Parlemen

Waket Komisi IX DPR: Dukungan Komunikasi Dibutuhkan Pesantren Atasi Covid-19

Jum, 9 Oktober 2020 | 04:30 WIB

Waket Komisi IX DPR: Dukungan Komunikasi Dibutuhkan Pesantren Atasi Covid-19

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh. (Foto: dpr.go.id)

Jakarta, NU Online

Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Nihayatul Wafiroh menegaskan pesantren butuh dukungan komunikasi dalam menangani Covid-19.


Hal itu ia sampaikan saat menjadi pembicara pada Muktamar Pemikiran Santri Seri 1 dengan tema “Pandemi dan Dunia Pesantren” yang digelar oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama pada Rabu (7/10).


Dukungan komunikasi ini terbagi ke beberapa sektor. Pertama, komunikasi dengan media massa. Sebab, menurutnya, hal ini juga menjadi bagian berbahaya dari virus yang tengah menjadi pandemi ini.


"Komunikasi salah satunya kepada media ini yang bahaya bukan hanya soal penyakitnya," kata Juru Bicara Pondok Pesantren Blokagung, Banyuwangi, Jawa Timur itu.


Pentingnya berkomunikasi dengan media massa ini lantaran banyaknya stigma yang diarahkan kepada santri, wali santri, hingga alumni yang meski sudah cukup lama tidak berkunjung ke pesantren.


"Kami banyak mengalami wali santri kami diputus pekerjaannya karena punya santri di Blokagung. Kami mengalami alumni-alumni kami yang tidak boleh mengajar karena dia alumni Blokagung padahal mereka sudah lama tidak ke Blokagung," ujarnya.


Stigma luar biasa itu sangat mengganggu keluarga besar pesantren. Bagaimana juga, katanya, santrinya yang sudah lama pulang didatangi Dinas Kesehatan dengan memakai ambulans yang bersirine, petugasnya pakai hazmat yang lengkap, tentu membuat berbagai macam praduga.


"Padahal mereka ketika dites juga negatif tetapi stigma masyarakat luar biasa bahkan di Banyuwangi ada salah satu camat yang mengeluarkan edaran langsung tentang bagaimana harus antisipasi kalau ada santri dari Pondok Pesantren Darussalam Blokagung," katanya.


Ninik, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa komunikasi kepada wali santri juga harus dibangun sebaik mungkin guna menenangkan mereka.


"Tantangan di pesantren itu luar biasanya ketika bisa memastikan semua santri sakit bisa sembuh, semua santri sehat tidak tertular. Dan memberikan keterangan kepada wali santri itu kita butuh teknik yang luar biasa sekali," katanya.


Ninik menceritakan, setelah swab massal, banyak wali santri yang kontak menanyakan hasilnya. Ia hanya menjawab, "Alhamdulillah santri kondisi sehat."


Padahal jika ditanya hasil swab, tentu jawabannya hanya ada dua, yakni negatif atau positif. Tetapi, ia menjawab kondisinya sehat.


Komunikasi lain yang harus dibangun adalah dengan instansi. Sebab, tidak semua pesantren mempunyai jaringan ke instansi, apalagi musim pilkada seperti ini. Banyak pesantren yang bertentangan dengan pemerintah sebagai pemangku dan pengambil kebijakan karena berbeda pilihan.


"Ini tentu juga akan mempengaruhi bagaimana treatment-nya kepada pesantren karena oleh sebab itu harus ada bagian mediasi yang komunikasi dengan instansi," kata Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) itu.


Dukungan Moral


Hal yang paling kuat dalam mendukung pesantren, menurutnya, adalah dukungan moral. Jangan sampai pesantren itu merasa sendiri.


"Ketika kami digebukin, pesantren belum diizinkan dibuka tetapi buka, santrinya lebih dari 10 per kamar. Kita ketawain aja dong Pesantren itu sekamar lebih dari 30 dong," katanya diiringi tawa.


Sebenarnya, dukungan moral ini yang seharusnya ada dari pihak-pihak pemerintah, dukungan yang terdepan untuk bisa mendukung kita untuk mengklarifikasi kepada media.


"Itu harusnya diambil oleh Kemenag, RMI, PBNU sehingga yang ada di dalam ini di pesantren ini hanya fokus bagaimana menyembuhkan santri tidak fokus lagi, bagaimana harus membranding di media luar, menjawab media luar ini yang harusnya dilakukan sebagai support moral itu luar biasa dibutuhkan," pungkasnya.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad