Pesantren dengan Tekanan Ilmu Eksakta, Mungkinkah?
NU Online · Rabu, 3 Oktober 2012 | 01:52 WIB
Nugroho Widiyatno*
Mumpung masih dalam suasana “Nyewu”-nya KH Abdurahman Wahid, saya tunduk berdoa agar beliau mulia di surga dan ide beliau tetap membumi di bumi Indonesia. Sebagai salah satu pengagum beliau dan kedekatan emosional pada warga Nadliyin, saya ingin sekedar sharing pengalaman tentang model pendidikan di seminari yang mungkin bisa menjadi bahan perbandingan dengan model pendidikan di pesantren.
<>
Dalam buku Francis Oaxley “Community of Learning: The American college and the liberal arts tradition” (1992), Oaxley menunjukkan betapa tradisi madrasa (atau pesantren di Indonesia) telah turut menginspirasi tradisi pendidikan di dunia Barat yang berbasis Kristen (kalau dalam konteks masa kini: Kristen Katolik, karena saat itu belum ada berbagai demoninasi gereja). Salah satunya adalah sistem wakaf.
Under the law of waqf, the madrasa also enjoys the charitable trusts of endowment while the school founders have “great freedom in establishing the purposes of the trust they as individuals were endowing and charting their future course” (Oakley, p. 21).
Nah, melihat besarnya kebebasan para Kiai tersebut, tidakkah terpikir untuk mencoba terus menerus mengkaji kurikulum yang ada? Saya melihat bahwa para lulusan pesantren sekarang sudah banyak sekali yang jadi orang penting dan menguasai wacana di Indonesia terutama di bidang ilmu Humaniora dan ilmu Sosial. Akan tetapi, saya melihat ada lobang dalam ilmu Eksakta (setidaknya dalam batas pengetahuan saya tentang tokoh-tokoh keluaran pesantren) bahkan waktu Menristeknya orang NU, pak AS Hikam juga ahli di ilmu politik. Padahal dalam sejarah, justru pesantren-lah yang menyelamatkan ilmu eksakta, terutama matematika dan mengekspornya ke dunia Barat sehingga sampai kini kita menggunakan angka dalam huruf Arab dan bukannya dalam huruf Romawi.
Dalam pengalaman saya di seminari Mertoyudan, ilmu humaniora memang diperkuat (bahasa, sejarah, dan agama), akan tetapi dalam keseharian pelajaran di sekolah, seminari menganut kurikulum nasional. Tambahan yang diberikan pada unsur penguatan humaniora tersebut hanya bahasa Latin (sepadan dengan bahasa Arab di pesantren, tetapi tak menyita banyak jam pelajaran), agama (Kitab Suci, Imamat dan Liturgi)..itupun kembali hanya satu jam pelajaran saja per minggu. Penguatan justru lebih dilakukan pada kegiatan di luar jam sekolah lewat kegiatan liturgi bersama, doa bersama maupun bacaan rohani pribadi. Karena menggunakan kurikulum nasional, para seminaris diperbolehkan mengambil jurusan sesuai dengan minatnya (baik eksakta maupun non eksakta). Kombinasi kurikulum nasional dan kehidupan asrama (atau mondok) inilah yang menjadi satu kesatuan dalam seminari. Anak-anak yang keluar dari seminari (biasanya dari satu angkatan, yang jadi imam hanya sekitar 10%) atau para eks seminaris bisa segera beradaptasi dengan pendidikan umum. Tak heran kalau rekan-rekan saya banyak yang berkiprah baik di bidang humaniora maupun eksakta.
Dunia sudah membuktikan bahwa keunggulan suatu bangsa itu sangat tergantung pada pengembangan di bidang eksakta sehingga sudah saatnya segenap elemen bangsa termasuk warga NU turut berkiprah semakin mendalam ditataran ini. Pesantren Tebu Ireng kini diasuh oleh KH Salahuddin Wahid yang lulusan ITB. Semoga beliau bisa menjadi pelopor akan hadirnya para ahli eksakta yang berbasis pesantren. Untuk itulah para santri perlu disiapkan dari sejak MTs.
Sebagai orang luar, saya hanya bisa memberikan perspektif saja. Saya percaya banyak warga NU yang cerdas dan bisa menentukan yang terbaik untuk kebesaran organisasinya. Proficiat NU…tetap terdepan menjadi garda bangsa demi tegaknya NKRI.
* Mahasiswa S3 Foreign and Second Language Education Ohio State University, Columbus, OH
Terpopuler
1
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
2
Panduan Shalat Idul Adha: dari Niat, Bacaan di Antara Takbir, hingga Salam
3
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
4
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
5
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
6
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
Terkini
Lihat Semua