Opini

Hari Anak Sedunia: Covid-19 dan Nasib Penerus Peradaban

Jum, 20 November 2020 | 02:45 WIB

Hari Anak Sedunia: Covid-19 dan Nasib Penerus Peradaban

Untuk melindungi anak-anak, organisasi dan lembaga yang menangani persoalan anak juga banyak yang didirikan.

Oleh: Muhammad Faizin


Mungkin banyak yang belum tahu jika, 20 November merupakan tanggal spesial bagi para anak-anak di seluruh dunia. Pada hari ini, diperingati Hari Anak Sedunia (World Children's Day) untuk mempromosikan kesejahteraan anak-anak di seluruh dunia. Momen penting ini juga dirayakan untuk menghargai serta menghormati hak-hak yang harus diterima oleh setiap anak di dunia.

 

Ternyata bukan hanya pada tanggal tersebut perhatian kepada anak diperingati. Tercatat juga ada peringatan Hari Anak Internasional yang diperingati setiap tanggal 1 Juni. Khusus di Indonesia, ada Hari Anak Nasional yang diperingati setiap 23 Juli.

 

Perhatian ini bisa menjadi pertanda bahwa anak-anak memang sangat spesial bagi siapa pun. Anaklah yang menjadi harapan orang tua untuk menjadi penerus keturunan. Lebih dari itu, dari anaklah akan terbentuk peradaban masa depan.

 

Untuk melindungi anak-anak, organisasi dan lembaga yang menangani persoalan anak juga banyak didirikan. Bukan hanya di setiap negara, Perserikatan Bangsa-Bangsa pun memiliki United Nations Children's Fund (Unicef) sebagai lembaga PBB yang menangani anak-anak.

 

Namun, permasalahan terkait anak bukan hanya menjadi tanggung jawab organisasi-organisasi tersebut. Semua individu di dunia ini wajib menyadari tanggung jawabnya untuk memenuhi hak-hak anak sehingga mampu hidup normal baik secara material maupun spiritual.

 

Apalagi dalam situasi pandemi Covid-19 yang sudah hampir satu tahun terus melanda berbagai dunia dan berpengaruh besar terhadap tumbuh kembang para generasi penerus peradaban ini. Maka tak heran jika Hari Anak Sedunia pada tahun 2020 mengangkat tema besar a day to reimagine a better future for every child. Sebuah harapan untuk memberikan jaminan masa depan yang baik untuk anak di seluruh dunia. 

 

Kita tidak bisa menutup mata jika pandemi ini telah melemahkan berbagai sektor. Lemahnya sektor yang terdampak juga akan sangat mempengaruhi perkembangan fisik dan karakter anak-anak saat ini. Masa depan seluruh generasi pun menjadi taruhan dan terancam.

 

Dampak dari lemahnya sektor pendidikan mengakibatkan anak-anak terancam tidak mendapatkan fasilitas dan layanan pendidikan dengan baik. Walaupun metode daring menjadi solusi untuk pendidikan kognitif (otak), namun sisi afektif (kejiwaan), efektivitas metode daring dipertanyakan dan perlu dikaji ulang. Jika ini terus berlangsung, sangat besar kemungkinan akan muncul lost generation (generasi yang hilang) di masa mendatang.

 

Antisipasi ‘Lost Generation’
Hal ini sudah disadari oleh Unicef melalui rilis laporannya jelang Hari Anak Sedunia dengan judul Averting a Lost Covid Generation. Dalam laporan ini diterangkan secara detail berbagai konsekuensi yang mengerikan bagi anak-anak jika pandemi ini terus berlarut. 

 

Walau secara kesehatan tingkat kesembuhan anak-anak yang terinfeksi Covid-19 termasuk tinggi, namun dalam jangka panjang, lemahnya pendidikan, gizi, dan kesejahteraan seluruh generasi anak-anak dan remaja dapat mengubah hidup mereka. 

 

Dalam laporan tersebut bisa diamati fakta dan dampak-dampak pandemi Covid-19 yang telah berpengaruh pada anak-anak selama ini. Di antaranya adalah 572 juta siswa di dunia yang terdampak akibat penutupan sekolah di 30 negara. Terjadi juga penurunan layanan kesehatan terhadap anak-anak sebesar 10 persen. Hal ini disebabkan karena rasa takut masyarakat akan penularan atau terinfeksi Covid-19.

 

Akibat Covid-19, pelayanan pemberian gizi untuk perempuan dan anak di 135 negara juga mengalami penurunan sebesar 40 persen. Anak-anak terlewatkan dalam mendapatkan manfaat perlindungan jiwa dari program suplementasi vitamin dan asupan gizi yang disediakan sekolahnya.

 

Anak-anak juga semakin kurang mendapatkan perhatian orang tua berdasarkan data dari 65 negara yang menyebut penurunan home visit (pulang kampung) dari para pekerja sosial. Kondisi ini secara global berpengaruh pada naiknya jumlah anak yang hidup dalam kemiskinan tanpa ada layanan  pendidikan, kesehatan, perumahan, dan layanan lain yang seharusnya di dapat oleh para anak dalam keadaan normal.

 

Ditengah pandemi ini, semua elemen khususnya orang tua dan pemerintah harus tahu dan berusaha mewujudkan pemenuhan kebutuhan anak yang juga diserukan Unicef. Dalam seruannya Unicef mengingatkan semua untuk memastikan semua anak belajar, termasuk dengan menutup kesenjangan digital. 

 

Anak-anak juga harus dijamin akses ke layanan kesehatan, gizi, dan membuat vaksin terjangkau dan tersedia untuk setiap anak. Perlindungan kesehatan mental anak-anak dan remaja harus diperkuat dengan mengakhiri tindak pelecehan, kekerasan berbasis gender, dan penelantaran di masa kanak-kanak. 

 

Anak-anak harus mendapat fasilitas dan akses ke air bersih, sanitasi dengan senantiasa mengatasi degradasi lingkungan dan perubahan iklim. Usaha menghentikan kemiskinan, konflik, bencana dan pengungsian juga diserukan untuk melindungi anak-anak.

 

Ikhtiar bumi sudah dilakukan, saatnya ikhtiar langit dipanjatkan. Pandemi Covid-19 nyata adanya dan menjadi sunnatullah yang tidak bisa dihindari. Sebagai insan beragama ikhtiar dan tawakal harus tetap dilakukan. Mari tanamkan kesadaran kepada anak-anak di situasi sulit ini untuk bersama-sama menghadapi dan melewati pandemi dengan baik. Jangan sampai peradaban dunia di masa mendatang juga ikut 'terinveksi' oleh Covid-19.

 

Penulis adalah Guru di MAN 1 Pringsewu, Lampung.