Nasional

Shalawat Badar Produk Ulama Nusantara

Kam, 28 Februari 2019 | 01:15 WIB

Kota Banjar, NU Online
Shalawat Badar cukup populer. Kumandang shalawat ‘perang’ itu menggema di mana-mana, bahkan di  komunitas Muslim mancanegara. Tak heran jika muncul dugaan bahwa shalawat tersebut diciptakan oleh  orang Arab. Padahal, pencipta Shalawat Badar asli tokoh NU. Namanya RM. KH Ali Manshur Shiddiq.

“Tidak ada keraguan bahwa Shalawat Badar dicipta oleh Kiai Ali Manshur Shiddiq, tokoh NU,” tukas penulis buku Shalawat Badar dan Politk NU, RM. Imam Abdillah saat menjadi narasumber dalam Diskusi Publik dan Bedah Buku  di aula kampus STAIMA, kompleks Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citalongko, Kota Banjar, Jawa Barat, Rabu (26/2) malam.

Menurutnya, setidaknya ada dua petunjuk bahwa Shalawat Badar adalah ciptaan orang Indonesia (Kiai Ali Manshur Shiddiq). Pertama, dari sisi literasi, kata thaha dan yasin sudah menunjukkan kesalafiannya. 

Dikatakannya, negara-negara Islam di Timur Tengah setelah perang dunia dua, terutama setelah Abdul Azis mengubah nama Hijaz menjadi Arab Saudi, yang ketika itu kekuatan Wahabi cukup dominan, budaya pembacaan shalawat dilarang, dianggap bid’ah. Bahkan yang suka membaca shalawat ditangkapi hidup-hidup. 

Sementara kata-kata thaha dan yasin oleh orang Arab dianggap sebagai pemanis dalam Al-Quran.

“Padahal thaha dan yasin dalam Shalawat Badar adalah singkatan dari thohir dan hadi, sedangkan yasin adalah ya sayyidi. Dua kata itu konteksnya sosial,” ujarnya.

Kedua, kalimat tawassalna.  Sebuah tradisi yang mencirikan Nusantara sekaligus NU banget. Kenyataannya  hanya NU yang paling  ‘sering’ bertawassul.  Selain NU, banyak yang menjauhi tradisi tawassul karena dinilai bid’ah.

“Jadi dua kalimat itu saja (thaha dan yasin, dan tawassalna dalam Shalwat Badar) menunjukan  identitas produk  asli Islam Ahlissunnah wal Jamaah,” urainya. (Aryudi AR).