Opini

Kompetisi Film di NU

Ahad, 22 November 2015 | 20:01 WIB

Oleh Hamzah Sahal
Beberapa waktu lalu, Panitia Muktamar ke 33 NU menyelenggarakan Kompetisi Film Pendek Dokumenter. Pesertanya lumayan mengagetkan, dari 30 film yang ditargetkan, 81 judul masuk ke panitia. Pesertanya juga merata, dari banyak daerah, mulai dari Aceh, Cilacap, Jakarta, Bandung, Jombang, Cilacap hingga Gowa.
<>
Saya tidak tahu persis apa daya tarik kompetisi film tersebut, sehingga dalam jangka sebulan dapat mengumpulkan 81 judul. Dari segi hadiah, yang totalnya 45 juta, saya rasa biasa saja, tidak besar, tapi untuk ukuran NU hadiah segitu lumayan besar (idealnya kecil juga). Secara keseluruhan, ya bisa dibilang di atas lumayan. Pertama kali loh NU bikin kompetisi film dengan hadiah segitu.

Tapi dari level "di atas lumayan" tadi, kemudian turun satu level menjadi "lumayan" karena "khataman" dari kompetisi ini biasa saja, seperti tidak ada apa-apa, tidak ada sembelih jago, bikin tumpeng, lengkap dengan buah-buahan, dan berdoa dari sesepuh sebagaimana layaknya khataman dalam tradisi pengajian. Padahal kompetisi film ini seperti pengajian juga, bahkan tingkat nasional.

Penyerahan hadiah tidak ada, kompilasi 7 film terbaik belum terwujud, pemutaran yang direncanakan belum jelas.

Tapi alhamdulillah, level "lumayan" tadi naik lagi pada posisi semula, yaitu "di atas lumayan", berkat pemutaran film di banyak kota yang digelar oleh Komunitas Gusdurian. Dua film hasil kompetisi masuk list pemutaran dari 5 film yang dikelilingkan, yakni film Bulan Sambit di Kampung Naga karya M Iskandar Tri Gunawan dan Di Bumi Tuhan karya Taufan Latief Akbar. Dua film itu menemani film Les Homme Libres karya Ismael Ferroukhi dan Cahaya Dari Timur milik Angga Dwi Sasongko. Satu film lagi, saya lupa judulnya.

Semoga pemutaran itu bikin semangat panitia kompetisi film hasil panitia muktamar yang tugasnya sudah diserahkan ke Lesbumi. Tentu saja, kompetisi film di NU dapat diadakan secara baik, benar, dan istiqomah, karena NU bukan partai politik. Setuju Bro?


Hamzah Sahal, Esais, Pegiat Budaya