Nasional

Serikat Guru Tanggapi Survei ‘Guru Berpenghasilan Rendah Cenderung Lebih Radikal’

Rab, 17 Oktober 2018 | 10:00 WIB

Serikat Guru Tanggapi Survei ‘Guru Berpenghasilan Rendah Cenderung Lebih Radikal’

Ilustrasi: jatengtoday

Jakarta, NU Online
Salah satu hasil survei PPIM yang dilaksanakan dalam rentang waktu 6 Agustus hingga 6 September menunjukkan bahwa penghasilan menjadi salah satu faktor yang terkait dengan intoleransi dan radikalisme di kalangan guru di Indonesia. Semakin rendah penghasilan seorang guru maka semakin tinggi opini (F=3,390, p=0,009) dan intensi aksi radikal (F=10,481, p=0,000). 

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Serikat Guru Indonesia Heru Purnomo menyebut, survei tersebut menggunakan metode ilmiah dan akademik, sehingga tidak bisa disangkal kecuali dengan survei yang dilakukan dengan menggunakan metode bisa dipertanggungjawabkan juga. 

Heru menduga, salah satu hasil yang menyatakan ‘guru berpenghasilan rendah cenderung lebih radikal’ karena tengah mencari keadilan, dalam hal ini pendapatan. Sementara keadilan yang paling tinggi adalah yang mengatasnamakan agama.

“Mereka menganggap bahwa dengan penegakan syariat Islam maka akan mampu menghadirkan keadilan,” kata Heru di Jakarta, Selasa (16/10).

Hasil survei PPIM menyebutkan bahwa salah satu faktor yang bisa dikaitkan dengan intoleransi dan radikalisme guru di Indonesia adalah islamisme. Suatu pandangan yang menekankan bahwa syariat Islam harus dijadikan sebagai sumber rujukan utama dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam ranah politik.

Menurut pandangan ini, sebagaimana yang tertera dalam survei PPIM, Islam dipahami sebagai ‘paling sempurna dan mencakup semuanya’ sehingga harus menjadi satu-satunya sumber rujukan bagi umat Islam. Sehingga cara pandang keagamaan seperti ini cenderung bersifat tertutup, ekslusif, ‘menafiikan’ yang lain, dan hanya melihat ke dalam (inward looking).  

“Semoga hasil penelitian ini bisa dibaca semua guru,” katanya. 

PPIM mengadakan survei tentang sikap dan pandangan guru di Indonesia dalam rentang waktu antara 6 Agustus hingga 6 September 2018. Total sampel guru yang disurvei mencapai 2.237 orang dari 34 provinsi di Indonesia. Target populasi survei adalah guru Muslim di sekolah atau madrasah pada tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA.

Hasil survei menunjukkan sebanyak 63,07 persen guru di Indonesia memiliki opini intoleran terhadap pemeluk agama lain (IAT). Sementara, dari data kuesioner ada 56,90 persen guru yang beropini intoleran. Sementara itu, sebanyak 37,77 persen memiliki intensi aksi intoleran terhadap pemeluk agama lain jika ada kesempatan.

Sementara dalam hal opini radikal, survei menunjukkan kalau 46, 09 persen guru memiliki opini radikal terhadap non-Muslim. Dan sebanyak 41,26 persen guru berkesempatan melakukan intensi aksi radikal jika ada kesempatan. (Muchlishon)