Opini HARI SANTRI 2020

Pengalaman Menjadi Santri di Negeri Beruang Merah

Kam, 22 Oktober 2020 | 04:00 WIB

Pengalaman Menjadi Santri di Negeri Beruang Merah

Dinar Ahsan Maulana di Rusia. (Foto: dok. pribadi)

Oleh Dinar Ahsan Maulana


Peran dan kontribusi besar santri bagi Indonesia tak terbantahkan. Terutama ketika membantu bangsa Indonesia meraih kemerdekaan sekaligus mempertahankannya. Melalui Resolusi jihad yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asyari, melecut semangat para santri dan pejuang lainnya untuk mengusir penjajah. Momen bersejarah inilah yang melatarbelakangi pemerintah menetapkan menjadi Hari Santri, sebagai hari besar nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober.


Hari Santri tahun 2020 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena tahun ini seluruh dunia sedang dilanda pandemi Korona. Akan tetapi tidak mengurangi semangat yang melekat pada santri. Meskipun jauh dari bangsa, kami para santri yang menuntut ilmu di luar negeri terutama di Negara Rusia dan Eropa Utara juga memiliki semangat untuk berbakti membangun bangsa.


Melekat pada santri jiwa nasionalisme dan misi menebarkan Islam rahmatan lil ’alamin dimana pun dia berada. Meskipun sedang menempuh pendidikan di luar negeri, jiwa dan semangat tersebut selalu ada, sebagaimana yang dilakukan para santri melalui organisasi PCINU Federasi Rusia dan Eropa Utara.


PCINU Federasi Rusia dan Eropa Utara berdiri sejak tahun 2009 hingga sekarang yang berawal dari hanya negara Rusia kini  menaungi negara-negara di Eropa Utara seperti Estonia, Denmark, Swedia, Norwegia dan Finlandia karena kurangnya jumlah Nahdliyin di wilayah tersebut. Mayoritas Nahdliyyin di Eropa Utara berada di Rusia dengan berbagai jenjang yang berbeda-beda mulai mahasiswa S1-S3 menempuh pendidikan di Rusia.


Sebelum pandemi corona melanda, kegiatan PCINU Federasi Rusia dan Eropa Utara sudah terbiasa dilakukan secara online karena jarak satu sama lain yang berjauhan. Tahun 2020 warga Nahdliyin di Rusia tersebar di kota Moskow, Saint-Petersburg, Volgograd, Kazan, Krimea, Novosibirsk dan wilayah Siberia.


Juga ada Nahdliyin yang berasal dari negara-negara kawasan Nordik atau yang dikenal Eropa Utara. Program rutin dari PCINU Federasi Rusia dan Eropa Utara adalah pengajian rutin bulanan yang dilakukan sebulan sekali. Program kutipan ayat dan hadits, program yasinan, dan tahlilan dan juga ada program kajian yang juga dilakukan sebulan sekali.


Apabila masih ada yang mengatakan bahwa Rusia saat ini masih menganut paham komunis, kesimpulan itu adalah salah besar. Meskipun Rusia bukan negara muslim tetapi mereka sangat menghargai umat Islam.


Di Rusia banyak masjid-masjid yang setiap jumat dipadati jamaah. Muslim bebas merayakan peringatan-peringatan Hari Besar Islam, meskipun tidak menjadi hari libur nasional. Di daerah mayoritas Muslim, ucapan salam selalu terdengar, Ketika mereka saling berjumpa.


Saat kami mengucapkan salam kepada Muslim Rusia, seketika mereka pun ramah, merangkul sesama saudara. Orang muslim di Rusia menganggap bahwa sesama muslim adalah saudara. Sikap awal orang muslim Rusia apabila bertemu dengan orang yang tidak kenal mereka pada awalnya tidak ramah. Tetapi jika kita memberi salam dan bilang muslim mereka langsung ramah.


Bagi kami para santri di sini, Islam di Rusia serasa Islam di Indonesia. Mengapa bisa begitu? Muslim Rusia mereka adalah Sunni dengan mayoritas bermazhab Syafi’I di wilayah Rusia selatan atau Kaukasus Utara dan bermadzhab Hanafi di wilayah lainnya.


Wajar kiranya amaliyahnya pun tak jauh beda dengan kita yang di Indonesia. Bahkan di wilayah Rusia selatan berkembanng pesat Tarekat Naqsyabandiyah, di bawah pimpinan Syekh Ahmad Afandi Abulaev, yang juga merupakan Mufti Republik Dagestan, salah satu negara bagian dari Federasi Rusia.


Di kota tempat saya menuntut ilmu di kota Saint-Petersburg terdapat masjid yang sangat terkenal, yaitu “Соборная Мечеть” atau dikenal oleh orang Indonesia sebagai Masjid Biru atau Masjid Soekarno. Sejarahnya, masjid tersebut dibuka dan difungsikan kembali berkat jasa Bung Karno yang melobi Nikita Kurucev, pimpinan Soviet saat itu.


Di kota ini mencari konsumsi halal tidak terlalu sulit. Terdapat toko halal atau penjual makanan halal yang biasanya penjualnya berasal dari Rusia selatan seperti Dagestan maupun negara pecahan Uni Soviet seperti Kazahstan dan Uzbekistan. Setidaknya di mana ada masjid di situ ada penjual makanan halal.


Di Rusia, kami senantiasa bersilaturahmi dengan Духовное Управление Мусульман России yaitu Dewan Kemuftian Rusia. PCINU juga sering mengunjungi wilayah muslim Rusia di Dagestan dan bersosialisasi disana. Bahkan dalam perayaan Qurban Bayram, atau Idul Adha, PCINU Federasi Rusia manyalurkan hewan kurban LAZISNU di Desa Dilim Republik Dagestan.


Pengalaman menarik lainnya adalah ketika melaksanakn ibadah shalat jumat di tengah perkuliahan. Sebagaimana di negara Eropa lainnya, tidak ada waktu khusus untuk bisa melaksanakan ibadah sholat jumat.


Namun bukan santri kalau tidak banyak akalnya. Kami pun mengatur strategi agar tetap bisa melaksanakan walau sedikit sulit. Namun tetap adapula dosen yang memberikan izin kepada kami untuk bisa melaksanakan sholat jumat, walau sangat sedikit jumlahnya. Ini merupakan pengalaman berharga bagi kami, hidup di negara dengan minoritas Muslim.


Rusia termasuk negara besar dengan teknologi maju juga dengan jumlah profesor yang banyak. Peran Santri ke depan harus bisa meluaskan sayap ke berbagai negara di dunia untuk menuntut ilmu. Sudah seharusnya para Santri menuntut ilmu dan pulang dengan membawa ilmu tersebut lalu menerapkan di negara tercinta Indonesia dan tidak membawa kultur yang negatif dari negara tersebut. Rusia merupakan negara yang harus dicoba karena sudah banyak santri yang menuntut ilmu di Timur Tengah maupun Eropa lainnya.

 


Penulis adalah Wakil Ketua PCINU Federasi Rusia dan Eropa Utara