Nasional

Soal Penundaan Pilkada, Usulan NU dan Muhammadiyah Tak Diindahkan DPR dan Pemerintah

Sel, 22 September 2020 | 04:50 WIB

Soal Penundaan Pilkada, Usulan NU dan Muhammadiyah Tak Diindahkan DPR dan Pemerintah

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. (NU Online)

Jakarta, NU Online

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk menunda Pilkada serentak yang sedianya digelar pada 9 Desember 2020 mendatang.


Pernyataan sikap tersebut disampaikan secara tertulis pada Ahad (20/9). Melalui pernyataan itu juga, PBNU meminta anggaran Pilkada direalokasikan untuk penanganan krisis kesehatan dan penguatan jaring pengaman sosial.


Hal serupa dinyatakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam pernyataan persnya bernomor 20/PER/I.0/H/2020. Pada poin empat, ormas yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu meminta kepada KPU, Kementerian Dalam Negeri, dan DPR RI untuk meninjau kembali pelaksanaan Pilkada.


“Pimpinan Pusat Muhammadiyah menghimbau Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera membahas secara khusus dengan kementerian dalam negeri, DPR, dan instansi terkait agar pelaksanaan Pemilukada 2020 dapat ditinjau kembali jadwal pelaksanaannya maupun aturan kampanye yang melibatkan kerumunan massa,” begitu bunyi pernyataan tersebut.


Bahkan, lanjutnya, demi terjaminnya keselamatan bangsa dan pelaksanaan yang berkualitas, Muhammadiyah meminta KPU untuk mempertimbangkan opsi untuk menundanya sampai kondisi dan situasi memungkinkan.


“KPU hendaknya mempertimbangkan dengan seksama agar Pemilukada 2020 ditunda pelaksanaannya sampai keadaan memungkinkan. Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaan Pemilukada yang berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19,” lanjut poin keempat pernyataan yang tertandatangani pada Senin (21/9) itu.


Namun, permintaan dua ormas terbesar di Indonesia itu tidak diindahkan oleh seluruh pejabat pemerintah saat ini. Hal ini terbukti dengan kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu pada Senin (21/9).


Pada poin pertama kesimpulan tersebut, dinyatakan bahwa mereka semua sepakat tetap melaksanakan Pilkada serentak 2020 sesuai jadwalnya pada 9 Desember 2020 mendatang.


“Mencermati seluruh tahapan yang sudah dan sedang berlangsung masih sesuai sebagaimana yang telah direncakanan dan situasi yang masih terkendali, maka Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri, Ketua KPU RI, Ketua Bawaslu RI, dan Ketua DKPP RI menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tetap dilangsungkan pada tanggal 9 Desember 2020 dengan penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran Protokol Kesehatan Covid-19,” bunyi poin pertama kesimpulan rapat tersebut.


Kesimpulan itu ditandatangani oleh Ketua Rapat Ahmad Doli Kurnia Tandjung, Mendagri Muhammad Tito Karnavian, Ketua Bawaslu RI Abhan, Ilham Saputra yang mewakili Ketua KPU RI, dan Ketua DKPP RI Muhammad.


Melihat keputusan tersebut, Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra langsung menyatakan diri akan golput. Dalam unggahan di akun Twitternya, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1998-2006 itu menjelaskan pilihannya itu sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan bagi mereka yang wafat karena Covid-19.

 

“Saya golput Pilkada 9 Des 2020 sebagai ungkapan solidaritas kemanusiaan bagi mereka yang wafat disebabkan wabah korona atau terinfeksi Covid-19,” katanya pada Senin (21/9).


Pilkada di masa pandemi yang terus meningkat sekarang tanpa ada tanda pelandaian, lanjutnya, juga sangat membahayakan kesehatan pemilih di tengah kerumunan massa yang bisa meningkatkan jumlah warga terinfeksi dan meninggal dunia. “Apalagi saya dan banyak senior citizen/manula lain punya morbiditas tertentu yang rawan dan rentan,” pungkasnya.


Kesepakatan rapat tersebut juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.


Pasal 201A ayat ketiga mempertimbangkan penundaan pelaksanaan pemungutan suara serentak hingga bencana non-alam berakhir. “Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) (yakni dilaksanakan pada Desember 2020) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A,” begitu bunyinya.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad