Nasional

Tips agar Masyarakat Tidak Tertipu Ilmu Spiritual yang Dikomersilkan

Sab, 6 Agustus 2022 | 10:00 WIB

Tips agar Masyarakat Tidak Tertipu Ilmu Spiritual yang Dikomersilkan

Padepokan Nur Dzat Sejati milik Samsudin telah ditutup. (Foto: kompas.com)

Cirebon, NU Online

Baru-baru ini, masyarakat Indonesia dihebohkan oleh fenomena dukun dengan keberadaan Samsudin Jadab di Blitar yang sempat viral. Terkuak, Samsudin menggunakan trik-trik sulap untuk mengelabui pasien yang hendak berobat kepadanya. Kini, Padepokan Nur Dzat Sejati milik Samsudin telah ditutup.


Pengasuh Pondok Al-Firdaus Buntet Pesantren Cirebon, Jawa Barat, KH Qomarul Huda memberikan penjelasan mengenai ilmu-ilmu spiritual, dari mulai ilmu hitam, putih, hingga abu-abu. Hal ini dijelaskan agar masyarakat tidak tertipu dan terpedaya dengan orang yang mengaku memiliki ilmu spiritual tapi dikomersilkan.


Terdapat tiga aspek yang harus dilihat ketika seseorang mengaku memiliki kelebihan berupa ilmu spiritual. Ketiga aspek itu adalah fa'il (pelaku), fi'il (aktivitas), dan tujuan atau maksud dari penggunaan ilmu itu. 


"Pertama, pelakunya atau praktisinya. Bagaimana jati dirinya, latar belakangnya? Kita harus tahu," ujar kiai yang akrab disapa Kiai Omang itu, ditemui NU Online di Buntet Pesantren Cirebon, Jumat (5/8/2022) malam. 


Aspek kedua yang harus dilihat adalah aktivitas keseharian si pelaku atau praktisinya. Praktik-praktik spiritual yang dilakukan itu melanggar syariat atau tidak. Jika melanggar, maka itu jelas salah, dan tidak boleh diikuti. 


"Ketiga, tujuan maksudnya. Tujuan dari pelaksanaan itu apa? Bernuansa materi kah? Bernuansa dalam rangka untuk mengelabui kah? Ini juga harus diperhatikan," ungkap kiai yang dikenal sebagai ahli pengobatan spiritual itu.   


Dari penjelasan itu, Kiai Omang kemudian menjelaskan bahwa ilmu terbagi menjadi dua, yakni ilmu hitam dan ilmu putih. Perbedaannya terletak pada dasar atau landasan dari keilmuan tersebut. 


"Ilmu hitam itu tidak berdasarkan pada Al-Qur'an dan hadits. Kalau ilmu putih adalah ilmu yang berdasarkan atau bersumber Al-Qur'an dan hadits," jelasnya. 


Tak berhenti sampai di situ, Kiai Omang melanjutkan bahwa ilmu putih pun terbagi menjadi dua. Ada ilmu putih yang polos dan ada ilmu putih tetapi abu-abu. Kedua ilmu putih ini sama-sama berdasarkan atau berlandaskan Al-Qur'an. Perbedaanya terletak pada tujuan dari penggunaan ilmu tersebut.


"Kalau ilmu putih yang polos itu dalam ranah-ranah yang dibenarkan syariat seperti menolong dan tidak akan pernah melukai orang lain. Kalau abu-abu juga bersumber dari Al-Qur'an tapi untuk mencelakai orang lain," jelasnya. 
 

Singkatnya, kata Kang Omang, Al-Qur'an bersifat fleksibel dan multifungsi. Kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad itu bisa saja disalahgunakan.


"Itu Al-Qur'an buat santet juga bisa. Tapi kalau disalahgunakan bisa keliru, bahaya," ungkapnya.


Menurut Kiai Omang, sebagian besar dukun adalah penganut ilmu hitam. Mereka mengaku punya kemampuan di luar nalar, tetapi sumbernya tidak dari Al-Qur'an.


Sementara jika sumber atau dasar ilmunya dari Al-Qur'an tetapi bertujuan untuk melukai, mencelakai, dan mengelabui orang lain maka itu disebut sebagai ilmu putih yang abu-abu. 


Ahli hikmah

Para kiai yang memiliki kemampuan spiritual disebut sebagai ahli hikmah. Kang Omang menjelaskan, para ulama berbeda pendapat mengenai makna hikmah itu sendiri. 


"Ibnu Abbas mengatakan hikmah itu Al-Qur'an seutuhnya. Imam Ghazali mengatakan hikmah itu kesetaraan antara perbuatan dengan ucapan. Semuanya berdasarkan Al-Qur'an," katanya.


"Ini hikmah di sini maknanya ilmu. Ilmu dalam arti ilmu nafi', ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang dijalankan sesuai dengan syariat," imbuh Kiai Omang. 


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad