Nasional

Tak Lagi Tampilkan Grafik Data Suara Pemilu, Pemilih Muda Nilai KPU Picu Ketidakpercayaan Publik

Jum, 8 Maret 2024 | 06:15 WIB

Tak Lagi Tampilkan Grafik Data Suara Pemilu, Pemilih Muda Nilai KPU Picu Ketidakpercayaan Publik

Sirekap KPU yang saat ini tidak lagi menampilkan grafik tetapi formulir C plano. (Foto: tangkapan layar situs pemilu2024.kpu.go.id)

Jakarta, NU Online

Saat ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak lagi menampilkan grafik data perolehan suara pemilu, baik pilpres maupun pileg, melalui situs pemilu2024.kpu.go.id.


Akibatnya, banyak pemilih muda yang menyayangkan sikap KPU yang tak lagi menampilkan grafik data suara pemilu tersebut. 


Salah satu pemilih muda itu adalah Fitri Farhana (24). Ia mengatakan bahwa efek tidak ditampilkannya grafik di situs KPU adalah dapat  memicu ketidakpercayaan publik pada pemerintah. 


"Tapi seperti yang kita tahu juga, kalau Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) itu banyak data yang enggak sinkron dengan hasil C1," katanya kepada NU Online, Kamis (7/3/2024).


Meski demikian, Sarjana Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu nampak enggan berburuk sangka. Ia justru ingin berbaik sangka terhadap KPU. Baginya, informasi apa pun tentang kepemiluan harus disaring sebelum di-sharing. 


"Semoga hasil pemilu jujur dan adil sesuai dengan prinsip pemilu kita," jelasnya.


Sementara itu, Zain Al-Ma'arif (27) menginginkan agar KPU dapat menunjukkan sikap yang lebih bijak dalam memberikan informasi yang teruji validitasnya terhadap publik.


Menurutnya, ketika KPU hanya menampilkan formulir model C hasil plano, justru akan menimbulkan pandangan bahwa KPU berat sepihak.


"Mungkin dapat dikatakan hari ini pemilu yang kurang demokratis dan tidak ada nilai edukasi, khususnya bagi para pemilih muda yang sudah terlibat dalam pemilu," jelas lulusan Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (UNS) itu. 


Fenomena ini juga dikomentari oleh Ilda Yulia Putri (22). Ia mengatakan bahwa dengan hilangnya grafik data itu, akan menimbulkan ragam polemik. Sebab grafik Sirekap sendiri semenjak awal pemilu sudah berjalan.


Sarjana S1 Ilmu Syariah UIN Jakarta itu menjelaskan, jika penggunaan grafik tidak memungkinkan dari awal pada sistem Sirekap, tentunya tidak perlu harus ditayangkan pada publik dan bisa menggunakan alternatif lain dalam penghitungan suara.


"Sistem Sirekap tentunya dari awal mempunyai persiapan yang optimal demi terwujudnya suara yang secara resmi di input, dan akan diterima masyarakat luas. Namun ketika banyaknya sistem yang bermasalah, harusnya pihak yang bersangkutan segera mengupayakan pengoptimalan sistem yang dioperasikan pada Sirekap-nya, bukan menghilangkan," jelas Ilda.


Jauh sebelum penutupan grafik itu, menurut Ilda, masyarakat sudah lebih awal menerima informasi yang sudah dipublikasi. Jika ada kesalahan, alangkah baiknya diperbaiki sistemnya, bukan diubah.


"Agar tidak timbul polemik belakangan, hendaknya dipublikasi ke semua masyarakat terkait berapa lama jangka waktu yang legal untuk Sirekap itu ditayangkan di publik, dan sebelum ditetapkan secara resmi suara yang ada, tidak dihilangkan secara tiba-tiba, karena transparansi data itu sangat penting," terangnya.