimba  ilmu di Universitas Leiden, Belanda itu.
 
Pria kelahiran Situbondo, 7 Juni 1971 itu mencontohkan bahwa di dalam hadist dikatakan bahwa kesatuan umat, kesatuan bangsa itu adalah pondasi dari tercapainya sebuah cita-cita. Selain itu di Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 juga dikatakan untuk memajukan kesejahteraan dan bebas dari penindasan. Oleh karenanya kepedulian kepada satu sama lain memang  harus diberikan, tidak cukup hanya sekedar dikhutbahkan. 
 
"Tentu tugas dari tokoh-tokoh agama untuk menyadarkan masyarakat dari sudut agama. Demikian pula petugas kesehatan menyadarkan masyarakat dari sudut kesehatan. Begitu juga para ekonom misalnya menjelaskan hal-hal yang positif," terang Dosen Tetap program studi Tafsir Hadits di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
  
Harus dipahami, kata dia, bahwa yang dilarang itu bukan Jumatan atau Shalat Jumat dan juga Shalat Ied-nya. Tapi perkumpulannya itu yang dilarang. "Dan saya kira itu berguna. Jadi beribadah dari rumah itu tidak mengurangi ke-khusuk’an kita, malah menjadikan rumah sebagai ruang ibadah privat kita kepada Allah," ucap peraih Doktoral di bidang Tafsir Al-Qur’an dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.
 
Kiai Moqsith menyebutkan bahwa Nabi Muhammad didalam Al-Qur'an mengatakan bahwa 'Jangan jadikan rumahmu itu seperti kuburan, yang tidak dipakai untuk shalat, tidak dipakai untuk baca Al-Qur'an, tidak dipakai untuk mendidik anak-anak, tidak dijadikan sebagai keluarga sakinah mawadah warahmah'. 
 
"Covid-19 ini memberikan efek positif juga untuk menghidupkan keluarga kita. Kalau keluarga kita menjadi keluarga yang baik, maka lingkungan kita juga dapat menjadi lingkungan yang baik. mulai di tingkat Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi lalu seluruh rakyat Indonesia. Jadi dimulai dari yang paling kecil hingga besar ini," ucap peraih pascasarjana di bidang Tasawuf Islam dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu
 
Pria yang juga pernah menimba ilmu di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Jakarta dan Sekolah Tinggi Teologi Jakarta ini juga menyampaikan bahwa di bulan Ramadan ini ada kewajiban untuk membayar zakat fitrah, di samping juga bagi orang yang memenuhi syarat untuk mengeluarkan zakat mal.
 
"Zakat fitrah, kita tahu itu diperuntukkan buat mereka yang tidak punya, yang dikeluarkan menurut Mazhab Syafii adalah berupa makanan pokok. Dimana makanan pokok kita di Indonesia adalah beras, yang di Timur Tengah pada zaman Nabi mengeluarkan gandum. Zakat fitrah itu kita salurkan kepada yang tidak mampu, Dengan cara begitu maka kemudian kepedulian itu bisa dibangun," ujar peneliti di Wahid Institut Jakarta itu.
 
"Nabi Muhammad di dalam hadistnya pernah bersabda, 'Ambil sebagian dari hartanya orang-orang kaya' itu untuk dikembalikan kepada orang-orang yang tidak punya," tuturnya.
 
Selain itu sebagai upaya menjaga perdamaian di tengah pandemi ini Kiai Moqsith juga menuturkan bahwa masyakat harus bisa mengendailan diri untuk tidak menyebarkan hoaks. Karena jangan sampai nanti orang bisa meninggal bukan karena virus corona, tapi karena ketakutan terhadap hoaks yang disebarkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
 
"Jadi jangan saling menyalahkan, jangan memporvokasi dan juga terprovokasi. Karena hal itu bisa menimbulkan ketidak tentraman, yang bisa berujung pada kekerasan dan anarki sehingga tidak ada perdamaian," kata alumnus pondok Pesantren Salafiyah al-Shafi-’iyyah, Situbondo ini.
 
Menurutnya setiap orang justru harus saling bantu membantu untuk menghentikan persebaran Covid-19 ini. Karena provokasi dan hoaks ataupun hal-hal yang tidak produktif hanya akan memperburuk keadaan bangsa ini.
 
"Jadi yang punya uang bisa membantu dengan uang. Yang punya ilmu seperti tenaga medis bisa membantu dengan ilmunya. Yang punya kemampuan di bidang agama harus bisa mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan perkumpulan-perkumpulan yang menyebabkan tersebarnya virus itu," ujarnya mengakhiri.
 
 
Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Kendi Setiawan