Opini

Banjir Tanpa Ansor dan Banser

Kam, 2 Januari 2020 | 06:00 WIB

Banjir Tanpa Ansor dan Banser

Banser Jakarta Barat membantu warga terdampak banjir

Oleh Gatot Arifianto
 
Awal Januari 2020 kelabu. Jalan dan ribuan rumah terendam banjir. Cuaca dingin. Tapi beda dengan media sosial (terutama Twitter), warga +62 terasa panas kendati air mengepung DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten dan beberapa daerah di Jawa Timur.
 
Sejumlah cuitan mempertanyakan keberadaan Ansor dan badan semi otonomnya, Banser. Yang barangkali menurut perkiraan mereka, Banser ikut terendam seperti rumah-rumah terdampak banjir, atau kendaraan-kendaraan yang dihempas amuk air. Dan seperti kebiasaan yang tak asing, sebagian cuitan tersebut menyertakan beberapa jenis binatang. Jika disuarakan barangkali selantang pelaku persekusi anggota Banser Depok beberapa waktu lalu.
 
Keep calm, tumandang (bergerak), bukan sekedar kumandang (bersuara). Rabu 1 Januari 2020, sejumlah kader PW GP Ansor DKI Jakarta sejak pagi hingga malam bergerak. Sekretaris Wilayah, Dendi Z Finza turun bersama sejumlah kader kebeberapa titik terdampak bencana.
 
PC GP Ansor Jakarta Barat pun membuka posko bantuan banjir di empat lokasi, Kalideres, Cengkareng, Grogol Petamburan dan Kebon Jeruk. Ketua PC GP Ansor Jakbar Alfanny menyebut, prioritas dibutuhkan warga adalah makanan cepat saji seperti nasi bungkus, roti, obat-obatan, tikar untuk tidur dan lain-lain. "Bersinergi membantu korban banjir ialah pilihan," ujar dia.
 
Adapun di Rawa Terate, Kramayuda, Cakung, Jakarta Timur, Banser, polisi dan warga bergotong royong menyiapkan dapur umum. Kader inti GP Ansor setempat berpartisipasi aktif membantu pengungsi korban banjir.
 
Kemudian di Provinsi Jawa Barat, tepatnya di Gunung Putri, Kabupaten Bogor yang juga terdampak banjir, beredar video, dua Banser menurunkan bayi dari lantai satu sebuah rumah. 
 
Lantas di Perumahan Citra Mulya Raya, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Banser turun tangan menjadi relawan, membantu warga terdampak banjir dipimpin Ketua PAC Ansor Cileungsi, Angga Gunaefi dan Kasatkoryon Banser Enjay Jayadi.
 
Beriman Ingat Firman
 
Ada pro dan kontra. Ada suka dan sebaliknya. Banjir menjadi media menghujat dan pembelaan terhadap tokoh politik yang dicintai masing-masing pihak. Tapi apakah hidup hanya untuk baper (bawa perasaan) atas hal wajar tapi receh itu? Banjir tak akan rampung dengan sekedar kumandang.
 
Teriakan azab, harapan pesimis negatif berkali-kali yang dilandasi ketidaksukaan terhadap seseorang hingga kepentingan politik pragmatis dengan sendirinya mendegradasi Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
 
Penyelesaian banjir membutuhkan nalar dan tumandang, sinergi semua pihak, apapun agamanya. Agama dengan perbedaan yang ada, mempunyai beberapa titik temu, mengajarkan kebaikan. Baik terhadap sesama atau lingkungan hidup. Tapi siapa peduli?
 
Satu sebab banjir ialah penistaan agama dalam perilaku! Apa itu? Masih membuang bekas botol minuman hingga bungkus makanan ringan dari jendela mobil? Masih membuang sampah dari plastik sampai kasur kesungai?
 
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS: Ar Rum 41).
 
Berapa tahun sudah kita mengingkari firman Allah itu? Intropeksi adalah niscaya. Beriman jangan melupakan firman.
 
Jika ribuan atau jutaan orang tersinggung dengan memilih siapa akan disudutkan dengan tembakan penistaan agama dalam pernyataan, seharusnya pula ada ketersinggungan atas kebiasaan membuang sampah sembarangan. Lantas bertebaran pamflet, himbauan aksi massa di beberapa kota, berjilid-jilid atas penistaan agama dalam perilaku. Ada? Mayoritas harus mengayomi sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW. Kebiasaan jualan ayat dan hadist tapi buruk muka cermin dibelah harus dihentikan.
 
Bangsa Bermasyarakat Dewasa

Ada dua kekuatan berbahaya. Pertama kebodohan, kedua oportunis. Yang pertama jelas menjadi pihak dimanfaatkan, yang kedua tentu cari celah demi keuntungan pribadi. Problematika bangsa kita sepertinya tak lepas dari dua hal tersebut. 
 
Karena itu, dibutuhkan kedewasaan. Dewasakah kita sebagai bangsa jika banjir melulu jadi ajang saling menyalahkan? Banjir adalah persoalan kemanusiaan. Pemerintah pusat dan daerah sebagai pemegang penuh penggunaan anggaran wajib melakukan langkah-langkah strategis, kajian dan referensi penanggulangan banjir sebagai landasan mengambil kebijakan. Mengandeng pihak yang siap dan mau bekerjasama adalah pilihan. Tak perlu merasa bisa menangani problematika massa tanpa sinergi.
 
Mitigasi untuk mengurangi risiko bencana, baik bencana alam alias natural disaster maupun bencana ulah manusia alias man-made disaster, sehingga jumlah korban dan kerugian bisa diperkecil, mutlak dilakukan.
 
Potensi di masyarakat yang ada meski dirangkul, ditumbuhkan. Pemahaman lingkungan hidup sebagai bagian vital masa depan meski diajarkan dan dipraktikkan di sekolah-sekolah.
 
Bagi Ansor dan Banser, puncak tertinggi berkidmah di organisasi ialah pengabdian kepada masyarakat. Amanat tersebut disampaikan Ketua Umum PP GP Ansor Gus Yaqut, saat diskusi menjelang puncak Kirab Satu Negeri di Yogyakarta.
 
Menjawab persoalan banjir di Kelurahan Jurang Mangu Barat, Serpong Utara, Kelurahan Serua Ciputat, Kelurahan Cirendeu Ciputat Timur, Bintaro, dan di Serpong, Banten,  PAC Ansor Serpong Utara dipimpin Nuriyanih menurunkan kader untuk bersinergi dengan aparat setempat. Melaksanakan Nawa Prasetya Banser keenam: Peduli nasib umat manusia tanpa memandang suku, agama, ras dan golongan.
 
Selaras pula dengan firman Allah SWT: Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Baqarah: 195).
 
"Wajib untuk tolong menolong dalam kebaikan," ujar Ketua PC GP Ansor Tangerang Selatan Ahmad Fauzi Attingsily menambahkan.
 
Selaras dengan GP Ansor Way Tuba, Way Kanan dengan Banser Husada Lampung berkomitmen melakukan pendampingan masyarakat di bidang kesehatan dan kebersihan lingkungan hidup. Sepanjang 2019, 9.000 lebih masyarakat di Pringsewu, Lampung Barat, Lampung Selatan, Tulang Bawang Barat, Tanggamus dan Way Kanan menerima manfaat harakah kader Ansor.
 
"Kami kontinu menggelar bakti sosial penyembuhan alternatif penyakit medis nonmedis Aji Tapak Sesontengan atau ATS. Gratis. Tanpa modus jual obat. Masyarakat yang ingin menyembuhkan penyakitnya cukup membawa sampah anorganik," ujar Ketua PAC  GP Ansor Way Tuba, Agung Rahadi Hidayat.
 
Program SehATS dengan sedekah sampah itu berjalan mulai 2019. Bermula dari Kampung Say Umpu, kemudian bertambah ke Kampung Karya Jaya.
 
Agung menyebut, Perilaku Hidup Bersih (PHBS) ialah satu jalan meningkatkan derajat kesehatan selain mencegah kerusakan lingkungan.
 
Banjir adalah persoalan kemanusiaan. Wajib bagi kader melaksanakan intruksi Gus Yaqut tersebut di atas. Karena itu, Banjir tanpa Ansor dan Banser turun tangan adalah halusinasi sekelompok anak muda yang ingin dipuji dan merasa paling terdepan.
 
Omong kosong sekaligus nonsens mereka itu, telah dijawab  Ansor dan Banser dengan tumandang, harakah di sejumlah wilayah terdampak banjir, bersinergi mendirikan crisis center, dapur umum, hingga menyalurkan bantuan makanan dan minuman.
 
Penulis adalah Gusdurian, Sontenger, dan Banser.