Nasional FIQIH PERADABAN

Ulama NU Sebarkan Ajaran Islam dengan Akhlak Mulia

Sen, 31 Oktober 2022 | 08:35 WIB

Ulama NU Sebarkan Ajaran Islam dengan Akhlak Mulia

Halaqah Fiqih Peradaban bertemakan Fiqih Siyasah dan Negara Bangsa bagi Nahdliyin di Ranah Minang, Ahad (30/10/2022) di Pondok Pesantren Yapa Komang Baru Tapus, Kecamatan Padang Gelugur, Kabupaten Pasaman. (Foto: NU Online/Armaidi)

Pasaman, NU Online 
Pengurus Lembaga Bahsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Imaduddin Ustman al-Bantani menyebutkan, NU hadir sebagai lembaga keagamaan yang menjaga tradisi-tradisi ulama terdahulu yang bermazhab, yakni Imam Syafii, Maliki, Hambali dan Hanafi. Sedangkan para ulama NU itu juga bertasawuf sebagaimana diajarkan al Junaid al-Baghdadi dan Imam al- Ghazali.


"Para ulama itu menyebarkan Islam dengan penuh kedamaian, bagaimana menjaga kedamaian, tidak melalui peperangan. Termasuk penyebaran Islam di Nusantara dilakukan dengan penuh kedamaian," katanya saat menjadi narasumber Halaqah Fiqih Peradaban bertemakan Fiqih Siyasah dan Negara Bangsa bagi Nahdliyin di Ranah Minang, Ahad (30/10/2022) di Pondok Pesantren Yapa Komang Baru Tapus, Kecamatan Padang Gelugur, Kabupaten Pasaman.


Pengasuh dan pendiri Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Kresek Tangerang, Banten ini menambahkan, Islam yang diajarkan ulama terdahulu yang dilanjutkan oleh Nahdlatul Ulama, bagaimana selalu mengajarkan Islam dengan akhlakul karimah (akhlak mulia), santun, juga dengan akulturasi budaya masyarakat setempat. Sehingga banyak tradisi dan persentuhan budaya setempat dengan umat Islam di Nusantara yang hingga kini masih dilakukan.


"Di Sumatera Barat, di Minangkabau misalnya dikenal dengan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS SBK) yang sudah masuk hukum positif, yakni UU no. 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Begitu pula dalam perkawinan, tidak hanya perkawinan antara pengantin laki-laki dengan pengantin perempuan. Namun dikenal juga terlebih dahulu ada yang dilakukan perkawinan ninik mamak, yang dilakukan saat meminang. Perkawinan ninik mamak ini merupakan bentuk akulturasi adat budaya dengan agama," kata Imaduddin.


Imadduddin juga menambahkan, karena Islam diturunkan di Arab Saudi, maka budaya Arab yang banyak mewarnai Islam. Sekiranya Islam diturunkan di Nusantara, maka budaya Nusantara juga akan dominan. "Karena itu, tidak semua budaya Arab yang harus dibawa dan dijalankan umat Islam di nusantara. Contohnya, budaya Arab berpakaian jubah. Nabi saat menerima dan menyebarkan Islam berjubah. Tapi bukan berarti kita di Indonesia harus berjubah pula. Budaya di Indonesia bersarung dan berkopiah, maka cara beragama Islam boleh pula bersarung dan berkopiah, kata Imaduddin mengakhiri.


Sementara itu, A'wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Asasriwarni mengungkapkan, secara tegas Islam tidak menjelaskan sistem pemerintahan yang islami. Buktinya, ketika di zaman Nabi sistem pemerintahan teokrasi, di zaman sahabat teodemokrasi, di zaman dinas Umayyah, Abbasiyah dan Turki Usmani dengan sistem monarki.


"Mengutip dari ayat An-Nisa ayat 59, An-Nisa ayat 58 dan As Syuro ayat 38, maka sudah dapat disebutkan bahwa pemerintah yang islami tersebut bila dijalankan tiga hal. Yakni taat kepada ajaran agama, amanah dan syuro. Di Indonesia ketiga hal itu sudah dijalankan. Artinya sudah sesuai dengan pemerintahan yang islami," kata guru besar UIN Imam Bonjol Padang ini.


Turut hadir pada kesempatan ini Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Pasaman Ahmad Nawawi, Ketua PCNU Kabupaten Pasaman Asrial Arfandi Hasan. Halaqah dihadiri lebih dari 100 peserta dari PCNU, MWCNU, Ranting NU dan badan otonom NU.


Kontributor: Armaidi Tanjung
Editor: Syamsul Arifin