Nasional

Wamenag: Penduduk Indonesia Simbol dan Teladan Islam Moderat

Ahad, 26 Juli 2020 | 22:00 WIB

Wamenag: Penduduk Indonesia Simbol dan Teladan Islam Moderat

Wamenag RI, H Zainut Tauhid Sa'adi (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Wakil Menteri Agama (Wamenag) Republik Indonesia H Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, sebagai bagian terbesar penduduk negeri ini, umat Islam mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mempertahankan, menjaga, dan memajukan negara bangsa ini.

 

"Karena menjadi yang terbesar, maka tanggung jawabnya juga besar," ujarnya.

 

Hal itu disampaikan secara daring pada acara 'Silaturahim Ke-19 NU se-Dunia' yang digagas oleh Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Arab Saudi, Sabtu (25/7) malam.

 

Terlebih lagi, dirinya mengutarakan bahwa sebagai organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, bahkan dunia, NU bisa dikatakan menjadi cerminan bagi bangsa lain bagaimana bentuk dari Islam moderat.

 

“Sebagai ormas terbesar di Indonesia, bahkan di dunia, NU menjadi cermin bagi Islam yang wasathiyah, Islam yang ramah, Islam yang senantiasa mewarnai peta dunia untuk mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin. Tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia,” paparnya.

 

Disampaikan, ciri dari Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang dijadikan pedoman warga Nahdliyin di manapun berada adalah memiliki sikap tawasuth (moderat), tawazun (berimbang), tasamuh (toleran), dan i’tidal (konsisten).

 

“Keempatnya menjadi elemen dasar dari Islam wasathiyah yang selaras dengan prinsip moderasi beragama yang sampai kini terus dikampanyekan oleh Kementerian Agama (Kemenag, red),” ujarnya.

 

Dikatakan, moderasi beragama sejalan dengan nilai-nilai yang bersifat komprehensif dan kaffah yang memiliki tuntunan kebajikan yang bersifat universal (syumuliyah) dan meliputi seluruh aspek kehidupan (mutakammil).

 

“Hal-hal yang bersifat universal seperti nilai kebangsaan dan kemanusiaan,  sepanjang secara prinsip tidak bertentangan dengan ajaran islam, maka nilai-nilai tersebut dapat diterima,” bebernya.

 

“Di sisi lain kita sangat mafhum bahwa bangsa Indonesia sangatlah majemuk yang terdiri dari berbagai suku, ras, etnis, dan agama,” imbuhnya.

 

Menurutnya, kemajemukan tersebut juga terjadi pada umat Islam. Hal itu bisa dibuktikan dengan ikutnya umat Islam dalam berbagai organisasi kemasyarakatan dan kelembagaan Islam yang mana masing-masing memiliki karakteristik berbeda, baik dari sisi agenda dan pola gerakannya, serta paham keagamaannya.

 

“Oleh karena itu penting bagi umat Islam untuk senantiasa dengan penuh kesadaran menjaga hubungan persaudaraan yang rukun antar muslim (ukhuwah Islamiyah) dan antar sesama antar bangsa (ukhuwah wathaniyah),” tukasnya.

 

Untuk itu, dirinya mengajak kepada semuanya untuk menyikapi perbedaan yang ada dalam tubuh umat Islam dengan searif mungkin sehingga bisa terhindar dari perpecahan.

 

“Perbedaan antar umat Islam sedapat mungkin tidak sampai menimbulkan perpecahan. Sikap saling menghormati atas perbedaan harus dikedepankan dan tidak sampai merusak ikatan ukhuwah (persaudaraan) tersebut,” ungkapnya.

 

Dalam kesempatan itu, ia mengajak warga NU untuk turut serta dalam menyebarluaskan gagasan moderasi beragama yang tengah dicanangkan oleh Kemenag.

 

“Saya mengajak warga NU di manapun berada untuk ikut mendiseminasi gagasan moderasi beragama. Penduduk Indonesia adalah simbol dan teladan muslim yang ramah, bukan muslim yang suka marah. Muslim yang mengajak, bukan muslim yang suka mengejek. Muslim yang merangkul, bukan muslim suka memukul,” ajaknya. 

 

“Mesti terus diperkenalkan ke dunia karakter wasathiyah muslim Indonesia tentu tidak terlepas dari kedalaman para ulama-ulama kita, ulama nusantara yang mendakwahkan Islam kepada bangsa Indonesia,” tambahnya.

 

Di akhir, ia mengatakan bahwa ciri khas dari muslim Indonesia, khususnya warga NU adalah muslim yang suka bergotong royong, saling menolong (ta’awun), silaturahim, dan musyawarah dalam menyelesaikan konflik dan masalah.

 

“Kesemuanya itu turut menjadi kekuatan Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia dan layak menjadi standar baru dalam terminologi kehidupan dunia yang lebih baik dan beradab,” tutupnya.

 

Kontributor: Ahmad Hanan
Editor: Abdul Muiz