Takbir: Mengagungkan Tuhan, Mengecilkan Ego
-
Muhammad Syakir NF
- Kamis, 13 Mei 2021 | 08:00 WIB
Oleh Syakir NF
Dalam suatu program di stasiun televisi nasional, Sujiwo Tejo pernah menyampaikan bahwa jika kita sudah menggemakan takbir, maka semuanya kecil. Tidak ada lagi yang besar kecuali Zat yang disebut dalam takbir tersebut, Allah SWT.
“Sudah gak ada lagi manusia, sudah lebur hina di dalam kebesaran-Nya,” katanya.
Malam tadi, masyarakat Muslim Indonesia ramai-ramai bertakbir mengagungkan-Nya sebagai bentuk melaksanakan sunnah Idul Fitri. Takbir tidak hanya dimonopoli oleh kelompok yang mengaku dirinya paling islami, paling banyak berjuang menegakkan agama, dan bahkan membela Tuhan.
KH Abdurrahman Wahid dalam sebuah artikelnya menyebutkan bahwa Tuhan tidak perlu dibela. Sebab, Ia Mahabesar karena Ia ada, apa pun yang diperbuat orang atas diri-Nya, sama sekali tidak ada pengaruhnya atas wujud-Nya dan atas kekuasaan-Nya.
Kalimat takbir tentu tidak asing bagi kita. Puluhan kali kalimat itu kita ucapkan sehari semalam dalam lima kali shalat. Bahkan bisa ratusan kali jika kita baca juga setelah shalat 33 kali. Atau bahkan tidak sama sekali bila kita tak melaksanakan kewajiban kita itu. Belum mendengarnya. Setiap kali azan saja, takbir disebut sebanyak enam kali. Kalimat tersebut juga menjadi kalimat pertama yang kita dengar saat baru lahir ke dunia dan kalimat terakhir yang akan kita dengar saat di peristirahatan terakhir, kuburan.
Tapi, kalimat tersebut kerap kali hanya terucap dan terdengar saja. Ia belum benar-benar terpatri dalam sanubari, terlebih dalam tindak laku setiap hari. Pasalnya, kita masih lebih sering mengunggulkan ego diri sendiri dengan menuduh orang kafir, sesat, dan sebagainya, tanpa melihat sekafir dan sesesat apa kita.
Kita jarang sekali menengok diri sendiri. Padahal, ada satu ungkapan yang sangat terkenal, man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu, siapa yang mengenal dirinya, maka kenal Tuhannya. Namun, rupanya pepatah gajah di pelupuk mata tak terlihat, semut di seberang lautan terlihat lebih terngiang oleh kita sehingga kealpaan diri belum tersentuh lagi.
Untuk hal tersebut, Sujiwo Tejo pernah mengungkapkan dalam sebuah twitnya bahwa kita memang sering menjalin silaturahim dengan sowan kepada para kiai, ulama, tokoh, saudara, handai taulan. Kita juga kerap kali berziarah kepada leluhur, para wali dan ulama yang diyakini punya keunggulan dan kedekatan dengan Allah SWT sebagai kekasih-Nya. Tapi, kita justru alpa untuk sowan kepada diri sendiri.
Bertakbir semestinya menjadi sarana untuk mengendalikan diri, meyakinkan diri bahwa kita betul-betul kecil dan hanya Allah SWT saja yang Mahabesar. Tak perlu jauh-jauh untuk melihat diri ini kecil, cukup melalui ponsel pribadi kita saja. Coba kita buka peta (map). Lihat posisi kita berada di sebelah mana. Coba tekan simbol minus untuk melihat tempat yang tengah kita duduki itu dari ketinggian. Tentu akan terus mengecil dan semakin mengecil. Bumi yang kita tinggali saja belum ada apa-apanya dibanding matahari sebagai pusat tata surya bima sakti yang terus terbakar saban harinya. Apalagi kita sebagai satu makhluk kecil di tengah miliaran makhluk penghuni bumi.
Mestinya, ego kita jauh lebih kecil lagi demi kepentingan dan kemaslahatan yang lebih besar. Tuduhan negatif, ujaran kebencian, iri hati tidak membuat kita lebih tinggi ataupun naik pangkatnya. Tidak berarti sama sekali. Bahkan justru menistakan diri kita sendiri, bahkan seolah takbir hanya abang-abang lambe, pemanis mulut belaka.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Laa ilaaha illa Allah wallahu Akbar
Allahu Akbar wa lillahil Hamd
Selamat hari raya idul fitri. Semoga kita senantiasa dapat mengagungkan Tuhan dan mengecilkan ego pribadi.
Syakir NF adalah mahasiswa Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
Terkait
Opini Lainnya
Terpopuler Opini
Rekomendasi
topik
Opini
-
- Ahmad Rifaldi | Sabtu, 3 Jun 2023
Kritik Sayyid Usman soal Nasab dan Pandangannya tentang Ahlul Bait
-
- Muhammad Syakir NF | Jumat, 2 Jun 2023
Kesetaraan di Pesantren dalam Film Hati Suhita
-
- Arief Rosyid Hasan | Kamis, 1 Jun 2023
Ekologi Spiritual: Merawat Jagat, Mereformasi Bumi
Berita Lainnya
-
Penyediaan Lapangan Kerja Jadi Tantangan Besar Indonesia
- Ketenagakerjaan | Rabu, 7 Jun 2023
-
Alasan PCINU Kaohsiung Taiwan Undang Gus Kautsar di Harlah Ke-5
- Internasional | Rabu, 7 Jun 2023
-
Melihat UMKM Binaan Pertamina di Sukabumi: Dari Bengkel Rumahan ke Jual Beli Kendaraan
- Nasional | Rabu, 7 Jun 2023
-
Kunjungi Siskohat, Irjen Kemenag Pertegas Pelayanan Haji Dilakukan Seoptimal Mungkin
- Nasional | Senin, 5 Jun 2023
-
Lantik Auditor, Irjen Harap Jadi Pemecah Masalah
- Nasional | Senin, 5 Jun 2023
-
Pertamina Dukung Penyelenggaraan 'Lagi-Lagi Tenis' Bersama Rans Entertainment
- Nasional | Ahad, 4 Jun 2023
-
Pemangku Kepentingan Bidang Ketenagkerjaan Deklarasikan Komitmen Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
- Ketenagakerjaan | Kamis, 1 Jun 2023
-
Ajang Inovasi 2023, Pertamina Catat Penciptaan Nilai Hingga Rp12 Triliun
- Nasional | Kamis, 1 Jun 2023
-
Polteknaker Harus Terus Berinovasi Wujudkan SDM Unggul
- Ketenagakerjaan | Rabu, 31 Mei 2023