Abdul Majid, sosok guru muda ini merintis beberapa lembaga pendidikan Islam di daerah terpencil di Provinsi Kepulauan Riau. Dua Madrasah Ibtida’iyah (MI), yaitu MI Baitul Izzah dan MI Sabilul Muhtadin sekarang telah berdiri.
Ia juga mendirikan Pondok Pesantren Mambaus Shalihin beserta madrasah diniyahnya yang menginduk ke nama pesantren yang sama di Gresik, Jawa Timur. Rumah Tahfidz pun ia dirikan untuk mengembangkan hafalan anak-anak di daerah setempat. Dengan bermodalkan tekad yang kuat, Bismillah, semua akan bisa terwujud, katanya.
Semangatnya berapi-api, meskipun pada bulan-bulan pertama ia sempat hampir putus asa dan sempat berpikir pulang kembali ke kampung halamannya di Jawa Timur, terutama ketika istrinya yang baru dibawanya ke Pulau Bintan terkena sakit.
Abdul Majid (Foto: istimewa)
Tapi semua kesulitan di awal hijrah teratasi. Ia berkeliling sekitar enam bulan ke sana kemari dengan berjalan kaki untuk benar-benar mengetahui kondisi daerah tempat pengabdian barunya. Untuk menghidupi diri dan keluarganya, Abdul Majid sempat berjualan gorengan dan menjadi tukang pijit.
MI Baitul Izzah adalah MI pertama yang didirikan oleh Abdul Majid. Hal ini adalah buah kerisauannya terhadap kondisi masyarakat sekitar yaitu minimnya madrasah untuk menimba ilmu, terutama ilmu agama.
Kemudian, saat melihat masih minimnya pendidikan madrasah tingkat dasar di Kabupaten Bintan (dua kecamatan yang berdekatan belum ada MI), maka bersama sama dengan sahabat sahabat seperjuangan serta dukungan dari Yayasan An-Nur, ia merintis sebuah Madrasah Ibtidaiyah di Kelurahan Tanjunguban Utara, Kecamatan Bintan Utara.
Lembaga tersebut kemudian diberi nama “Baitul Izzah”. Selain sebagai perintis, ia juga menjadi guru di tempat itu hingga pada tahun kelima berdirinya.
Yayasan An Nur beralamat sama dengan MI, yaitu Jalan Nahkoda Lancang Nomor 2 Kelurahan Tanjunguban Kota. Yayasan ini milik beberapa tokoh masyarakat setempat, dari keinginan yang kuat untuk mendidirkan MI pada saat itu Abdul Majid dan teman-temannya membutuhkan yayasan yang bersedia untuk menaungi dan mensupport, maka yayasan An-Nur yang mampu menjawab dari keinginan tersebut, yang pada saat itu hanya memiliki pendidikan TPQ.
Tahun pertama ruang kelas masih menggunakan bangunan TPQ, sampai pada tahun ke tiga, dengan semangat swadaya pengurus yayasan dan masyarakat melaui gerakan infaq bulanan dari para donator maka terbangunlah satu kelas, begitu seterusnya sampai pada tahun ke 4 ada bantuan lokal kelas dari kementerian agama, saat ini dengan jumlah murid 180 dan dengan 5 lokal, sehingga ada yang masuk pagi dan siang.
Setelah MI Baitul izzah berjalan 5 tahun dan telah melewati masa masa sulit, tepatnya pada tahun 2015 tugas mengajar dilanjutkan oleh seorang temannya dari satu almamater pesantren, dan ia memutuskan untuk fokus pada perintisan pondok pesantren mambaus sholihin Bintan yang terletak di kelurahan Tanjunguban utara. Bersamaan dengan itu juga ikut terlibat perintisan MI Sabilul Muhtadin yang berada di Desa Sebong Lagoi, Kecamatan Telok Sebong.
Perkembangan lembaga pendidikan MI Baitul Izzah ternyata sungguh pesat. Hal itu semakin memompa semangat perjuangannya di ranah pendidikan. Meskipun awalnya harus menghadapi tantangan yang cukup berat, namun itu ia anggap hal yang wajar dalam sebuah perjuangan. Bahkan salah satu bentuk tantangan awal yang harus dilalui adalah bagaimana meyakinkan masyarakat setempat tentang keunggulan yang dimiliki Pendidikan Madrasah.
Setelah lembaga pendidikan yang dirintisnya telah mulai berjalan, atas dorongan serta restu dari KH Masbuhin Faqih, maka pada tahun 2013 Abdul Majid, ikut berjuang untuk ikut merintis dan mendirikan Pondok Pesantren Mambaus Sholihin Bintan yang berada di Tanjunguban Bintan. “Bahkan saya dipercaya, selain sebagai pengurus juga sebagai guru Madrasah diniyah,” katanya.
Tidak berhenti hanya pada pendirian satu madarasah, ia dan teman-temannya terus berusaha mengembangkan dan menyebarkan ilmunya. Pada tahun 2014 bersama-sama dengan para sahabat seperjuangannya merintis MI Sabilul Muhtadin. Madrasah ini berlokasi di Desa Sebong Lagoi dan berada di bawah nauangan Yayasan Sabilil Muhtadhin Al-Bintani.
Untuk mendukung program hafalan Al-Qur’an, maka di madrasah ibtidaiyah tersebut ia mendirikan Rumah Tahfidz AT-Ta’lim di Tanjunguban Bintan utara. Usaha ini dilakukan sebagai sebuah upaya untuk penguatan program Tahfidzul Qur’an yang ada di Madrasah tersebut.
Selain mengajar di Madrasah Diniyah Mambaus Sholihin, ia juga melakukan dakwah dengan berkeliling ke beberapa daerah kepulauan terpencil.
“Prinsip saya, hidup adalah perjuangan. Hidup harus tetap terus bergerak sebab di dalam pergerakan terdapat ‘keberkahan’ (Innama al-barakah ma`a al-harakah).” (Red: Fathoni)