Nasional

Video Prank, Lembaga Dakwah PBNU: Unggah Konten di Medsos Harus Dipikir Manfaatnya

Rab, 6 Mei 2020 | 16:45 WIB

Video Prank, Lembaga Dakwah PBNU: Unggah Konten di Medsos Harus Dipikir Manfaatnya

Konten yang diunggah di media sosial harusnya tidak menyinggung, menyakiti, menghina, merendahkan, atau mengganggu kehormatan orang lain.

Jakarta, NU Online
Sekretaris Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) KH Bukhori Muslim menyampaikan bahwa dalam membuat unggahan harus terlebih dahulu dipikirkan betul-betul kebermanfaatannya.

"Seharusnya, ketika kita akan mengunggah apapun di medsos harus dipikir dahulu. Hanya mengunggah hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain," katanya pada Rabu (6/5).

Artinya, unggahan yang dibuat di medsos harusnya tidak menyinggung, menyakiti, menghina, merendahkan, atau mengganggu kehormatan orang lain.

"Sebagaimana kita senang dihormati dan dihargai orang lain, maka kita harus suka menghormati pihak lain," ujarnya.

Hal itu disampaikan mengingat beberapa hari lalu viral Youtuber membuat video prank memberikan makanan berisi sampah.

Kiai Bukhori menyampaikan bahwa media sosial adalah alat untuk berkomunikasi dengan pihak lain. Maka, penggunaannya pun haruslah bijak karena menyangkut hak dan kehormatan orang lain.

"Kita berkewajiban menjaga kehormatan diri sendiri dan pihak lain. Maka bermedsos tidak boleh seenak dan semau dia sendiri, harus memikirkan pihak lain," kata dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Oleh karena itu, Kiai Bukhori mengajak untuk menyibukkan diri dengan melakukan aktivitas yang bermanfaat. "Kita harus menahan diri dengan cara sibuklah dengan aktivitas lain yg bermanfaat sehingga tidak kosong sehingga suka berkomentar yang tidak bermanfaat," ujarnya.

Di samping itu, ia juga meminta agar menanamkan dalam hati bahwa tidak semua orang suka dan setuju dengan pendapat pribadi. 

Terakhir, Kiai Bukhori juga mengajak agar selalu memohon pertolongan kepada Allah agar dijauhkan dari hal-hal yang tidak bermanafaat, termasuk bekomentar dan mengunggah hal-hal yang negatif.

Sementara itu, Dosen Psikologi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta Rakimin mengatakan, dalam sejarahnya, prank identik dengan kegiatan lelucon yang ditujukan untuk membuat penontonnya merasa senang.

Namun, pada kenyataannya, hal tersebut bisa membuat korban merasa kaget, tidak nyaman, atau keheranan. “Inilah yang terjadi pada prankster dari kalangan remaja seperti Ferdian dan Hasan. Padahal lelucon yang dilakukan secara berlebihan, disertai kata-kata yang tidak baik atau merendahkan, dan tindakan yang merugikan korban, dapat digolongkan sebagai perilaku abusive (kekerasan),” kata Rakimin, Rabu (6/5). 

Menurutnya, korban prank yang kelewat batas akan mengalami hal-hal yang tidak mengenakkan, seperti ditertawakan oleh pelaku dan penonton, perlakuan yang dapat membahayakan fisik maupun psikis, dan perkataan negatif lainnya dari pelaku (prankster).

Selanjutnya, Rakimin menyampaikan bahwa rasa senang ketika melihat kesusahan orang lain, dalam batas normal, sebagai hal yang wajar. Sifat manusiawi tersebut dikenal dengan Schadenfreude, yaitu pengalaman kesenangan, kegembiraan, atau kepuasan diri saat menyaksikan masalah, kegagalan, atau penghinaan orang lain.

“Nah, perilaku Schadenfreude yang berlebihan, adalah satu indikasi dari kelainan emosi atau psikologis yang prankster derita. Sehingga tidak jarang, korban akan merasa marah, sedih, dihinakan, dikucilkan, dan berbagai lonjakan emosi lainnya,” tegas dia. 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Abdullah Alawi
Â