Nasional

Vaksinasi saat Berpuasa, Bagaimana Hukumnya?

Jum, 31 Maret 2023 | 10:30 WIB

Vaksinasi saat Berpuasa, Bagaimana Hukumnya?

Ilustrasi seseorang sedang divaksin. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online 
Vaksinasi merupakan salah satu ikhtiar untuk mencegah suatu penyakit. Di hari-hari biasa, vaksinasi bebas dilakukan kapan saja. Namun yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana hukum melakukan vaksinasi di saat sedang berpuasa?


Sebelum membahas lebih lanjut, hal yang perlu diperhatikan adalah perkara-perkara yang bisa membatalkan puasa. Dalam tulisan NU Online berjudul 'Hukum Berpuasa dengan Penyuntikan Vaksin Covid-19' dijelaskan bahwa ada sepuluh hal yang bisa membatalkan puasa seseorang.


"Yang membatalkan puasa ada sepuluh, yaitu (1) sesuatu yang sampai pada rongga bagian dalam tubuh (jauf) atau kepala, (2) pengobatan dengan memasukkan sesuatu pada salah satu dari dua jalan (kubul dan dubur), (3) muntah secara sengaja, (4) melakukan hubungan seksual secara sengaja pada alat kelamin, (5) keluar mani sebab sentuhan kulit, (6) haid, (7) nifas, (8) gila, (9) pingsan seharian dan (10) murtad,” (Syekh Abi Syuja’, Taqrib, hal. 127).


Jika melihat keterangan tersebut, penyuntikan obat, dalam hal ini vaksinasi itu tidak termasuk ke dalam kategori hal-hal yang bisa membatalkan puasa. Kenapa demikian? Hal ini dikarenakan saat vaksinasi berlangsung, masuknya vaksin ke dalam tubuh tidak melalui anggota tubuh yang terbuka.


Hal ini sebagaimana keterangan Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Minhajul Qawim. Di dalam keterangan itu, disebutkan hal yang menjadikan puasa seseorang batal adalah memasukkan sesuatu ke dalam rongga tubuh yang terbuka.


"Puasa menjadi batal karena memasukkan sesuatu yang telah tersebut ke dalam rongga dalam tubuh dengan syarat masuk ke dalamnya melalui rongga luar terbuka sebagaimana telah tetap. Dari sana tidak masalah serapan pori-pori atau lubang luar tubuh atas minyak, celak, dan sisa air basuhan. Dengan demikian puasa tidak batal karenanya sekalipun serapan itu sampai ke rongga dalam tubuh karena tidak melalui rongga luar terbuka. Ini termasuk domain ma'fu. Tidak ada kemakruhan perihal ini tetapi hanya khilaful aula," (Ibnu Hajar Al-Haitami, Minhajul Qawim, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah], hal. 246).


Hukum vaksinasi orang yang melakukan puasa juga pernah dibahas oleh Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) pada 9 April 2022 M. Dalam pembahasan tersebut, diputuskan bahwa suntik vaksin tidak membatalkan ibadah puasa. Alasannya adalah karena proses vaksinasi dilakukan dengan cara memasukkan cairan ke dalam kelenjar getah bening melalui lengan dengan bantuan alat suntik. 


Berdasarkan gambaran tersebut, suntik vaksin tidak memenuhi unsur yang membatalkan puasa karena lubang terbuka akibat suntikan tidak termasuk lubang tubuh alami, juga bukan lubang buatan yang kasatmata. 


Kutipan keterangan yang berasal dari pendapat Imam Nawawi dalam kitabnya Raudhatut Thalibin itu bisa dilihat dalam tulisan berjudul 'Apakah Vaksinasi Membatalkan Puasa?'


“Jika seseorang memasukkan obat ke bagian dalam daging betisnya, atau memasukkan pisau lalu pisau itu sampai pada sumsumnya, maka hal itu tidak batal puasanya karena hal itu bukan termasuk rongga tubuh.” (Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, [Riyadh: Daru ‘Alam al-Kutub: tt], juz II, hal. 222).


Meskipun masuk dalam kategori anggota tubuh bagian dalam, kelenjar getah bening tidak masuk dalam kategori rongga tubuh (jauf). Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa suntik vaksin di siang hari bulan Ramadhan tidak membatalkan puasa.


Kontributor: Ahmad Hanan
Editor: Syamsul Arifin