Nasional

Tiga Alasan Anak-anak Dimasukkan ke Pesantren

Ahad, 24 Juli 2022 | 15:00 WIB

Tiga Alasan Anak-anak Dimasukkan ke Pesantren

Ilustrasi: Pendidikan di pesantren diyakini sebagai hal yang baik untuk perkembangan anak (Foto: Romzi Ahmad)

Cirebon, NU Online

Usia anak-anak memang masih perlu pendampingan orang tua dalam berbagai hal kehidupannya. Namun, beberapa orang tua justru memilih untuk menitipkan anaknya ke pesantren. Ada beragam hal yang melatari mereka untuk memilih menitipkan putra-putrinya ke pesantren.


Beberapa alasan yang melatarbelakangi mereka menitipkan anak-anaknya ke pesantren adalah ketiadaan waktu mereka dalam mendidik karena kesibukan dan lain hal. "Pertama orang tua tidak punya waktu yang cukup untuk mendidik anaknya secara langsung," kata Nida Istiqomah, pengajar di Pondok Pesantren Al-Shighor, Cirebon, Jawa Barat, pada Ahad (24/7/2022).


Selain itu, alasan lain orang tua menitipkan anaknya yang masih kecil adalah karena melihat lingkungan mereka yang kurang baik untuk perkembangan putra putrinya. "Kedua, orang tua khawatir dengan lingkungan sosialnya untuk kebaikan tumbuh kembang si anak," ujarnya.


Alasan terakhir adalah pendidikan di pesantren diyakini sebagai hal yang baik untuk perkembangan anak, baik secara karakter maupun pemikirannya. "Ketiga, karena meyakini proses belajar di usia SD ada di fase terbaik karenanya harus berada di tempat ideal untuk belajar. Yang ketiga ini menjadi alasan mayoritas orang tua," imbuh Kepala sekolah Madrasah Ibtidaiyah berbasis Pesantren Manbaul Hikmah, Pesantren Gedongan.


Lebih lanjut, Nida juga menyampaikan bahwa pesantren merupakan rumah bagi para santri kecil, sedangkan pengasuhnya merupakan orang tuanya, dan santri-santri lain dalam pesantren adalah saudaranya.


"Sebagaimana idealnya rumah, yang pertama perlu dihadirkan adalah kenyamanan hal ini diberikan melalui fasilitas. Kemudian keceriaan hadir dari interaksi mereka dengan teman santri. Kehangatan perhatian diberikan secara khusus oleh para pengasuh melalui ragam cara yang dioptimalkan melalui interaksi 24 jam mereka," jelasnya.


Jumlah pengasuh dari santri juga memiliki rasio lebih tinggi di pesantren untuk usia sekolah dasar. Hal ini dimaksudkan agar pengawasan dan pemberian perhatian bisa lebih optimal.


Sebab, jumlah pesantren yang menerima santri usia sekolah dasar tidak banyak jumlahnya. Hal ini karena di usia SD santri butuh perhatian khusus dan optimal. Sistem yang paling membedakan adalah konsep pemberian perhatian dan pendampingan belajar.


"Di usia SD santri harus terus ditemani pada setiap proses belajar dan aktifitas keseharian. Kemandirian yang menjadi karakter utama pesantren diajarkan dengan contoh yang para santri imitasi dari pengasuhnya tidak cukup hanya melalui sosialisasi peraturan dan tata tertib pesantren saja," katanya.


Selain itu, sejak lama pesantren sebenarnya sudah menerapkan pendidikan inklusif, setiap perbedaan karakter diterima secara utuh oleh pesantren. Dalam menyikapi perbedaan karakter, pesantren menerapkan pola komunikasi yang intensif dengan orang tua dan anaknya. Hal ini menjadi langkah pertama guna mendidik anak lebih baik.


"Langkah pertama adalah komunikasi dengan orang tua yang intensif untuk mengenal lebih dalam karakter santri dan mengetahui perkembangannya," katanya.


Nida juga menyebut bahwa proses yang juga dilakukan adalah pengkondisian agar para santri juga menerima setiap perbedaan karakter tersebut. "Sehingga dalam proses di pesantren karakter-karakter spesial tadi tidak merasa teralienasi dari kelompok," pungkasnya.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan