Nasional HAUL KE-52 KIAI WAHAB CHASBULLAH

Wapres KH Ma'ruf Ceritakan Kecerdasan Kiai Wahab saat Kekuasaan Presiden Soekarno Dianggap Tidak Sah

Sen, 16 Oktober 2023 | 21:30 WIB

Wapres KH Ma'ruf Ceritakan Kecerdasan Kiai Wahab saat Kekuasaan Presiden Soekarno Dianggap Tidak Sah

Wapres KH Ma'ruf Amin memberi sambutan dalam Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw dan Haul Akbar Ke-52 KH Abdul Wahab Chasbullah di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (15/10/2023). (Foto: Dok Panitia)

Jakarta, NU Online
Wakil Presiden Republik Indonesia KH Ma'ruf Amin mengatakan bahwa KH Abdul Wahab Chasbullah yang merupakan Pahlawan Nasional itu adalah seorang yang faqīhun (ahli fiqih), muharrikun (penggerak), munadzdzimun (organisatoris), dan mutawarri'un (bersikap hati-hati).


Hal itu disampaikan Wapres saat didaulat memberi sambutan dalam Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw dan Haul Akbar Ke-52 KH Abdul Wahab Chasbullah: 'Pahlawan Nasional, Inisiator, Pendiri dan Penggerak Nahdlatul Ulama' di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (15/10/2023).


"Artinya beliau itu seorang faqīh, seorang (yang) mengerti hukum Islam, bukan hanya masalah-masalah ibadah, tapi juga menyelesaikan persoalan bangsa dan negara," ucap Kiai Ma’ruf, di depan ribuan hadirin.

 

Alumnus Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, itu teringat ketika waktu itu terjadi kemelut bangsa ini, tepatnya ketika Bung Karno, sapaan akrab Presiden Soekarno, dipersoalkan keabsahannya karena tidak dipilih oleh rakyat.


"Ada yang mengatakan: ‘Bung Karno tidak sah sebagai Presiden Republik Indonesia.’ Kacau," kata Kiai Ma’ruf, mengawali cerita. 


Tapi Mbah Wahab dan kawan-kawannya menganggap: kalau Presiden tidak sah, Menteri Agama tidak sah. Kalau Menteri Agama tidak sah, Kepala KUA tidak sah. Kalau Kepala KUA tidak sah, menikahkan orang tidak sah. "Berarti anak Indonesia, anak haram semua. Bahaya apa tidak itu? Bahaya. Gimana itu. Nanti ada orang bercerai di pengadilan agama tidak sah, kawin laginya tidak sah lagi. Jadi semua ini anak zina semua di Indonesia ini," jelas Kiai Ma’ruf. 

 

Oleh karena itu, lanjutnya, Mbah Wahab dan para ulama pada waktu itu mencari landasan agar supaya Bung Karno harus sah di mata hukum. "Tapi tidak dipilih oleh rakyat? Maka harus diberi kekuasaan. Secara fiqihnya diberi tauliyah, namanya, karena beliau memiliki syarat itu. Maka ditetapkanlah Bung Karno sebagai Presiden yang sah, karena beliau adalah Waliyyul amri dharuri bi syaukah. Artinya, kalau sudah sah Bung Karno, Menteri Agamanya sah, KUA-nya sah, yang kawin sah, yang cerai sah, semua sah semua,” terang Kiai Ma’ruf. 


Menurut Kiai yang dikenal ahli ekonomi syariah itu, waliyyul amri berarti dia mempunyai kekuasaan. "Ada yang berkata: kalau waliyyul amri itu kan harus orangnya muttaqin, bertaqwa, tidak cukup syarat Bung Karno untuk menjadi waliyyul amri. Kata ulama: dlaruri, darurat. Kalau yang betul-betul enggak, karena itu darurat. Waliyyul amrin-ya darurat, karena ada kebutuhan. Pinter, kiai itu, begitu: kalau tidak cukup syarat, darurat," kata Kiai Ma’ruf.


Ketika ada yang protes: Bisysyaukah katanya dalam kitab tidak punya kekuasaan, mestinya dzu syaukatin? "Diubah oleh ulama, tidak dzu syaukatin, tapi bisy syaukah: ditopang oleh kekuatan. Sah lah, sah semuanya itu," imbuh Kiai kelahiran 11 Maret 1943 itu.


Menurut Kiai Ma’ruf, apa yang dilakukan Mbah Wahab dan para ulama NU itu namanya solusi keagamaan yang menjadi solusi kebangsaan dan kenegaraan, atau makhārij diniyyah menjadi makhārij wathaniyyah.


"Kalau enggak ngerti fiqih, enggak bisa itu, enggak ngerti fiqih kok. Karena itu, yang ngerti fiqih itu, itu yang ahli fiqih, yang faqīhun. Karena itu beliau (Mbah Wahab) adalah faqīh, sehingga bisa menyelesaikan soal-soal yang ruwet saja dengan fiqih, bisa diselesaikan,” terang Kiai Ma’ruf.