Nasional HUT KE-77 RI

Sambut Hari Kemerdekaan, Begini Harapan Rakyat Bawah kepada Pemerintah

Sen, 8 Agustus 2022 | 20:30 WIB

Sambut Hari Kemerdekaan, Begini Harapan Rakyat Bawah kepada Pemerintah

Ilustrasi: ekspresi rakyat bawah dalam menyambut Hari Kemerdekaan RI. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Kemerdekaan telah dicapai bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945. Namun, 77 tahun menggapai kemerdekaan, belasan juta masyarakat Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis Maret 2022, jumlah penduduk miskin di perdesaan mencapai 14,34 juta.

 

Menyambut momen Hari Kemerdekaan RI, sejumlah masyarakat di level bawah menyampaikan sejumlah harapan. Mereka mendorong peningkatan kesejahteraan umum di segala bidang.

 

Seorang petani asal Pati, Jawa Tengah, Sahhal menyebutkan bahwa pemerintah belum benar-benar memberikan perhatian penuh terhadap para petani. Pasalnya dalam hal penentuan harga seluruh komoditas pertanian tidak seimbang dengan harga pupuk, pestisida dan upah tenaga.


“Apalagi sekarang pupuk subsidi dikurangi, yang semula ada jenis Phonska, Urea, ZA, SP-36, Petragonik. Sekarang yang disubsidi hanya beberapa saja, dan ini jelas sangat memberatkan biaya produksi,” keluh Sahhal.


Ia menuturkan bahwa beberapa petani di daerahnya menginginkan subsidi pupuk dihapus tetapi ada jaminan harga panen yang jelas, sehingga petani tidak sering merasakan kerugian.


Sahhal juga berharap pemerintah benar-benar mau memperhatikan pertanian di Indonesia, bukan hanya saat hendak pemilihan umum saja. Karena banyak tugas bagi pemerintah terkait menyejahterakan petani.


Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu pedangan kelontong di Jepara, Susi yang menginginkan kemerdekaan dalam segi kesejahteraan hidup. Karena bagi rakyat kecil barang yang naik meskipun hanya Rp500 tetap menjadikan persoalan.


“Meskipun sebagian orang tetap ada yang membeli selagi barang masih ada, sebelum terjadi kelangkaan,” jelas Susi.


Susi berharap pemerintah memihak rakyat kecil dengan cara tidak mempersulit apa yang dibutuhkan. “Seperti pembelian pertalite yang tidak diperbolehkan menggunakan drigen, sehingga penjual ecer tidak dapat menjual pertalite dan terpaksa memilih pertamax yang harganya naik, sedangkan penghasilan rakyat kecil sangat terbatas untuk kebutuhan pangan,” tuturnya.


Salah seorang guru swasta, Shufa yang mengungkapkan hal senada. Sebagai seorang guru salah di Kudus, ia merasa masih banyak tugas pemerintah terkait pendidikan. 


“Misalnya seperti dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di bawah naungan Kementerian Agama dipotong cukup besar. Sehingga menjadikan beban berat bagi sekolah yang tidak memungut biaya bagi peserta didiknya,” tuturnya.


Ia merasa pemerintah perlu memperbaiki pendidikan mulai dari sistem, kurikulum, fasilitas sarana prasarana, tenaga pendidik, hingga tunjangan profesi pendidik.


“Tunjangan itu sangat diperlukan mengingat pengabdian dan kemampuan dasar seorang guru yang tidak sembarang orang miliki, sehingga perlu memberikan tunjangan yang pantas bagi seorang pahlawan tanpa tanda jasa, yaitu guru,” papar Shufa.


Kontributor: Afina Izzati

Editor: Fathoni Ahmad