Opini

Kiai dan Sepak Bola

Jum, 13 Juni 2014 | 05:54 WIB

Pada 20 September 2012 lalu, Kiai Sya’roni Ahmadi memberi taushiyah di hadapan sekitar 1.000 hadirin dalam acara peresmian Pesantren Tahfidz Alhusna di Desa Pelemkerep, Kecamatan Mayong, Jepara.<>

Kiai kharismatik asal Kudus itu memberi petuah soal petingnya kekompakan dalam pengembangan pesantren. Kiai Sya’roni yang gemar menyaksikan laga-laga besar sepak bola pun mengambil per­umpamaan penyelenggaraan Piala Dunia 1994 dan 1998.

Begitu fasih kiai itu bertutur tentang tim yang dijagokan, Brasil. Ia juga hafal skema permainan yang diterapkan pelatih Mario Zagallo pada final Piala Dunia 1994, berikut nama pemain-pemainnya seperti Cafu, Branco, Dunga, Mazinho, Romario, dan Bebeto.

”Ketika final melawan Italia mereka kompak dan menang lewat adu penalti 3-2 ka­rena waktu normal dan perpanjangan skor 0-0. Ini ber­­­beda di final 1998, di ma­na Brasil dikalahkan Pran­cis,” tuturnya.

”Analisis saya, atas kekalahan Brasil dari Prancis, karena Brasil tak sekompak di Piala Dunia 1994,” jelasnya.

Ia pun berkisah tentang perseteruan striker Romario dan pelatihnya, Za­gallo menjelang perhelatan serta cedera Ro­mario, se­hingga pemain itu tak disertakan dalam skuad tim
”Zagallo memilih Ronaldo yang ce­dera engkel. Ya sudah, kalah sama Zi­dane dan kawan-kawan. Kekompa­kan itu penting dalam sebuah tim ker­ja,” tutur Kiai Sya’roni disambut riuh tepuk tangan hadirin.
Menurutnya, seorang santri boleh-boleh saja bermain atau menyukai sepak bola. ”Santri itu ya memahami ilmu yang diajarkan di pesantren, ya boleh juga hafal sepak bola,” katanya waktu itu.

Menurut sesepuh di Masjid Al Aqsha Menara, Kudus, ada pelajaran kehidupan yang berharga di banyak tempat, salah satunya di dunia sepak bola. Hanya saja, karena sekarang sudah sepuh, Kiai Sya’roni tak lagi mengikuti perkembangan terbaru sepak bola. ’’Sekarang sudah jauh ber­kurang mengikuti sepak bola,’’ tutur Kiai Sya’roni. (Nuruddin Hidayat)

 

Foto: Kiai Sya’roni saat bersama Gus Dur, sesama penggemar sepak bola