Risalah Redaksi

Pentingnya Posisi Oposisi dalam Pemerintahan

Ahad, 21 Juli 2019 | 08:30 WIB

Pentingnya Posisi Oposisi dalam Pemerintahan

Joko Widodo dan Prabowo bersaing sekaligus bersahabat sejak sebelum Pilpres. Ilustrasi: Antara

Proses pembentukan pemerintahan baru terus mengalami kemajuan. Keputusan MK memberi kepastian siapa presiden yang terpilih. Selanjutnya, diikuti pertemuan Jokowi dan Prabowo Subianto. Hal ini membawa angin segar terhadap kondisi perpolitikan nasional yang sempat terbelah akibat pilpres. Dengan pertemuan ini dan pemberian ucapan selamat oleh Prabowo, maka legitimasi presiden terpilih di hadapan rakyat semakin kuat.  

Opini yang beredar di publik adalah soal koalisi pemerintahan yang akan dibentuk. Dalam koalisi ini, maka partai-partai politik akan berbagi peran dalam pemerintahan seperti posisi-posisi kabinet yang akan diisi oleh mereka dan jabatan lainnya. Isu-isu tentang siapa dapat apa dalam pemerintahan berkembang luas. Daftar nama-nama menteri yang akan mengisi kabinet beredar dalam berbagai susunan nama.

Sesungguhnya ada peran lain yang tak kalah pentingnya dalam sebuah pemerintahan, yaitu peran pengawas atau oposisi untuk mengontrol jalannya pemerintahan agar tetap sesuai dengan koridor hukum dan nilai-nilai kebangsaan. Dalam sistem demokrasi, maka ada yang memposisikan sebagai pihak oposisi.

Terdapat adagium yang cukup terkenal terkait dengan kekuasaan, yaitu power tend to corrupt. Yaitu adanya potensi penyalahgunaan kekuasaan. Potensi inilah yang harus diminimalisasi. Dalam banyak hal Indonesia masih menghadapi pekerjaan rumah yang kompleks, salah satunya terkait dengan korupsi. Indeks korupsi Indonesia, sekalipun dari tahun ke tahun menunjukkan perbaikan, tetapi masih dalam posisi yang rendah. Persoalan lain seperti ketimpangan sosial, kualitas pendidikan, HAM, dan lainnya perlu mendapatkan perhatian serius. Kebijakan yang tepat dari pemerintah dalam mengatasi persoalan-persoalan yang sudah berpuluh-puluh tahun ini perlu mendapat masukan dan pengawasan dari pihak oposisi.

Dengan berada dalam jalur kekuasaan, maka terdapat akses kebijakan dan ekonomi yang dinikmati oleh mereka yang duduk di dalamnya. Tetapi di situlah letak ketangguhannya, dengan berani berada dalam posisi pemerintahan. Ini memang berat karena sumber daya untuk menjalankan roda partai berasal dari kekuasaan yang dilakukan dalam berbagai mekanisme.  

Menarik dikaji dengan menengok posisi koalisi dan oposisi dalam pemerintahan. Dalam pemerintahan yang sudah mapan, rata-rata presiden menjabat selama dua kali selama kinerja mereka baik-baik saja. Tetapi pada periode selanjutnya, maka yang terpilih adalah pihak dari oposisi. Hal ini bisa dilihat dari pergantian posisi menjadi pemerintah di Amerika Serikat antara partai Demokrat dan partai Republik. Di Indonesia, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkuasa, PDIP memposisikan diri sebagai oposisi. Ketika masa jabatan SBY berakhir, maka calon presiden yang diusung oleh PDIP berhasil memenangkan pertarungan. 

Menjadi oposisi menarik karena menjadi saluran bagi suara-suara yang tidak mendapat ruang dalam pemerintahan. Atau memberi perspektif yang berbeda terkait dengan sebuah kebijakan. Menjadi posisi akhirnya tampak populer di hadapan rakyat sehingga meningkatkan peluang untuk meraih kekuasaan di periode selanjutnya. 

Oposisi menjadi buruk ketika bersikap asal berbeda dengan pemerintah. Mengkritik apa saja kebijakan pemerintah tanpa pandang bulu atau memanfaatkan isu-isu sensitive seperti SARA untuk meningkatkan popularitasnya. Yang cukup berat dihadapi pemerintah terkait dengan oposisi ketika mengeluarkan kebijakan yang tidak populer. Ada hal-hal tertentu di mana kebijakan yang dalam jangka pendek menyengsarakan rakyat tetapi sesungguhnya dalam jangka penjang memberi kebaikan. Hal-hal seperti ini yang menjadi amunisi oposisi untuk menyerang pemerintah dan tampak menjadi pembela rakyat yang militan.

Karena itu, sistem demokrasi yang baik juga tidak dapat hanya mengandalkan keberadaan partai yang menjadi oposisi, tetapi juga tidak pihak lain seperti media yang juga menjadi salah satu pilar demokrasi. Media menjadi saluran suara masyarakat untuk menilai sebuah kebijakan pemerintah. Para ahli dalam bidang tertentu dapat menyuarakan opininya terkait dengan sebuah kebijakan.

Kini, muncul saluran baru untuk menyuarakan aspirasi rakyat, yaitu media sosial. Rakyat dapat menyampaikan suaranya secara langsung melalui media sosial tanpa melalui pihak lain yang memiliki potensi reduksi pesan. Peran ini terbukti cukup vital dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam hal tertentu. 

Berbagai saluran yang tersedia ini penting untuk mengatasi kelemahan yang ada di masing-masing saluran. Partai oposisi mungkin saja bertindak subyektif, hanya mengkritik kebijakan pemerintah tetapi diam saja ketika ada keberhasilan pemerintah yang perlu diapresiasi. Media, lebih mungkin untuk menilai secara lebih seimbang antara keberhasilan dan kegagalan, tetapi mereka tidak dapat secara langsung bertindak karena keputusan di parlemen hanya ada di tangan partai politik. Media sosial, mampu mengatasi menyaringan informasi yang dilakukan media tetapi juga menjadi saluran penyebaran hoaks. 

Dalam sebuah negara, masing-masing dari kita adalah aktor dengan berbagai peran dengan tujuan utama untuk mencapai kedamaian dan kesejahteraan rakyat. Masing-masing peran memberikan makna penting bagi kemajuan negara Indonesia. Tak perlu berebut menjadi bagian dari koalisi. Menjadi oposisi merupakan peran yang tak kalah terhormatnya dengan peluang besar untuk  menjadi pemegang kekuasaan di periode selanjutnya. Ini merupakan pelajaran bagi kita semua untuk menjadi sebuah negara yang lebih matang, yang lebih dewasa. (Achmad Mukafi Niam)