Tiga Syarat Sebuah Organisasi Disebut Sebagai Gerakan Sosial
NU Online · Senin, 24 Desember 2018 | 05:30 WIB
Dalam teori gerakan sosial, ada tiga syarat yang harus dimiliki oleh sebuah organisasi sehingga laik disebut sebagai organisasi gerakan sosial. Tiga syarat tersebut yakni memiliki tema khusus, pengembangan sumberdaya dan memiliki kesempatan berpolitik. Ini semua sudah dimiliki oleh Nahdlatul Ulama yang saat ini berusia hampir satu abad.
Hal ini diungkapkan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Imam Aziz saat memberikan arahan kepada ratusan peserta Halaqah Nasional pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) ke-6 Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU), Ahad (24/12).
“NU itu dalam teori gerakan sosial sudah mencukupi syarat-syarat, pertama, tema NU itu apa, tema NU adalah penguatan Ahlussunnah wal Jamaah, misalnya penguatan tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), dan tasamuh (toleran). Dan itu tren NU tidak bisa dihapus. Itu akan melekat sampai kapan pun,” ucapnya.
Menurut sosok yang juga seorang penulis buku ini, tema khusus perwujudan dari NU ini sudah ada sejak lahir dan tidak berubah sehingga warga NU cenderung moderat dan santun.
“Mayoritas NU adalah moderat tidak ekstrim dan itu menjadi tema kita. Bahkan untuk 100 tahun pun tidak akan berubah,” tambahnya.
Ia melanjutkan bahwa pengembangan sumberdaya Nahdliyin sebagai syarat kedua juga sudah melekat pada tubuh NU yang dilakukan melalui pendidikan, majlis taklim, kepengurusan dewan masjid sampai dengan lembaga pendidikan di masjid dan masyarakat. Termasuk, ujar dia, lembaga-lembaga ekonomi dan pengembangan SDM.
“Mengolah sumber daya manusia NU itu menjadi sangat penting dalam gerakan sosial," tegasnya.
Sementara syarat ketiga yakni kesempatan politik sudah ada karena NU selalu aktif dalam gerakan politik. Meski NU mengambil jarak dengan politik namun NU selalu aktif berpolitik.
Menuju satu abad NU menurutnya, capaian NU harus dipertajam. Hasil yang paling penting dari 100 tahun NU kata dia, adalah terwujudnya masyarakat sipil yang kuat. Jika NU harus dibiayai oleh APBN biayanya sangat mahal, dan NU tidak butuh itu sebab budaya kemadiriannya sudah menempel dan itu yang disebut terwujudnya masyarakat sipil.
“NU itu mahal, tanpa APBN kita bisa hidup, kalau dibiayai oleh negara berapa Milyar itu bentuk tradisi masyarakat sipil yang kuat. Dan ini jangan sampai luntur pada 100 tahun kedepan, kita harus kuatkan pesantren kita, madrasah kita, masjid kita,” tutupnya. (Abdul Rahman Ahdori/Muhammad Faizin)
Terpopuler
1
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
2
Zaman Kegaduhan, Rais Aam PBNU Ingatkan Umat Islam Ikuti Ulama yang Istiqamah
3
Waktu Terbaik untuk Resepsi Pernikahan menurut Islam
4
PBNU Tata Ulang Aset Nahdlatul Ulama Mulai dari Sekolah, Rumah Sakit, hingga Saham
5
Terima Dubes Afghanistan, PBNU Siap Beri Beasiswa bagi Mahasiswa yang Ingin Studi di Indonesia
6
Eskalasi Konflik Iran-Israel, Saling Serang Titik Vital di Berbagai Wilayah
Terkini
Lihat Semua