Nasional

Wujudkan Ketahanan Pangan dan Kelestarian Alam, Antisipasi Krisis di Tengah Pandemi

Jum, 16 Oktober 2020 | 03:00 WIB

Wujudkan Ketahanan Pangan dan Kelestarian Alam, Antisipasi Krisis di Tengah Pandemi

Seorang petani sedang memeriksa tanamannya. (Foto: BRG)

Jakarta, NU Online

​​​​​​Krisis pangan di Indonesia berpotensi terjadi di tengah Pandemi Covid-19. Seluruh pihak mulai bergerak untuk menentukan langkah-langkah kongkrit terkait antisipasi krisis pangan tersebut. Covid-19 di beberapa tempat di Indonesia telah menyadarkan warga untuk kembali bercocok tanam terutama mereka yang berada di daerah gambut. 

 

Tak ketinggalan pemerintah pun merencanakan pembukaan lahan persawahan baru dengan ekstensifikasi pada 900 ribu hektar lahan gambut di Kalimantan Tengah. Upaya ini bagian dari antisipasi terjadinya krisis pangan di tengah Pandemi Covid-19. 

 

Berdasarkan analisis Food and Agriculture Organization (FAO), potensi pangan dunia akibat wabah Covid-19 kemungkinan terjadi. Atas masalah itu, FAO merekomendasikan agar setiap negara melakukan langkah-langkah antisipasinya. Sebab menurut FAO tidak ada negara yang kebal terhadap krisis pangan. 

 

Meski begitu, pembukaan lahan pangan yang ramah lingkungan tetap dibutuhkan agar kelestarian alam terus memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat. Pangan merupakan penjamin kehidupan, sedangkan lingkungan merupakan penjamin keberlanjutan pembangunan. 

 

Penyelamatan ketahanan pangan dan jaminan keberlanjutan lingkungan (ekologis) merupakan dua hal yang harus dihadirkan bersama. Dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, tantangan semakin berat dalam menghadirkan keduanya sekaligus.

 

Sebagai kelompok yang telah berkomitmen tinggi terhadap terwujudnya kelestarian lingkungan dan ketahanan pangan dunia NU Online menjawabnya dalam Diskusi Daring Hari Pangan Sedunia bertajuk ‘Mengantisipasi Krisis Pangan di Tengah Pandemi’ yang diselenggarakannya bersama Badan Restorasia Gambut (BRG) RI, Jumat (16/10).  BRG merupakan lembaga pemerintah yang memiliki tugas memulihkan ekosistem gambut melalui kegiatan revitalisasi pertanian. 

 

Hadir pada kesempatan ini, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga Guru Besar Sosial Ekonomi Industri Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof KH M Maksum Machfoedz. Lalu Deputi Bidang Edukasi Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG RI, Myrna Asnawati Safitri dan Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian RI Kuntoro Boga Andri. 


Pemimpin Redaksi NU Online, Achmad Mukafi Niam, mengatakan, kegiatan Diskusi Daring oleh NU Online dan BRG semata untuk mengisi agenda Hari Pangan Sedunia yang diperingati setiap tahun pada tanggal 16 Oktober. Hari pangan ditetapkan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui negara-negara anggota FAO pada konferensi umum ke-20 bulan November 1979. Pada momentum ini dunia didorong meningkatkan kepeduliannya terhadap masalah kemiskinan dan kelaparan.

 

Menurut dia, komitmen NU untuk mewujudkan ketersediaan pangan tidak bisa diragukan. Nandlatul Ulama melalui para petaninya jelas telah berkontribusi penuh terhadap ketersediaan pangan negara. Warga NU yang mencapai 90 juta lebih di Indonesia didominasi oleh para petani yang setiap hari bekerja di ladang atau sawah. Karena itu diskusi kali ini erat kaitannya dengan keinginan NU untuk memperkuat ketahanan pangan negara. 

 

“Muassis NU KH Hasyim Asy’ari pernah mengatakan bahwa, petani adalah gudang kekayaan, dan daripadanya itulah negeri mengeluarkan belanja bagi sekalian keperluan. Menurut Kiai Hasyim, pak Tani itulah penolong negeri,” kata Mukafi Niam. 

 

Intinya, bagi NU menghidupkan kegiatan pertanian tak hanya untuk kepentingan para petani semata melainkan agar alam bumi di dunia ini tidak rusak akibat ulah manusia. Anjuran menjaga lingkungan sebagai komitmen NU berdasarkan apa yang disampaikan oleh sabda Nabi Muhammad SAW. 

 

“Barang siapa menghidupkan tanah yang mati, maka baginya pahala. Apa yang dimakan oleh binatang darinya, maka itu baginya pahala sedekah,” kata Nabi Muhammad dalam satu hadits riwayat An-Nasai, Ibnu Hibban, dan Ahmad. 

 

Sementara itu, Deputi Bidang Edukasi Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG RI, Myrna Asnawati Safitri, mengatakan, penataan ulang pengelolaan ekosistem gambut secara berkelanjutan oleh BRG telah mengembangkan lahan-lahan gambut yang semula terbengkalai menjadi lahan pertanian yang produktif. Disana BRG melibatkan masyarakat di perdesaan gambut untuk berpartisipasi merubah lahan gambut menjadi lahan yang bisa ditanami tanaman pangan. 

 

Di ratusan hektar lahan gambut yang rusak, BRG memulihkan lahan gambut melalui pembudidayaan tanaman perkebunan dan tanaman pangan. Tujuan menanam jenis tanaman yang ramah lingkungan tersebut tak lain agar dapat terlibat mewujudkan ketahanan pangan nasional. 

 

“Jadi kesimpulannya potensi pengembangan lahan-lahan gambut itu sangat potensial, cuma harus mempertimbangkan aspek kelestarian gambut itu sendiri dengan praktek kelestarian yang baik,” katanya. 

 

Selanjutnya, untuk mewujudkan ketahanan pangan tersebut BRG terus memperkenalkan pertanian pangan ramah gambut kepada para petani. Petani diminta memanfaatkan pekarangan untuk budidaya pangan yang selama ini dinilai kurang optimal. Terkait hal ini, BRG meyakini ketahanan pangan hanya dapat dimulai dari tingkat rumah tangga, sebelum akhirnya dilakukan pada kelompok masyarakat, kelompok desa dan tingkatan yang lebih luas lagi. 

 

Karena itu BRG memastikan tanaman pangan tersebut mencukupi kebutuhan rumah tangga para patani. Barulah mereka didorong untuk ikut terlibat menyuplai kebutuhan pangan penduduk desa atau penduduk desa lain yang tingkatannya lebih luas.

 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan