Nasional

Terjemah Al-Qur’an ke Bahasa Daerah Bukti Negara Layani Warga

NU Online  ·  Jumat, 1 Desember 2017 | 21:38 WIB

Makassar, NU Online
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, H Abdurrahman Mas’ud mengatakan, tujuan penerjemahan Al-Qur’an ke sejumlah bahasa daerah sejatinya untuk memberikan pelayanan kepada umat. Ini juga bisa menjadi bukti bahwa negara benar-benar hadir melayani warga.

Demikian dikatakannya ketika membuka secara resmi lokakarya (workshop) Pembahasan Draft Final Terjemah Al-Qur’an ke Bahasa Bugis, Rabu (29/11). 

Kaban Rahman menyampaikan sambutannya melalui video yang direkam di kantor Kemenag Jl MH Thamrin No 6 Jakarta. Lokakarya ini dihelat di Hotel Aryaduta Jl Somba Opu No 297 Losari, Makassar, Sulawesi Selatan. Kegiatan hasil kerja sama dengan UIN Alauddin Makassar ini berlangsung selama tiga hari, Rabu-Jumat, 29 November-1 Desember 2017.

“Dalam rangka menyapa dan sekaligus menyampaikan kegembiraan kami. Alhamdulillah sejak 2016 sudah ada 12 terjemah Al-Qur’an dalam bahasa daerah atau lebih tepatnya bahasa ibu. Dan tahun ini ditambah lagi bahasa ibu yang lain yakni Aceh, Bugis, dan Madura,” ujarnya.

Mas’ud menggarisbawahi, bahwa penerjemahan Al-Qur’an ini merupakan kegiatan unggulan Balitbang Diklat Kemenag melalui Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Managemen Organisasi (LKKMO).

“Insyaallah ini akan terus dikembangkan baik sekarang maupun di depan,” tandasnya.  

Menurut pria kelahiran Kudus ini, hal tak kalah pentingnya adalah upaya membantu pelestarian, konservasi, atau pemeliharaan budaya lokal. Khususnya dalam hal ini bahasa daerah sebagai unsur terpenting dalam budaya.

“Jadi, jika kita bicara soal local wisdom atau kearifan lokal, maka kita sesungguhnya telah berperan besar. Karena ini bagian dari penerjemahan, kami juga tidak bekerja sembarangan, tapi profesional. Alhamdulillah selama ini sudah bekerja sama dengan para ulama Al-Qur’an, akademisi, dan pakar bahasa,” ungkapnya.

Doktor jebolan UCLA Amerika ini menambahkan, para pakar tersebut memiliki kualifikasi penguasaan Bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an, penguasaan dasar Ulumul Qur’an dan Tafsir, serta menguasai bahasa dan budaya daerah yang menjadi sasaran terjemahan.

“Kami juga ingin mengingatkan bahwa LIPI beberapa tahun lalu menyatakan terjadinya kepunahan bahasa ibu. Oleh karena itu, sekali lagi ini peran ulama dan ahli bahasa. Bukan sekedar dakwah, bukan hanya tugas agama dan negara. Tapi jadi tugas bersama dalam rangka mempertahankan kearifan lokal yang menjadi pilar penting untuk budaya dan NKRI kita,” tegasnya.

Masih melalui video tersebut, ia berharap kegiatan bisa menghasilkan terjemahan yang bermanfaat bagi umat. 

"Juga jadi ladang amal jariyah bagi tim. Dengan demikian, acara temu ulama ini saya buka secara resmi,” tutup Mas’ud. (Musthofa Asrori/Kendi Setiawan)