Nasional

Soal Larangan Eks Koruptor Maju Pilkada 2020, Ini Kata Pengamat

Rab, 31 Juli 2019 | 14:30 WIB

Soal Larangan Eks Koruptor Maju Pilkada 2020, Ini Kata Pengamat

Ilustrasi (ist)

Jakarta, NU Online
Pengamat Pemilu Fadli Ramadhanil menyatakan persetujuannya atas wacana pelarangan eks koruptor maju pada Pilkada Serentak 2020. Menurut Fadli, tindakan korupsi termasuk dalam kejahatan khusus yang menghambat jalannya pemerintahan yang bersih.

“Kita sepakat dengan usulan (pelarangan) ini. Bahkan sejak Pilkada 2017, kita sudah pernah usulkan ini. (Mantan pelaku) Korupsi mesti diberikan sanksi lebih, salah satunya tak boleh lagi menduduki jabatan publik, salah satunya kepala daerah,” kata Fadli kepada NU Online, Rabu (31/7) melalui sambungan telepon.

Fadli menjelaskan bahwa korupsi merupakan kejahatan yang berkaitan dengan sumpah jabatan, merugikan keuangan negara, dan merusak prinsip penyelenggaran pemerintahan yang bersih. 

“Efeknya banyak, meluas, dan merugikan banyak orang,” ucapnya. 

Untuk itu, sambungnya, keinginan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mencegah eks koruptor maju pada Pilkada 2020 seharusnya ditangkap oleh pemerintah, terutama Kemendagri bersama DPR.

“Sebab, syarat calon itu sekarang tidak ada di dalam UU Pilkada. Usulan ini bisa jadi atau tidak, sekarang ada di tangan pemerintah. Jika pemerintah dan DPR serius ingin membenahi proses pencalonan kepala daerah, khususnya ingin memproteksi pemilih dan Parpol dari calon mantan koruptor, revisi UU Pilkada harus dilakukan segera. Waktunya masih ada, sebab pencalonan kepala daerah itu baru akan dilakukan pada februari atau maret tahun depan,” terangnya.

Pria yang juga akademisi Unusia Jakarta ini tidak menyarankan memakai Peraturan KPU (PKPU) sebagai basis hukumnya karena dinilai tidak kuat dan hanya akan menimbulkan perdebatan.

Sebelumnya, KPU dan KPK sepakat memagari eks koruptor maju Pilkada Serentak 2020. Para koruptor dinilai tidak perlu diberi kesempatan memimpin daerah. 

Usulan agar eks koruptor tidak maju pada Pilkada 2020 awalnya disampaikan KPK setelah menetapkan Bupati Kudus Muhammad Tamzil sebagai tersangka suap jual-beli jabatan. Tamzil sebelumnya baru bebas pada Desember 2015 karena kasus korupsi.

Usul ini kemudian mendapatkan respons dari sejumlah pihak, termasuk KPU. KPU mengatakan usulan tersebut sejalan dengan gagasan yang diajukan pada Pemilu 2019.

Pilkada Serentak sendiri akan diselenggarakan di 270 daerah. Pilkada serentak 2020 merupakan Pilkada serentak gelombang keempat yang dilakukan untuk kepala daerah hasil pemilihan Desember 2015. 

Adapun rincian 270 daerah tersebut terdiri atas 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Pilkada Serentak 2020 seharusnya diikuti 269 daerah, namun menjadi 270 karena Pilkada Kota Makassar diulang pelaksanaannya. (Husni Sahal/Fathoni)