Nasional

Syekh Fadhil Al-Jilani Ungkap Manfaat Jujur dan Bahaya Bohong

Ahad, 20 Maret 2022 | 18:00 WIB

Syekh Fadhil Al-Jilani Ungkap Manfaat Jujur dan Bahaya Bohong

Syekh Muhammad Fadhil al-Jilani (kanan) dan KH Achmad Chalwani.

Purworejo, NU Online

Syekh Abdul Qadir al-Jilani dalam kitabnya An-Nashaih al-Jilani mengatakan, bahwa sifat jujur merupakan warisan sifat Nabi dan menempati urutan kedua setelah derajat kenabian. Sementara sifat bohong menempati posisi kedua setelah setan. Hal ini disampaikan oleh Syekh Muhammad Fadhil Al-Jilani dalam Haul Masyayikh Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo: KH Zarkasyi Ke -109 KH Shiddieq Ke – 74, KH Nawawi Ke – 41, Sabtu (19/3) sore di komplek pesantren setempat.


Cucu ke-25 Syekh Abdul Qadir Jilani itu pun mengungkap, Al-Quran Surat An-Nisa’ ayat 69 sebagai dalilnya. “Sifat jujur merupakan sifat yang posisi derajatnya di bawah derajat kenabian. Karena sifat jujur merupakan sifat warisan para nabi. Dalilnya apa? Ayat dalam Al-Quran. Sehingga orang yang memiliki sifat jujur, derajatnya ada di bawah derajat kenabian,” ungkapnya, di depan ribuan santri.


“Nabi, martabat pertama. Kedua, martabat shiddiq. Jadi, derajat kedua setelah derajat kenabian adalah sifat jujur. Kemudian baru diikuti derajat syuhada (orang-orang mati syahid) dan shalihin (orang-orang saleh),” kata ulama kelahiran Turki itu, menjelaskan.


Dikatakan Syekh Fadhil, sapaan akrabnya, dalil kedua bahwa sifat jujur merupakan warisan Nabi adalah Al-Quran Surat at-Taubah ayat 40. Dua sosok yang saat itu berada dalam gua adalah baginda Nabi Muhammad saw dan Sayyidina Abu Bakar yang diberi gelar ash-Shiddiq.


“Ketika Abu Bakar menemani Nabi bersembunyi di dalam gua, air mukanya berubah. Ia khawatir, cemas dan takut keselamatan Nabi karena orang kafir Quraisy yang mengejar mereka telah sampai di depan gua. Rasulullah pun kemudian memberikan kabar gembira kepadanya: ‘la tahzan, innallaaha ma’ana’ (jangan sedih, jangan cemas, sungguh Allah swt bersama kita. Setelah itu, raut wajahnya jadi tenang, jadi bahagia bersama Rasulullah saw,” terang Syekh Fadhil. 


Hal itu, lanjutnya, merupakan kabar gembira bagi orang-orang yang memiliki sifat jujur. Sampai hari kiamat mereka akan mendapatkan anugerah yang sangat besar. Orang-orang yang memiliki sifat jujur, ia melanjutkan, akan diterima di sisi Allah swt, para nabi, dan Rasulullah saw.


Syekh Fadhil menambahkan, orang yang memiliki sifat jujur, ilmu akan melekat kepadanya. Hikmah akan ada pada dirinya. Kasih sayang Allah akan ada pada diarinya. Semua anugerah Allah swt akan diberikan kepadanya, berkah sifat jujur.


“Contoh konkretnya adalah Syekh Abdul Qadir al-Jilani yang diwasiati ibunya untuk tidak berbohong selama-lamanya. Seperti apa beliau mulianya sekarang?”


Dijelaskan, sifat jujur dapat mendatangkan ilmu, hikmah dan makrifat dari Allah swt. “Orang-orang, terutama santri kalau memiliki sifat jujur, maka dia akan dianugerahi ilmu Allah swt yang berkah dan manfaat, yang akan memudahkan memahami ilmu-ilmu. Karena faktanya, Syekh Abdul Qadir bukan hanya sosok yang wali, tetapi juga ahli ilmu-ilmu yang berbagai macam cabangnya,” tegasnya.


Menurut ulama asal Turki itu, seorang pelajar atau santri tak akan berhasil dalam memperoleh ilmu, hikmah, dan derajat kewalian, tanpa disertai dengan sifat jujur. Keberhasilan Syekh Abdul Qadir Jilani, menjurut Syekh Fadhil, tak lepas dari sifat kejujuran yang dipegangnya. “Ketika sang ibu hendak melepas kepergian Abdul Qadir muda menimba ilmu ke Baghdad, Irak, ia menyampaikan satu wasiat: “Wahai putraku, jangan pernah berbohong selama hidupmu!” kata Syekh Fadhil, menirukan.


Bahaya Sifat Bohong

Adapun kebalikan sifat jujur yaitu sifat bohong. Pembohong, kata Syekh Abdul Qadir Jilani, berada pada satu tingkat setelah setan. “Sifat bohong mewarisi sifat setan, karena dalil: pertama, alaa la’natullaahi alas syayathin (Ingatlah! laknat Allah swt itu berlaku bagi setan). Kedua, alaa la’natullaahi ‘alal kaadzibiin (Ketahuilah, laknat Allah swt itu berlaku bagi para pembohong),” kata Syekh Fadhil, menjelaskan isi kitab kakeknya.


Orang-orang yang suka berbohong, lanjutnya, akan dilaknat Allah swt, yaitu dia akan tertolak dari rahmat-Nya. “Sifat bohong menyebabkan pelakunya menjadi fakir dan bodoh. Dia tidak akan memiliki pangkat kemuliaan, baik di dunia maupun di akhirat. Karena makna rahmat itu ialah jauh dari Allah SWT, baik di dunia maupun di akhirat,” jelasnya.


Syekh Fadhil menegaskan, bahwa seorang pembohong tidak akan memiliki nilai kemuliaan di mata putra-putrinya, keluarga, lingkungan masyarakat dan negaranya. “Pembohong tidak akan memiliki kemuliaan. Kalau seorang pembohong itu tahu akibat dari perbuatannya, maka sebelum berbohong, niscaya dia akan memutus lidahnya dengan gigi-giginya, saking tak ingin berbohong karena ia tahu akibatnya,” pungkasnya. 


Ijazah Shalawat untuk Keberkahan Ilmu

Dalam kesempatan tersebut, Syekh Fadhil juga memberi ijazah shalawat, yang berbunyi: Allahumma shalli wasallim a’laa Sayyidina Muhammad, wa ‘alaa aali Sayyidina Muhammad. “Insyaallah, ini merupakan wasiat Syekh Abdul Qadir Jilani, yaitu setiap hari bershalawat tadi 313 x untuk keberkahan ilmu. Ini merupakan hadiah untuk Rasulullah saw. Insya Allah, saya izinkan ijazah ini unduk diamalkan. Jumlah 313 kali ini tabarrukan kepada Ahli Badar,” tutur ulama yang identik dengan pakaian putih dan hijau itu.


Sebelumnya, KH Achmad Chalwani dalam sambutannya menyampaikan, bahwa keluarga besar Pesantren An-Nawawi telah merindukan kehadirannya. “Sudah lama setelah kunjungan terakhir Anda kepada kami. Dan hari ini, Allah swt memuliakan kami dengan berkumpul bersama pembaharu, cucu syekh Abdul Qadir Al-Jilani, yaitu beliau Prof Dr Syekh Sayyid Muhammad Fadhil Al-Jilani Al-Hasani,” sambungnya, dalam bahasa Arab.


Tuan rumah berharap, keluarga besar Pesantren An-Nawawi mendapat ilmu, bimbingan dan berkah atas kehadirannya. “Terlebih kepada para santri, yang akan mengikuti jejak para ulama untuk menyebarkan agama ini dengan ilmunya,” imbuhnya.


Ribuan santri putra-putri menyambut kehadiran Syekh Fadhil yang datang bersama KH Achmad Chalwani dan segenap dzurriyah dengan berdiri sepanjang jalan, memakai pakaian atas putih dan bawah hitam. Ketika sang tamu memaparkan penjelasan, banyak di antara mereka sibuk mencatat petuah-petuah yang disampaikan.


Di akhir acara, Kiai Chalwani juga mendapat hadiah berupa kitab Sirrul Asrar dari tamu istimewanya. Kitab itu merupakan karangan datuknya, Syekh Abdul Qadir Jilani, yang pertama kali ditahqiq oleh Syekh Fadhil. Naskah dalam kitab itu juga memuat tulisan yang masih original dari Sang Syekh.


Kontributor: Ahmad Naufa
Editor: Syakir NF