Nasional

Soal Kuota Haji Lansia 2023, Seperti Apa Kemungkinannya?

Sel, 19 Juli 2022 | 15:30 WIB

Makkah, NU Online
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam pertemuannya dengan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq F Al Rabiah, ia diinformasikan bahwa pada musim haji 2023, akan ada kuota khusus bagi haji lansia. Namun, Yaqut belum mendapatkan rincian detail seperti apa yang dimaksud dengan lansia tersebut.


Kementerian Agama telah menyiapkan diri jika nantinya betul-betul ada kuota khusus tersebut. Dirjen Haji dan Umrah Hilman Latief menyampaikan pihaknya sudah melakukan diskusi terkait dengan kemungkinan adanya kuota lansia yang jumlahnya akan ditentukan oleh pihak Arab Saudi.


“Kita juga harus siap skenarionya, karena kami tidak ingin lansia ataupun difabel kita lepas begitu saja seperti jemaah yang lainnya. Harus ada special treatment. Orang berkebutuhan khusus nanti juga pendekatannya harus khusus. ini yang kita matangkan bersama tim. Akan ada workshop khusus lah ketika misalnya Saudi betul-betul ada pengumuman,” tutur Hilman di Makkah, Senin (18/07/2022).


Kuota haji lansia sebenarnya juga sudah diterapkan di Indonesia sebagai upaya untuk memotong antrian bagi mereka yang sudah berusia lanjut. Pada rencana keberangkatan haji tahun 2020, yang kemudian batal karena adanya pandemi Covid-19, Kementerian Agama menyediakan porsi 1 persen kuota atau setara dengan 2.040 jamaah haji lansia dengan persyaratan:

 

  1. Usia paling rendah 95 tahun dengan masa tunggu tiga tahun.
  2. Usia 85-95 tahun dengan masa tunggu minimal lima tahun.
  3. Usia 65-85 tahun dengan masa tunggu 10 tahun.
     

Selama musim haji 2022, pemerintah Arab Saudi membatasi usia maksimal jamaah 65 tahun mengingat kelompok usia di atas 65 tahun merupakan kelompok yang kesehatannya berisiko tinggi. Dari sisi jamaah haji, hal ini menyebabkan masa tunggunya, dan otomatis semakin tua umurnya.


Usulan pengetatan syarat kesehatan
Hilman menyampaikan usulan pengetatan syarat kesehatan tidak diatur dalam UU, namun Kementerian Agama membahasnya dalam kaitan dengan konsep istitha’ah atau syarat mampu berhaji, yang termasuk di dalamnya alasan kesehatan.


“Nah kalau misalnya mengenai kesehatan setidaknya banyak saran buat buat kita agar ada peta, bahwa si A, B, C punya komorbid, punya darah tinggi, punya jantung sehingga nanti kita tidak memperlakukan orang itu sama dengan orang yang tidak punya penyakit bawaan,” paparnya.


Dengan demikian, hal ini dapat mengurangi tingkat jumlah jamaah yang wafat di Arab Saudi. “Prinsipnya adalah kita menginginkan dapat membawa jamaah banyak ke Saudi Arabia untuk beribadah dan kita juga membawa mereka kembali ke keluarganya,” tandasnya.  


Kelompok risiko tinggi
Kelompok berisiko tinggi dalam ibadah haji adalah mereka yang berusia di atas 60 tahun atau memiliki penyakit bawaan (komorbid). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan tahun 2018 dan 2019 lebih dari 60 persen jamaah haji Indonesia berisiko tinggi.


Data tersebut disampaikan M Imran S Hamdani dalam bukunya Ibadah Haji di Tengah Pandemi Covid-19 Penyelenggaraan Berbasis Risiko. Tahun 2018, jumlah jamaah haji reguler 205 ribu orang. Kelompok berisiko tinggi berjumlah 65,3 persen. Lalu pada tahun 2019 jamaah haji Indonesia reguler berjumlah 215.377 orang dengan kelompok risiko tinggi 63,75 persen.


Jika dilihat dari faktor usia, pada 2018, jamaah haji reguler berusia di atas 60 tahun mencapai 27, 99 persen atau setara dengan 57.437 orang. Tahun 2019 jumlahnya naik menjadi 30,75 persen, setara dengan 66.218 orang. Jumlah tersebut merupakan yang kedua terbesar setelah kelompok berusia 41-60 tahun.


Haji merupakan impian banyak Muslim, namun mereka mendaftar ketika sudah mapan dalam pekerjaan. Hal tersebut baru dapat tercapai ketika sudah dalam usia matang. Ditambah lagi dengan masa tunggu yang panjang, menyebabkan mereka baru dapat diberangkatkan dalam usia lanjut.


Pewarta: Achmad Mukafi Niam
Editor: Aiz Luthfi