Opini

Inovasi Metode Pembelajaran, Panduan Mendidik bagi Para Guru

Kam, 24 November 2022 | 08:54 WIB

Inovasi Metode Pembelajaran, Panduan Mendidik bagi Para Guru

Permainan (game) tradisional bisa digunakan sebagai metode pembelajaran.

Oleh Fathoni Ahmad

Secara teoritis, tidak ada satu pun metode pembelajaran yang cocok untuk segala kondisi. Meski demikian, sebuah metode sangat mungkin bisa menjadi solusi untuk mengatasi problem-problem pembelajaran di kelas. Di titik ini, kebutuhan peserta didik menjadi poros utama bagi guru untuk menentukan sebuah metode pembelajaran yang pas dalam kondisi tertentu.

 

Dalam teori kepribadian, Abraham Maslow mengemukakan hierarki kebutuhan manusia yang bisa diarahkan pada perkembangan seorang anak. Ada lima kebutuhan yang dijelaskan Maslow dalam teorinya itu. Kelima kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri.


Dalam praktiknya, setiap peserta didik pasti ingin menampakkan dirinya dalam pembelajaran di kelas. Tetapi kenyataan di lapangan, sebagian besar rasa malu, tidak percaya diri, dan minder masih kerap menyelimuti mereka sehingga keinginan untuk mengeaktualisasikan menuai resistensi. 


Lalu bagaimana sikap guru dalam mengatasi problem mereka itu? Tentu saja ada banyak metode pembelajaran yang bisa dimanfaatkan oleh guru untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak didik.


Pertama, metode one on one yaitu bisa dilakukan oleh guru dengan mendekati siswa dengan bertanya secara langsung. Metode ini penulis sebut sebagai metode jemput bola, bisa juga dikatakan sebagai metode persuasif.


Metode one on one adalah pengajaran dengan pendekatan bimbingan pribadi guru kepada seorang siswa. Pada saat pelajaran berlangsung, seorang guru membimbing anak didik yang kesulitan dalam belajar di kelasnya. Metode ini juga sering disebut sebagai coaching atau bimbingan khusus secara pribadi. Kalau di pondok pesantren dikenal dengan metode sorogan. Biasanya one on one teaching digunakan dalam pengajaran yang bersifat privat untuk permasalahan yang personal atau sensitif (Freda, 2002).


Setelah guru menjelaskan materi dan memberikan soal untuk diselesaikan, ada kemungkinan siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan perintah guru. Oleh karena itu, guru perlu memeriksa pekerjaan siswa satu per satu sambil memberikan panduan secara pribadi kepada siswa yang bersangkutan. 

 

Pendekatan one on one ini terbukti efektif bagi keberhasilan siswa yang pendiam atau siswa yang kesulitan belajar dan pengaruh guru terhadap siswa akan kuat. Perhatian khusus ini bukan bermaksud guru mengesampingkan siswa lain, tetapi ada beberapa siswa yang memang harus diberikan perlakuan berbeda demi keberhasilan belajarnya. Problem ini bisa diselesaikan guru dengan tetap memberikan perhatian kepada yang lain dengan cara tertentu.


Kedua, metode game atau teori permainan. Menilik teori dari metode ini, game dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebuah kegiatan bermain sambil belajar atau kegiatan belajar sambil bermain (Sigit Setyawan, 2013). John Von Neumann pada 1944 melahirkan theory of game yang merupakan lintas studi ekonomi dan komputer. Teori tersebut kemudian melahirkan jumlah tokoh peraih nobel, seperti John Nash (AS), Reinhard Selten (Jerman), dan John Harsanyi (AS) pada tahun 1999 dan Thomas Schelling (AS), Robert Aumann (Israel) pada tahun 2005, dan Leonid Hurwicz (Amerika Serikat) pada tahun 2007.


Teori permainan dapat dibedakan menjadi dua, yakni game kolaboratif dan game kompetitif (Miller, 2008). Game kolaboratif membuat para siswa bekerja sama satu dengan yang lain, sedangkan game kompetitif membuat orang atau kelompok bersaing dengan orang atau kelompok lain. Dalam kegiatan pembelajaran, kolaborasi atau kompetisi dapat ditentukan oleh guru. Game yang sama atau jenis lain dapat digunakan, baik untuk kolaborasi maupun kompetisi.


Terkait dengan kegunaan, metode game ini bermanfaat, pertama agar siswa mampu bekerja sama dengan orang lain dan mengetahui, memahami, serta mempraktikkan peraturan, dan prinsip-prinsip, serta prosedur-prosedur. Kedua, agar siswa berkompetisi dengan orang atau kelompok lain untuk mengenali, mengatur, menyimpulkan, atau menilai tindakan atau hasil.


Game yang digunakan atau ditentukan oleh guru bisa permainan berbasis teknologi, atau permainan tradisional seperti permainan sehari-hari yang dilakukan oleh anak-anak di rumah dengan memanfaatkan alat dan bahan yang mudah didapat. Setelah melakukan praktik metode ini, guru hendaknya jangan lupa melakukan proses evaluasi seberapa efektif metode ini diterapkan dengan matrik dan alat ukur tertentu.


Ketiga, metode curah pendapat. Metode curah pendapat merupakan cara yang tepat bagi guru untuk mengaktifkan dan menginteraktifkan proses pembelajaran. Metode ini memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk memberikan pendapatnya sehingga bisa menggugah siswa pasif sekalipun untuk berani mengemukakan pendapatnya.


Sigit Setyawan dalam Nyalakan Kelasmu (2013) menjelaskan, metode curah pendapat adalah sebuah cara untuk mengumpulkan informasi atau ide-ide dari para siswa untuk disimpulkan. Dikategorisasikan, dan diklasifikasikan. Curah pendapat dipandu oleh guru yang berperan sebagai moderator dan fasilitator yang mengarahkan dan membatasi topik materi pembelajaran.


Dalam metode ini, guru bisa mengawalinya dengan sebuah pertanyaan dari materi pelajaran yang ingin disampaikan. Pertanyaan diusahakan dikaitkan dengan pengetahuan dan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari sehingga seolah siswa tidak langsung diarahkan pada materi. Hal ini dilakukan untuk memberikan motivasi lebih untuk menjawab karena sangat berkait dengan pengalaman para siswa.


Keempat, metode musyawarah. Metode musyawarah juga dapat digunakan untuk menyemayamkan karakter dan nilai moral karena di dalam musyawarah terdapat laku yang harus diperhatikan oleh peserta didik seperti menghargai pemikiran dan pandangan orang lain, tidak mudah menyalahkan argumentasi orang lain, belajar menganalisis secara verbal, belajar bertutur dengan baik dan sistematis, serta karakter-karakter lain.


Dalam bermusyawarah, kita membuka hati terhadap pendapat orang lain agar mencapai kata sepakat sehingga tumbuh menjadi orang yang tidak mudah memaksakan kehendak. Sebab itu kegiatan musyawarah di kelas lebih mengarah kepada pengasahan karakter dan budi pekerti para siswa. 


Topik-topik dalam musyawarah pun biasanya menyangkut kehidupan bersama di tengah masyarakat dalam menyikapi problem sosial. Oleh karena itu, musyawarah menjadi alternatif metode dalam pendidikan karakter sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Musyawarah juga ditekankan dalam agama Islam karena lebih mengakomodir kepentingan bersama sehingga mewujudkan harmonisasi antara seluruh masyarakat yang berbeda-beda secara keyakinan, suku, bangsa, dan budaya. 


Metode musyawarah bermanfaat untuk meciptakan kecerdasan kognitif maupun afektif siswa diantarnya: siswa mengemukakan pendapat dengan bahasa yang santun dan terstruktur, siswa memahami pendapat orang lain dan dapat merumuskan kembali pendapat orang lain dengan bahasa sendiri, dan siswa dapat menyusun keputusan menjadi kesepakatan bersama.


Kelima, metode presentasi. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengatasi problem psikologis adalah memaksimalkan metode presentasi untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri para peserta didik. Selain bisa menumbuhkan kepercayaan diri yang tinggi, metode presentasi memberikan kesempatan kepada mereka untuk berimprovisasi menjelaskan materi apa yang telah dipelajari dan dipraktikan.


Untuk menerapkan metode presentasi ini, tentu para peserta didik sebelumnya melakukan praktik pembelajaran sebuah materi. Sedangkan guru menginstruksikan apa saja yang dibutuhkan siswa untuk melakukan presentasi tersebut. Perlu dipahami bahwa presentasi merupakan kegiatan siswa atau sekelompok siswa yang memaparkan atau mendeskripsikan hasil riset, kegiatan belajar, kegiatan kelompok, dan sebagainya yang dilakukan di hadapan guru atau seluruh siswa di kelas.


Untuk memberikan motivasi sekaligus inspirasi kepada seluruh siswa, guru hendaknya melakukan evaluasi secara komprehensif agar aktualisasi siswa dalam bentuk presentasi bisa mencapai level terbaik. Guru harus menekankan bahwa kebebasan berekspresi dan berpikir adalah hak para siswa ketika sedang presentasi.


 

Penulis adalah Redaktur Pelaksana NU Online

 

==================== 
Artikel ini diterbitkan dalam rangka Peringatan Hari Guru 25 November bertema "Berinovasi Mendidik Generasi" oleh Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI