Pertanian

Mei 2022 Ekspor Pertanian Tumbuh 20,32 Persen, 3 Tahun Absen Impor Beras

Jum, 17 Juni 2022 | 08:43 WIB

Mei 2022 Ekspor Pertanian Tumbuh 20,32 Persen, 3 Tahun Absen Impor Beras

Mei 2022 Ekspor Pertanian Tumbuh 20,32 Persen

Jakarta, NU Online

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor pertanian pada Mei 2022 mengalami kenaikan 20,32 persen (year on year/YoY) atau sebesar US$ 290 juta jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut membuat pertanian Indonesia tahun ini mencapai 1,36 persen. 

 

Secara akumulatif Januari hingga Mei 2022, ekspor pertanian juga mengalami peningkatan. 

 

Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS, Setianto mengatakan sektor pertanian naik sebesar 13,34 persen yaitu dari US$ 1,63 miliar menjadi US$ 1,84 miliar. Dari angka tersebut, pertanian memiliki total share sebesar 1,60 persen dari total share nonmigas yang mencapai 95,58 persen.

 

"Dengan demikian total ekspor nonmigas kita di bulan Januari sampai dengan Mei meningkat 36,34 persen atau sebesar US$ 84,33 miliar menjadi US$ 114,97 miliar," ujar Setianto, Rabu, 15 Juni 2022.

 

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan), Kuntoro Boga Andri mengatakan bahwa saat ini jajaran Kementan fokus melakukan berbagai upaya peningkatan produksi dan mendorong penguatan ekspor untuk kesejahteraan petani.

 

"Semua komoditas pangan terus kami dorong agar produksinya meningkat sehingga ekspor nasional juga ikut meningkat. Pemerintah bahkan sudah memiliki program geratieks (gerakan tiga kali ekspor) dan juga layanan KUR (kredit usaha rakyat) khusus pertanian untuk mendorong modal usaha tani agar lebih berkembang," katanya.

 

Sebagaimana diketahui, Indonesia sukses meningkatkan produksi padi sehingga dalam kurun waktu 3 tahun terakhir tidak melakukan impor beras. Padahal biasanya Indonesia melakukan impor sebanyak 1,5 sampai 2 juta ton beras setiap tahun. Adapun produksi beras nasional pada tahun 2019 mencapai 31,31 juta ton, kemudian meningkat di tahun 2020 menjadi 31,36 juta ton dan di tahun 2021 sebesar 31,33 juta ton.

 

“Produksi beras nasional pada tahun 2019 mencapai 31,31 juta ton, meningkat di tahun 2020 menjadi 31,36 juta ton dan di tahun 2021 sebesar 31,33 juta ton,” imbuh Kuntoro. 

 

Atas capaian tersebut, Peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, Riyanto menilai salah satu keberhasilan Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai Menteri Pertanian adalah meningkatnya produksi beras nasional sehingga Indonesia mampu menahan impor selama tiga tahun berturut-turut. 

 

"Biasanya Indonesia impor. Tapi di zaman pak SYL saya melihat beras kita cukup, bahkan cendrung surplus. Semua bisa dikendalikan dan dalam waktu tiga tahun terakhir kita sudah tidak impor," kata Riyanto. 

 

Pendekatan dan strategi 5 cara bertindak (CB) yang diformulasikan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menurut Kuntoro mampu mengejawantahkan cita-cita bersama yaitu mewujdkan pertanian Indonesia maju, mandiri dan modern. 

 

“5 cara bertindak dalam ranah aplikatif berhasil mengartikulasikan pertanian masa depan sehingga mampu diwujdukan sekarang,”pungkasnya.

 

Ekonom Senior Indef, Bustanul Arifin mengapresiasi kebijakan dan program yang dijalankan jajaran Kementan selama tiga tahun terakhir. Menurutnya, sektor pertanian tumbuh 1,84 persen dan menjadi bantalan resesi selama pandemi covid 19.

 

"Kalau tidak ada pertanian mungkin krisis benaran. Jadi apresiasi kepada Pak Menteri Pertanian (Syahrul Yasin Limpo) karena pertanian menjadi bantalan ekonomi nasional," ujarnya.

 

Bustanul mengatakan, perekonomian Indonesia sejauh ini terus mengalami perbaikan yang sangat positif, dimana Tahun 2021 Indonesia tumbuh 3,69 persen. Disisi lain, ketersediaan beras pada produktivitas 2021 juga mulai meningkat.

 

Meski demikian, Bustanul berharap agar pemerintah terus meningkatkan skala kerjanya, terutama didalam menghadapi geopolitik global yang saat ini terfokus pada konflik Rusia-Ukraina. Perang senjata kedua negera itu telah berdampak pada kenaikan harga-harga di dunia.

 

"Rekomendasi saya untuk pangan nasional adalah, di dalam menghadapi geopolitik dan geostrategi global yang telah menaikan harga pangan secara spesifik di Indonesia harus diantisipasi agar kondisinya lebih baik lagi," katanya.

 

Editor: Zunus Muhammad