Pustaka

Kitab Dardir, Kisah Perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad

Sab, 18 Februari 2023 | 08:00 WIB

Kitab Dardir, Kisah Perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad

Kitab Isra Mi'raj. (Ilustrasi: NU Online/Syakir)

Saban tahun, umat Islam di seluruh dunia memperingati peristiwa penting bersejarah di penghujung bulan Rajab, yaitu Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad saw. Peristiwa ini teramat penting karena Nabi Muhammad saw membawa oleh-oleh bagi umatnya berupa kewajiban shalat lima waktu setiap harinya.


Peristiwa ini terjadi manakala Rasulullah saw saat itu dirundung duka karena ditinggal wafat oleh istrinya, Sayyidah Khadijah al-Kubra dan Abu Thalib, pamannya. Allah swt memperjalankannya dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, hingga ke Sidratul Muntaha. Perjalanan itu ditemani tour guide Malaikat Jibril as.


Kisah tersebut diceritakan secara terperinci dalam sebuah kitab tipis karya Syekh Najmuddin al-Ghaithi dengan judul Qishshatul Mi’raj. Kitab ini kemudian diberikan catatan kritis nan penjelasan yang lebih luas oleh Sayyid Ahmad al-Dardiri.


Seperti cerita-cerita rakyat Indonesia, Syekh al-Ghaithi mengawali kitabnya ini dengan sebuah kata, baynama, pada suatu ketika, di suatu waktu. Hal ini menunjukkan kekhasan bahwa kitab ini memang mengandung unsur-unsur sastra.


Bahasanya juga diatur sedemikian rupa dengan detail-detail yang sedemikian rinci, deskripsi yang sangat jelas sehingga pembaca seolah-olah turut mengikuti langsung perjalanan Nabi Muhammad saw. Pembaca diantarkan dari satu tempat ke tempat lain dengan sedemikian halus seperti penulis enggan meninggalkan pembaca detik per detiknya dari peristiwa perjalanan itu.


Kisah ini diawali dari keberadaan Nabi Muhammad saw yang tengah berada di kediamannya. Kemudian Malaikat Jibril, Mikail, dan satu malaikat lain datang membawa zamzam. Lalu, ketiga malaikat itu melakukan ‘operasi’ menyucikan hati Nabi dari berbagai keburukan dengan air zamzam itu dan memenuhinya dengan berbagai kebaikan, mulai dari pengetahuan, keyakinan, hingga keislamannya.


Syekh al-Ghaithi juga menceritakan Buraq yang menjadi kendaraan Nabi dalam melakukan perjalanan itu. Detailnya dijelaskan, mulai dari warnanya yang putih, tingginya di atas keledai dan di bawah kuda. Ia juga menulis ‘kecanggihan’ kendaraan ini yang barangkali belum ada padanannya sampai era sekarang, berkaitan dengan cara berjalannya yang jika menanjak, kaki belakangnya akan memanjang menyesuaikan, sedangkan jika menurun, kaki depannya akan memanjang menyesuaikan. Dengan begitu, Nabi Muhammad saw yang berada di atasnya tidak merasa naik turun, tetapi tetap rata.


Kemudian, perjalanan yang hanya semalam itu juga seperti perjalanan panjang berhari-hari. Pasalnya, Rasulullah saw banyak menemui peristiwa yang memberikan banyak pengalaman dan pengetahuan baru untuknya. Jibril as yang mendampinginya dengan setia memberikan penjelasan dari setiap peristiwa yang dilalui bersama.


Di kitab ini juga dijelaskan bagaimana Nabi Muhammad saw bolak-balik bertemu Allah swt terkait dengan kewajiban shalat, mulai dari 50 kali hingga akhirnya 5 kali dalam sehari karena sudah kadung malu enggan kembali lagi. Kembalinya Nabi untuk meminta ‘diskon’ itu atas petunjuk dari Nabi Musa as yang ia temui di langit keenam.


Hal yang tak ketinggalan tentu saja ketidakpercayaan orang-orang kafir Makkah atas perjalanan semalam itu. Perjalanan yang memang tidak masuk logika karena hanya masuk pada dimensi keimanan. Nabi Muhammad saw pun dicecar berbagai pertanyaan, mulai dari pintu Masjidil Aqsha hingga jumlah unta dalam rombongan yang ditemuinya. Di situ, Sayyidina Abu Bakar ra menjadi seorang yang langsung mempercai kisah yang diceritakan Nabi Muhammad saw.


Kitab ini dibaca oleh para kiai dan dikaji oleh para santri di banyak pesantren di Indonesia. Pondok Buntet Pesantren Cirebon, misalnya, yang rutin membaca kitab tersebut setiap tahun dalam rangka memperingati Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw. Kitab ini dibaca selama tiga malam oleh sejumlah kiai di Masjid Agung Buntet Pesantren, mulai malam ke-25, malam ke-26, dan dikhatamkan pada malam ke-27 bulan Rajab.


Peresensi Syakir NF


Identitas Buku

Judul      : Qisshatul Mi’raj


Penulis   : Najmuddin al-Ghaithi


Halaman : 28


Terbit       : Tanpa tahun