Opini MUKTAMAR KE-34 NU

Masa Depan (Muktamar) Nahdlatul Ulama

Sel, 21 Desember 2021 | 13:00 WIB

Masa Depan (Muktamar) Nahdlatul Ulama

Tanggung jawab sosial NU sangat beralasan. Sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan terbesar, NU menjadi garansi bagi perbaikan kondisi negeri.

Oleh Masykurudin Hafidz

Lahirnya Nahdlatul Ulama (NU) adalah bukti perjuangan umat untuk kejayaan bangsa. Respons sosial agamawan berbasis tradisi ini hadir demi mewujudkan kerahmatan bagi semua. Menuju 1 Abad, NU memperluas peranan itu ke tingkat global. Muktamar NU di Lampung kali ini mengambil tema: Membangun Kemandirian Warga untuk Perdamaian Dunia.


Tanggung jawab sosial NU sangat beralasan. Sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan terbesar, NU menjadi garansi bagi perbaikan kondisi negeri. Keyakinan dan sikap NU yang kokoh terhadap Indonesia yang plural menjadi modal dasar bagi persatuan bangsa dan keutuhan negara. Sejarah membuktikan, NU selalu terlibat dalam inisiatif-inisiatif politik dan ekonomi secara bersamaan.


Dengan tulus sepenuh hati, ulama NU terbukti memberikan sumbangan besar terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa. Fakta membuktikan, mereka yang sejatinya umat Islam justru mempertahankan NKRI sebagai format kebangsaan. Pemberdayaan masyarakat pun dilakukan demi ikhtiar pencerdasan bangsa serta peningkatan taraf hidup lahir batin. Sejarah NU adalah sejarah kesetiaan yang tinggi pada tradisi sekaligus kemampuan adaptasi kepada setiap perkembangan zaman ini.


Warisan perjuangan ulama NU bertumpu pada kebersamaan yang selalu dibangun secara terorganisir dari waktu ke waktu. Keyakinan terhadap Islam sebagai cita-cita luhur dan agung, dibuktikan dengan kepemimpinan yang kokoh serta kedisiplinan yang tinggi. Memikul tanggung jawab besar bagi kebangkitan bangsa dengan dasar kedamaian dan kerahmatan semesta. 


Kebesaran NU didukung oleh keseriusannya mengelola organisasi, baik level syuriyah maupun tanfidziyah. Sebuah organisasi dimana antara pengurus dan warganya bersatu padu dalam mencapai tujuan bersama. NU organisasi besar, dibuktikan dengan warganya berbaris lurus dan rapat di belakang pimpinannya dengan jumlah yang besar baik dari segi komposisi, kualitas, dan kedisiplinnya.


Menjadi pengurus NU adalah berkhidmat melayani umat. Dengan basis massa yang besar, NU potensial melakukan pembelaan terhadap nasib warganya. Ciri khas peranan tokoh NU sebagai kekuatan pengimbang kekuasaan. Fungsi kontrol sosial dari sudut etika dan moral untuk menghardik kebijakan publik yang tidak membela rakyat. Buruh tani, nelayan, dan pedagang kecil negeri ini menjadikan NU sebagai tempat mengadu.

 

 

NU Masa Depan

Muktamar NU kali ini adalah momentum kebersamaan. Momentum di mana seluruh kekuatan NU bersatu padu mencanangkan program-program keorganisasian ke depan, baik nasional maupun global.


Dalam melakukan penguatan tersebut, setidaknya perlu melewati dua pembahasan; pertama, penguatan sistem organisasi NU. Organisasi adalah wadah kolektivitas yang terstruktur sebagai puncak kepentingan untuk mewujudkan cita-cita bersama. Cita-cita ini tentu tidak mungkin diraih tanpa kerja bersama-sama. Siapa pun yang terpilih menjadi pucuk pimpinannya.


Muktamar adalah peneguhan NU sebagai organisasi sosial keagamaan (jam’iyah diniyah ijtima’iyah). Kegiatan organisasi diarahkan pada peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat yang terjerat oleh keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan. Dengan kata lain, organisasi NU selalu mendampingi dan memberdayakan rakyat untuk mendapatkan hak-hak asasinya.


Perjuangan NU senantiasa bersandar pada prinsip menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah kehidupan bersama (tawassuth), mengedepankan toleransi terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah keagamaan, kemasyarakatan dan kebudayaan (tasamuh), menyerasikan khidmat kepada kepada Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan di masa lalu, kini, dan mendatang (tawazun) serta mendorong perbuatan yang baik dan berguna bagi kehidupan bersama serta menolak semua hal yang menjerumuskan nilai-nilai kehidupan (amar ma'ruf nahi munkar). (Khittah NU, 1984).


Kedua, penguatan orientasi politik kebangsaan. Sebagai bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak mungkin NU bersikap antipolitik. Politik kenegaraan untuk menjaga keutuhan NKRI dan politik kerakyatan untuk menjunjung tinggi kemaslahatan rakyat merupakan bagian esensial dari komitmen NU sebagai kekuatan sosial dan moral bangsa.


Strategi politik NU adalah melalui advokasi kebijakan publik baik dalam sistem perundang-undangan hukum dan regulasi-regulasi lainnya, di berbagai level, baik di daerah maupun pusat. Hal ini dipastikan dalam forum-forum bahtsul masail di Muktamar NU.


Dengan jalan pikiran ini, bagi NU yang terpenting adalah memperoleh kekuasaan dengan cara-cara yang berakhlak dan betul-betul didayagunakan untuk kepentingan rakyat banyak, terutama yang kecil dan lemah. Siapa pun pemimpin terpilih di Muktamar NU memiliki tanggung jawab kerakyatan itu.


Masa depan Nahdlatul Ulama adalah masa depan bangsa. Peningkatan sistem organisasi dan penguatan politik kebangsaan adalah prasyarat untuk membangun masa depan itu. Selamat bermuktamar!

 


Masykurudin Hafidz, Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Jakarta.