Opini

Penjelasan Norma Hukum Ekonomi Pancasila terkait Persaingan Usaha

Sen, 16 November 2020 | 11:30 WIB

Penjelasan Norma Hukum Ekonomi Pancasila terkait Persaingan Usaha

Ilustrasi ekonomi. (NU Online)

Ekonomi Pancasila didasarkan pada prinsip kekeluargaan dan kegotongroyongan dengan tetap mendorong terjadinya iklim persaingan usaha yang sehat. Untuk mengatur hal tersebut, terdapat sejumlah norma hukum persaingan usaha yang harus dipatuhi dan dijalankan. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mengadakan penelitian tentang Peran Persaingan Usaha dalam Ekonomi Pancasila pada Agustus-November 2020 untuk mengetahui implementasi ekonomi Pancasila.


Beberapa tokoh organisasi kemasyarakatan telah memberikan pandangannya terhadap peran persaingan usaha dalam focus group discussion (FGD) berdasarkan kajian norma hukum ekonomi Pancasila serta bagaimana implementasi hukum persaingan usaha di Indonesia.


Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Miftakhul Akhyar berpendapat bahwa persaingan usaha yang sehat akan memberikan akibat positif bagi pelaku usaha sebab akan menimbulkan motivasi atau rangsangan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, inovasi, dan kualitas produk yang dihasilkannya.


Selain menguntungkan para pelaku usaha, konsumen juga akan memperoleh manfaat dari persaingan usaha yang sehat itu. Tentu persaingan di sini dalam ekonomi Pancasila tidak ada istilah persaingan, akan tetapi yang ada adalah musabaqoh, yaitu saling unjuk mana yang terbaik dari sekian yang terbaik.

 


Konsumen memperoleh manfaat dari persaingan usaha yang sehat. Jadi persaingan yang sehat ini tekanannya di sini, yakni terjadinya penurunan harga, banyak pilihan dan peningkatan kualitas produksi masing-masing. Prinsip dasar kebijakan pemerintah dalam literatur fikih adalah bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat.


Ada kaidah yang dikenal di kalangan umat Islam, yaitu tasharruful imam ‘ala roiyyati manutun bil maslahah. Dalam konteks masalah ekonomi terkait kaidah tersebut, pemerintah memiliki kewajiban untuk menyejahterakan rakyat dengan mewujudkan iklim usaha yang baik dan kondusif. Serta mengatur iklim usaha agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat dan monopoli yang merugikan.


Selanjutnya Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Marsudi Syuhud menjelaskan, persaingan usaha dalam sistem ekonomi Pancasila menurut pandangan para tokoh agama di pondok pesantren mempunyai tiga syarat dan tiga rukun yang disebut siasatuddauli wal iqtash wal iqtisadiat. Tiga rukun ini sebagai kompas atau alat menuju kesepakatan bersama yang berupa dasar negara Pancasila. Marsudi menerangkan bahwa dasar negara Pancasila yang telah disepakati pertama adalah uluhiyah atau Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini harus mengacu pada tiga rukun.


Pertama, bagaimana dapat berkumpul/menyatu antara doktrin-doktrin Ketuhanan Yang Maha Esa dan undang-undang. Kedua, ekonomi Pancasila dalam urusan persaingan usaha harus dapat menyatukan dua maslahah, yaitu kepentingan khusus dan kepentingan umum; kepentingan pribadi dalam pasar dan kepemilikan umum; serta kepemilikan individu dan kepemilikan umum. Ketiga, dalam persaingan yang berbasis Pancasila bisa menyatukan antara kemaslahatan materi dan kebutuhan rohani.


Penyebab implementasi hukum persaingan belum efektif

Hasil penelitian dengan menggunakan metode indepth interview menunjukkan bahwa 40 persen responden sangat setuju bahwa penyebab implementasi hukum persaingan belum terlalu efektif dikarenakan kurangnya mengadopsi norma-norma lokal (local wisdom); kekeluargaan dan keadilan dalam praktik persaingan usaha; dan regulasi tentang persaingan usaha.


Dalam hal ini Ine Minara S. Ruky menyatakan bahwa hal utama yang harus didefinisikan dalam konteks sistem ekonomi Pancasila adalah konsepsi nilai yang mendasari hukum persaingan yang sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 setelah amandemen tahun 2002. Sebanyak 33 persen responden menyatakan sangat setuju KPPU kurang maksimal menjalankan prinsip hukum persaingan usaha sehingga implementasi hukum persaingan belum terlalu efektif.

 


Menyikapi permasalahan tentang adanya sebagian dari UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sudah kurang relevan, 30 persen responden menyatakan sangat setuju bahwa hal tersebut menjadi penyebab implementasi hukum persaingan belum terlalu efektif.


Selanjutnya sebanyak 23 persen responden sangat setuju dan 53 persen responden setuju bahwa KPPU kurang memiliki target yang jelas dan terukur. Responden lain mengatakan bahwa penegakan hukum masih lemah dan entitas yang diawasi terlalu kuat. Namun, beberapa responden memberikan penilaian bahwa secara prinsip KPPU sudah menjalani kebijakan dengan optimal dan amanah.


Efektifitas penyelidikan dan pemeriksaan KPPU


Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40 persen responden sangat setuju penyebab KPPU kurang efektif dalam melakukan penyelidikan dan pemeriksaan dikarenakan kompleksitas masalah yang sudah tidak bisa tertampung lagi oleh UU yang ada. Sebanyak 33 persen responden lainnya mengatakan setuju.


Jika melihat ekonomi digital yang tumbuh sangat pesat, persoalan yang saat ini dihadapi adalah kompetisi pasar digital yang memiliki karakter khusus, mencakup kecenderungan persaingan winner takes all atau kompetisi untuk mendominasi pasar. Sektor ini menuntut inovasi yang bergerak cepat dan tingginya investasi yang harus ditanamkan.


Terdapat beberapa penyebab KPPU kurang efektif dalam melakukan penyelidikan dan pemeriksaan. Sebanyak 37 persen responden sangat setuju komunikasi dan kerja sama dengan instansi lain yang kurang maksimal merupakan penyebabnya. Namun sebanyak 27 persen responden menyatakan kurang setuju jika KPPU dianggap kurang memiliki wewenang terutama penggeledahan dan penyitaan. Hal ini menandakan responden merasa kewenangan yang dimiliki oleh KPPU sudah mencukupi, tinggal memaksimalkan sinergi dengan lembaga lain.


Secara umum responden memahami adanya persoalan yang dihadapi KPPU terkait dengan kewenangan, jumlah pegawai, komunikasi, dan kompleksitas dengan rentang sangat setuju dan setuju masing-masing antara 30 persen sampai dengan 47 persen. Beberapa responden menambahkan perlunya political will dari pemerintah untuk memperkuat KPPU (misalnya penambahan anggaran); konsistensi; keberanian melawan kartel dan oligarki ekonomi; memaksimalkan pelayanan, serta perlunya kantor perwakilan KPPU di level ibu kota provinsi di seluruh Indonesia.


Keterbatasan sumber daya yang ada pada KPPU untuk menyelesaikan pelbagai masalah yang rumit dan beragam menjadi salah satu masalah yang harus diselesaikan. Di sini responden memandang bahwa kompleksitas permasalahan yang dihadapi KPPU lebih besar dibandingkan kemampuannya. Jika jumlah dan kualitas personelnya masih terbatas, maka tetap saja kewenangan yang sebesar apapun belum dapat menjamin efektivitas KPPU dalam bekerja.


Kesesuaian persaingan dengan norma hukum

Hasil penelitian menunjukkan akan pentingnya ketersediaan informasi dan sumber daya bagi seluruh pelaku usaha sebagai indikasi bahwa persaingan sudah berjalan sesuai norma hukum dan mendorong percepatan pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Hal ini sangat disetujui oleh 53 persen responden.


Dalam hal ini KPPU perlu melakukan sosialisasi dan audiensi dengan para pelaku usaha untuk membahas berbagai hal terkait persaingan usaha yang dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999, termasuk di dalamnya adalah kartel. (pengertian kartel, bentuk-bentuk kartel, dampak, bahaya kartel, dan lainnya).


Selanjutnya, sebanyak 43 persen responden sangat setuju adanya persaingan yang seimbang antar semua pelaku pasar; sebanyak 40 persen responden sangat setuju perlunya diversifikasi produk; dan 30 persen responden sangat setuju pangsa pasar yang merata sebagai indikator persaingan sudah berjalan sesuai norma hukum dan mendorong percepatan pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan umum.


Namun, fakta di lapangan belum sesuai dengan kondisi ideal yang diinginkan. Data penelitian menunjukan bahwa 37 persen responden kurang menyakini intensitas persaingan yang seimbang antar semua pelaku pasar sudah berjalan dengan baik. Hal yang sama terjadi pada aspek pemerataan pangsa pasar yang juga ditegaskan dengan fakta tingginya ketimpangan kepemilikan aset.


Beberapa responden memberikan penekanan pada perlunya menjaga stabilitas harga pada tingkat keekonomian, keadilan ekonomi, dan kebijakan afirmatif bagi pelaku UMKM. Responden lainnya menyoroti tugas KPPU agar dapat menindak orang atau perusahaan yang menghalangi peluang untuk bisa memasukkan barang UMKM ke perusahaan-perusahaan besar.


Penggabungan, peleburan, dan pangambilalihan perusahaan

Beberapa upaya yang dilakukan untuk memaksimalkan PP No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pangambilalihan Saham Perusahaan adalah dengan tetap memastikan UMKM memiliki akses dan kesempatan yang sama untuk bisa tumbuh. Hal ini sangat disetujui oleh 73 persen. Artinya proses penggabungan atau peleburan jangan sampai merugikan atau malah mematikan pasar UMKM yang memiliki kesamaan produk dengan perusahaan tersebut.


Selanjutnya, 57 persen responden sangat setuju penerapan prinsip keadilan dan keterbukaan bagi pengusaha lokal, dengan memastikan dominasi pelaku usaha tetap adil serta terbuka bagi pengusaha lokal; sebanyak 50 persen responden berpendapat praktik penggabungan ataupun pengambilalihan saham tidak menjurus pada praktik monopoli; dengan memastikan tidak adanya praktik ataupun perjanjian yang dilarang yang diatur dalam pasal 4 sampai pasal 16 UU No. 5 Tahun 1999.


Sedangkan menilai secara menyeluruh proses pengambilalihan saham oleh perusahaan asing sangat disetujui oleh 43 persen responden. Hal ini berarti pemerintah perlu melakukan pengaturan lebih lanjut terkait dengan pengambilalihan yang dilakukan oleh perusahaan asing.

 

Wewenang penyelidikan, penggeledahan, dan penyitaan

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa penyebab efektivitas Keppres No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagaimana telah diubah dengan Perpres No. 80 Tahun 2008 belum maksimal disebabkan oleh KPPU bergantung dengan instansi pemerintah lain terutama penyelidikan, penggeledahan, dan penyitaan sangat disetujui oleh 37 persen.


Sementara itu, 33 persen responden sangat setuju kurang efektifnya peran KPPU dikarenakan sering terjadinya benturan dengan produk hukum lain (inpres, kepmen, atau perda). Selanjutnya terdapat 30 persen responden yang berpendapat bahwa faktor banyaknya pegawai yang kurang kompeten menjadi penyebab upaya pencegahan, sosialisasi, dan advokasi kurang maksimal.


Namun, 50 persen responden tidak setuju jika penyebab kurang efektivitas Keppres No. 75 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi Perpres No. 80 Tahun 2008 disebabkan oleh UU No. 5 Tahun 1999 dan peraturan persaingan usaha lainnya kurang relevan. Dalam hal ini sebagian besar responden menilai bahwa UU dan peraturan lainnya yang menyangkut persaingan usaha masih relevan.


Unsur utama kelembagaan yang kuat dan berwibawa adalah sejauh mana kualitas sumber daya manusia yang ada. Dengan demikian, jika ingin menjadikan lembaga seperti KPPU kuat dan berwibawa di hadapan masyarakat dan pengusaha, maka sistem rekrutmennya harus transparan dan betul-betul menyaring pegawai yang unggul, baik untuk mengisi pos jabatan di tingkat pusat, maupun di daerah.


Peran pelaku usaha dalam menjaga norma hukum persaingan usaha

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku usaha memiliki peran penting dalam menjaga norma hukum persaingan usaha supaya terus berada dalam relnya. Sebanyak 80 persen responden sangat setuju peran pelaku usaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan menyediakan berbagai jenis barang dan jasa yang dapat meningkatkan dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.


Selanjutnya, kemitraan yang baik dengan pelaku usaha kecil dan menengah sangat disetujui oleh 73 persen responden. Hal ini mengingat kemitraan dapat membantu UMKM bertahan serta berkembang di tengah ketatnya persaingan usaha.


Adapun mendorong pemerataan pendapatan masyarakat sangat disetujui oleh 50 persen responden. Selanjutnya, sebanyak 43 persen responden sangat setuju jika pelaku usaha dapat berperan secara aktif dalam mengawasi praktik persaingan usaha.


Peran para tokoh ormas menjaga norma hukum persaingan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa para tokoh organisasi kemasyarakatan memiliki peran penting dalam menjaga norma hukum persaingan usaha. Untuk itu peran mereka dalam mendorong kegiatan ekonomi berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong sangat disetujui oleh 70 persen.


Sedangkan 67 persen responden sangat setuju para tokoh ormas mendorong praktik persaingan yang adil serta maslahah bagi seluruh rakyat dan mendorong kemitraan antara pelaku usaha kecil dengan pengusaha besar untuk kemajuan bersama.


Adapun peran para tokoh ormas dalam mendorong adanya efisiensi dan pemerataan ekonomi yang berjalan beriringan sangat disetujui oleh 63 persen responden. Hal ini menunjukkan bahwa responden berharap peran tokoh organisasi kemasyarakatan untuk mendorong kegiatan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan menciptakan kemaslahatan publik.

 


Dalam menyikapi peran persaingan usaha berdasarkan kajian norma hukum ekonomi Pancasila serta implementasi hukum persaingan usaha di Indonesia, beberapa responden menyatakan proses pengawasan persaingan usaha masih belum efektif dan belum optimal. Bahkan terdapat responden yang mengatakan bahwa proses pengawasan masih belum berjalan maksimal, tidak independen dan hanya memihak kepada yang kuat. Sedangkan responden yang lain menyoroti masih perlunya proses pengawasan didorong lebih maju dan dievaluasi kendala-kendala yang timbul, khususnya yang merugikan UMKM.


Beberapa responden memberi catatan bahwa pengawasan persaingan usaha sudah berjalan, namun belum menjadi mainstream penegakkan hukum di Indonesia; masih mengimplementasikan juklak dan juknis yang belum lengkap; serta perlunya mensosialisasikan dengan lebih baik agar dipahami pelaku usaha.


Peran tokoh masyarakat dan ulama sangat penting, di mana mereka menjadi sumber informasi yang penting dalam memberikan masukan kepada pemerintah dan KPPU pada khususnya. Kalangan cerdik cendekia kampus, para mantan pejabat yang berkompeten dalam urusan kebijakan persaingan usaha harus dijaga hubungan komunikasinya.


Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengajak masyarakat untuk memperkuat KPPU dengan segala instrumen penunjangnya melalui kerjasama dengan masyarakat sipil untuk mengimbangi pengaruh kekuatan modal. Jika iklim ekonomi menjadi lebih sehat dengan persaingan sehat, hal ini akan menguntungkan seluruh pelaku usaha baik besar, menengah, maupun kecil. Untuk itu dibutuhkan upaya promosi dan sosialisasi yang masif mengingat belum banyak pihak yang menyadari bahwa hal ini akan menguntungkan semua orang.


Penulis: Fathoni Ahmad dan Jaenal Effendi (Wakil Ketua Lembaga Perekonomian PBNU)