Opini

Banser dan Pesta Pora Akun Bodong

Sen, 26 Agustus 2019 | 07:33 WIB

Banser dan Pesta Pora Akun Bodong

Barisan Ansor Serba Guna (Banser).

Oleh Abdullah Alawi

Tahun lalu, Barisan Ansor Serbaguna atau Banser menjadi perbincangan hangat karena insiden pembakaran bendera yang mirip lambang organisasi yang dilarang pemerintah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Kejadian di sebuah kecamatan kabupaten Garut itu menjadi isu nasional berhari-hari.
 
Semua orang yang tidak suka Banser dan NU, turun ke gelanggang, melalui media sosial dengan segala macam sumpah serapah. Namun, tak sedikit pula yang membela Banser melalui media yang sama. Perang tagar pun tak bisa dihindarkan.  

Malam tadi, Ahad 25 Agustus, kembali Banser trending topic di Twitter dengan tagar #BubarkanBanser. Sang kreator tagar tersebut seolah ingin puas, sehingga menggunakan huruf-huruf kapital agar orang yang baru bangun tidur pun awas melihatnya. Tagar tersebut hingga pagi berikutnya, saat penulis terakhir kali melihatnya, ada ratusan ribu yang berpartisipasi. 

Namun, menurut penulis, ada beberapa perbedaan dengan trending topic tahun lalu. Banser yang diserang melalui tagar bermula dari insiden yang dilakukan anggota Banser sendiri. Kali ini Banser diserang akibat ulah anggota organisasi lain yang melakukan penyerangan terhadap Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya. Banser yang menjaga asrama tersebut justru ketiban getahnya. 

Kedua, kejadian tahun lalu perbincangan di media sosial melibatkan partisipasi orang-orang yang termakan disinformasi yang dilakukan akun-akun bodong. Saat ini modelnya serupa, tapi karena basis kasusnya tidak terlalu jelas, tidak terlalu menyedot perhatian masyarakat. Jadi kali adalah momentumnya masyarakat akun bodong.  

Untuk kasus tuntutan rakyat Papua, saya mencari tahu, apa penyebabnya sampai tagar itu menjadi viral, dan konon trending topic dunia. Saya pun mencari tahu dengan membuka akun-akun yang menulis tagar itu. Ternyata bermula dari berita media daring yang menulis tujuh tuntutan warga Papua dengan narasumber seorang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Papua Yorrys Raweyai.  

Saya kemudian menulis nama tersebut di Google, maka ketemulah berita-berita terbaru yang terkait dia. Pertama, yang dimuat Tempo.co dengan judul Tuntutan Pembubaran Banser NU, Yorrys Raweyai Jelaskan Detilnya. Ketika membuka berita tersebut, saya tak mendapatkan penjelasan apa pun kenapa Banser harus dibubarkan. Bahkan, di teks berita yang menjadi populer nomor satu di media tersebut, di paragraf terakhir, Banser disebut tidak terlibat dengan pengepungan asrama mahasiswa di Surabaya. 

Kedua, saya baca beritar di Liputan6.com yang berjudul Masyarakat Sorong dan Manokwari Minta 7 Tuntutan Ini ke Pemerintah. Di dalam berita tersebut, pada poin ketiga, ada tuntutan agar Banser dibubarkan. Namun, kembali saya tidak mendapatkan penjelasan apa pun terkait permintaan tersebut.

Belakangan, ketika tagar itu melambung tinggi, media daring cnnindonesia.com mengunggah tentang bantahan Yorrys Raweyai dengan judul: Yorrys Raweyai Bantah Terkait Tuntutan Pembubaran Banser. Saya kutip bantahan dia sebagai berikut: 

"Bukan saya. Itu tertulis, saya enggak tahu. Saya tadi ditelepon juga. Itu kan ada sumber berita siapa tuh yang kirim-kirim, saya juga terima," ucap Yorris kepada CNNIndonesia.com, Minggu (25/8).

Lanjutan berita tersebut adalah, Yoris mengatakan dirinya mendapat selebaran mengenai tujuh poin tuntutan masyarakat Sorong. Kendati begitu, ia mengaku tidak mengetahui secara pasti siapa sumber yang menulis dan mengirim selebaran tersebut.

Berita ini sebetulnya memperkuat isi berita Tempo.co yang di paragraf awal pun berisi penjelasan bahwa permintaan membubarkan Banser NU bukan dari dirinya, tapi dari rakyat Sorong. Namun, lagi-lagi saya tak mendapatkan penjelasan kenapa rakyat Sorong menuntut pembubaran Banser.      

Pertanyaannya sekarang, kenapa tuntutan yang tidak begitu jelas tersebut begitu ramai dirayakan di Twitter? Adakah dari ribuan pengguna akun tersebut, secuil pintu untuk membuka dan mempertanyakan kembali kebenaran berita tersebut?  Tidak mungkin karena mereka robot. Jadi, tagar itu pesta poranya akun robot. 

Saya jadi ingat Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Deni Ahmad Haidar, ketika bertemu tahun lalu. Menurut dia, saat ini pamor Banser layaknya selebritis yang selalu diperhatikan gerak-geriknya. Tentu saja yang memperhatikan menandakan dua hal, yakni cinta dan benci. Kalau cinta, ketika ada anggota Banser berprestasi, misalnya, turut senang atau bangga dan mengabarkan kepada yang lain. Tapi, kalau ada anggota Banser keliru, dia mengingatkan.

Sebaliknya, kalangan yang membenci, saat mendengar Banser berprestasi atau melakukan kebaikan, ia mencibir atau diam. Namun, ketika mendengar melakukan sesuatu yang dianggapnya keliru, menjadi makanan empuk untuk menghakimi beramai-ramai.

Setahu saya, Banser tidak pernah menyatakan diri sebagai organisasi malaikat. Sebagaimana umumnya organisasi lain, tentu angota dan pengurusnya punya kekurangan dan kesalahan. Sesuatu yang dianggap keliru pun, seharusnya bukan menjadi ajang untuk saling menjatuhkan dan bully, tapi saling memperbaiki diri dengan mengedepankan tabayun.

Nah, ini mereka mem-bully Banser terkait Papua dengan dasar yang belum jelas. Padahal jika dicari akar masalah yang terdekat ini, yakni pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Banser sama sekali tidak terlibat. 

Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, sebagaaimana dilansir NU Online, menyatakan ada upaya mengadu domba antara Banser dengan rakyat Papua. Namun, ia yakin upaya itu akan sia-sia karena Banser dan rakyat Papua selama ini selalu bersahabat. Buktinya, ketika ormas lain mengepung asrama Papua, Banser menjaganya.
 
 
Penulis adalah Redaktur NU Online