Nasional

Seruan PBNU tentang Kebakaran Hutan dan Lahan

Sen, 16 September 2019 | 12:15 WIB

Seruan PBNU tentang Kebakaran Hutan dan Lahan

Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) PBNU, Muhammad Ali Yusuf. (Foto: NU Online/Fathoni)

Jakarta, NU Online
Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) PBNU menyatakan bahwa persoalan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera tidak hanya bisa diselesaikan dengan menindak korporasi dan pembakar hutan dan lahan, melainkan perlu adanya pemberian kesadaran kepada masyarakat agar tidak membakar hutan dan lahan.

“Semua pihak baik pemerintah, masyarakat, dan swasta atau perusahaan harus berkontribusi bagaimana meningkatkan pemahaman masyarakat untuk menghindari pembakaran hutan dan lahan. Ini yang penting tidak hanya penegakkan hukum, tapi soal peningkatan kesadaran masyarakat tentang bahayanya membakar pembakaran lahan,” kata Ketua LPBI PBNU Muhammad Ali Yusuf di Gedung PBNU Jakarta Pusat, Senin (16/9).

Menurutnya, terjadinya Karhutla tidak hanya dilakukan oleh korporasi, tetapi juga masyarakat. Korporasi menyuruh masyarakat untuk membakar hutan dengan iming-iming upah. Ia mengatakan, biaya pembukaan lahan melalui pembakaran itu memang murah dan bisa menyuburkan lahan, tetapi yang harus diingat oleh korporasi dan pembakar, ialah dampak dari pembakaran itu.

“Asap dari pembakaran itu berengaruh ke semua hal: ke ekonomi, seperti pesawat tidak bisa jalan, pendidikan, kesehatan apalagi. Ini saya kira ke depan perlu dikuatkan muatan kesadaran masyarakat. (sehingga) meskipun ke depan perusahaan ngajak atau menyuruh orang untuk membakar, ketika masyarakatnya sadar dan gak mau membakar, lalu mau apa?” tambahnya.

Selain memberikan kesadaran, katanya, masyarakat juga harus diberikan solusi ekonomi. Ia menyakini bahwa masyarakat mau disuruh membakar hutan oleh korporasi karena persoalan ekonomi. Di antara cara yang bisa dilakukan agar masyarakat bisa memperoleh pendapatan dengan tidak melakukan Karhutla, ialah dengan mengolah kayu untuk kemudian menjadi cuka kayu.

Cuka Kayu adalah cairan berwarna coklat pekat dan berbau sangit yang diperoleh dari distilasi asap yang dihasilkan dari proses pembuatan arang kayu. Cuka Kayu memiliki multi manfaat bagi pertumbuhan tanaman, makanan, kesehatan, usaha perikanan dan peternakan. Hal itu disebutnya bisa menjadi sumber pendapatan ekonomi baru.

“Saya kira ke depan harus digerakkan artinya tidak bisa orang disuruh sadar ketika persoalan ekonominya muncul. Kemudian juga tidak bisa semena-mena persoalan hukumnya diangkat ketika gak ada solusi,” ucapnya.

Apalagi, sambungnya, pemerintah juga tengah giat menarik masyarakat yang dulu dianggap sebagai pembakar hutan dan lahan untuk turut serta menjaganya.
 
Pewarta: Husni Sahal
Editor: Fathoni Ahmad