Opini

CEDAW dan Implikasinya terhadap UU Perkawinan di Indonesia

Jum, 11 Januari 2019 | 11:00 WIB

CEDAW dan Implikasinya terhadap UU Perkawinan di Indonesia

Ilustrasi (getty images)

Oleh Muhammad Syamsudin

Berbicara tentang hukum perkawinan di Indonesia, tidak bisa meninggalkan sejarah bagaimana hukum perkawinan tersebut diundangkan. Dan jika berbicara tentang hukum perkawinan dalam kapasitas sebagai negara, maka tidak bisa meninggalkan sejarah mengapa di dalam pasal sebuah undang-undang lahir bunyi tertentu pembatasan usia. Dan semua itu akar masalahnya adalah di CEDAW. Apa itu CEDAW?

CEDAW (Convetion on The Ellimination of All Forms of Descrimination Againts Women) merupakan sebuah konvensi internasional yang berisikan perjanjian pengurangan segala bentuk tindakan diskriminasi terhadap kaum perempuan yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). CEDAW dibentuk sejak tahun 1946 oleh sidang Komisi PBB tentang Status Perempuan dan disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1979. 

Pada tanggal 3 September 1981, CEDAW mulai diberlakukan ke semua negara dalam bentuk hasil perjanjian internasional (konvensi). Karena Indonesia adalah termasuk salah satu negara peserta PBB, maka pada tahun 1984, Indonesia meratifikasi CEDAW dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 dan disahkan pada tanggal 24 Juli 1984. Di dalam undang-undang ini, Indonesia melalui Pasal 29 ayat 1 tidak mengadopsi CEDAW sehingga dunia internasional menganggap Indonesia telah menolak penyelesaian kasus arbitrase yang menyangkut dunia internasional lewat Pengadilan Arbitrase Internasional.

Apa imbasnya terhadap negara? Ada banyak sekali tentunya. Namun sebelum kita berbicara lebih jauh tentang masalah dampak internasional CEDAW terhadap Indonesia, terlebih dahulu kita perlu mengetahui gambaran isi dari CEDAW ini. 

Penting diketahui bahwa di dalam Pasal 5 CEDAW terdapat nota yang berisi kewajiban atas setiap negara yang menjadi anggota PBB. Isi dari nota tersebut adalah wajib bagi setiap negara untuk menghilangkan sikap dan perilaku diskriminatif, khususnya dalam keluarga, mencakup kepemimpinan keluarga, konsep keluarga, hadhanah (pengasuhan anak) dan diskriminasi dalam budaya dan sosial yang dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM). 

Ditilik dari sejarah, CEDAW ini lahir sebagai respons terhadap gerakan feminisme internasional yang marak di Barat saat itu yang membawakan tema kesetaraan gender. Karena lahir dalam bentuk konvensi internasional, tentu CEDAW memiliki arti penting dan peran strategis ke semua negara anggota PBB, termasuk Indonesia. Arti penting dan peran strategis ini dapat berakibat ke negara yang tidak mengindahkan CEDAW, maka akan dikenai sanksi oleh dunia internasional lewat PBB. 

Bagaimana gambaran umum peran strategis tersebut, berikut ini penulis kutipkan beberapa di antaranya dari sebuah buku karya Quratul Ainiyah, yang berjudul Keadilan Gender dalam Islam: Konvensi PBB dalam Perspektif Madzhab Shafii. 

Di antara peran strategis CEDAW terhadap gerakan feminisme di suatu negara terhadap negara dapat diklasifikasi sebagai berikut:

1. Menekan pemerintah agar lebih sensitif dalam hukum dan kebijakan yang menyangkut gender

2. Menagih responsibilitas pemerintah atas komitmen yang turut mereka sepakati dalam CEDAW

3. Menjadi landasan yang sah dalam penetapan aturan-aturan baru, mencakup semua jenis peraturan yang berlaku di negara tersebut

4. Sebagai kerangka dasar perlindungan hak asasi manusia khususnya terhadap kaum perempuan melebihi apa yang diperbolehkan dalam budaya atau sistem hukum mereka sendiri.

5. Sebagai legitimasi atas sahnya kampanye yang menentang segala bentuk pelanggaran dengan atas nama budaya maupun agama terhadap hak asasi kaum perempuan 

6. Sebagai jembatan bagi aktifitas perempuan untuk menuju ke komunitas hak asasi manusia yang lebih luas dan global terkait dengan upaya memberikan advokasi dan perlindungan hukum

7. Sebagai pedoman umum lintas negara dan bangsa demi perkembangan strategi dan pertukaran pengalaman dengan memakai bahasa dan pemahaman yang sama tentang konvensi nasional

8. Menawarkan jalur advokasi ke badan-badan hukum internasional dan prosedur mengajukan petisi

9. Sebagai tolok ukur untuk menilai kinerja pemerintah dalam menegakkan supremasi hukum yang berkaitan dengan hak asasi kaum perempuan

Terkait dengan pengaruh CEDAW terhadap hukum keluarga di Indonesia, di dalam CEDAW Pasal 16 terdapat penjelasan hak laki-laki dan perempuan dalam pernikahan. Isi dari pasal ini menyebutkan kewajiban yang bersifat mengikat terhadap semua negara untuk menghapus bentuk diskriminasi terhadap perempuan dalam semua urusan yang berhubungan dengan perkawinan dan hubungan keluarga atas nama kesetaraan gender. Jaminan hukum berlaku atas beberapa pokok obyek hukum, antara lain:

1. Hak yang sama dalam memasuki usia perkawinan

2. Hak yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk memasuki jenjang pernikahan hanya dengan persetujuan yang bebas dan sepenuhnya

3. Hak dan tanggung jawab yang sama selama perkawinan dan pada pemutusan perkawinan

4. Hak dan tanggung jawab yang sama sebagai orang tua, terlepas dari status pernikahannya, sehingga anak merupakan yang paling diutamakan.

5. Hak yang sama untuk menentukan secara bebas dan bertanggungjawab terhadap jumlah dan jarak kelahiran anak-anak mereka serta memperoleh penerangan pendidikan dan sarana-sarana untuk memungkinkan mereka menggunakan hak-hak ini

6. Hak dan tanggung jawab yang sama berkenaan dengan perwalian, pemeliharaan, pengawasan dan pengangkatan anak atau lembaga sejenis di mana konsep-konsep ini ada di dalam perundang-undangan nasional dalam semua kasus kepentingan anak-anaklah yang wajib diutamakan

7. Hak dan tanggung jawab yang sama sebagai suami-isteri termasuk hak untuk memilih nama keluarga, profesi dan jabatan

8. Hak yang sama untuk kedua suami isteri bertalian dengan pemilihan, perolehan, pengelolaan, administrasi, penikmatan dan memindahtangankan harta benda, baik secara cuma-cuma maupun dengan penggantian uang

Walhasil, pengaruh disahkannya CEDAW terhadap hukum keluarga dan perkawinan di Indonesia adalah, undang-undang atau peraturan apapun yang berkaitan dengan persoalan negara, tidak boleh mengabaikan isi konvensi internasional CEDAW ini. Dengan demikian, setiap penyusunan peraturan, tidak boleh keluar dari wacana strategis yang sudah disepakati secara internasional. Kenekadan untuk tidak mengadopsi CEDAW di dalam peraturan dan perundangan, dapat berakibat sanksi bagi negara. Wallahu a’lam bish shawab.


Penulis adalah Pengasuh PP Hasan Jufri Putri P. Bawean dan saat ini menjabat sebagai Wakil Sekretaris Bidang Maudlu’iyah LBM PWNU Jatim