Pustaka

Memandang Wajah Muslim Indonesia

Rab, 10 Juni 2020 | 04:13 WIB

Memandang Wajah Muslim Indonesia

Hasanuddin Ali dan Lilik Purwandi melukiskan cara beragama mereka dalam buku Wajah Muslim Indonesia berdasarkan data kuantitatif

Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dengan jumlah yang lebih dari 200 juta. Banyaknya umat Islam ini juga terdiri dari beragam aliran dan cara pandang keagamaannya. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti letak geografi, tradisi, dan lingkungan sosial.


Sebagaimana diketahui bersama, tak sedikit masyarakat Indonesia yang menjadi kaum urban. Mereka berpindah dari pedesaan ke wilayah perkotaan dengan beragam motif, seperti belajar, bekerja, hingga mengikui pasangan atau keluarganya. Hal demikian cukup memberikan dampak terhadap laku keagamaan mereka. Pasalnya, ada tuntutan lain, entah itu pekerjaan, tugas studi, atau hal lainnya, yang menjadi alasan pilihan cara beragama mereka. Masyarakat rural juga memiliki kegiatannya sendiri yang menjadi alasan pilihan cara beragama mereka.


Pilihan beragama juga tidak saja didasarkan pada faktor geografis, tetapi juga usia. Kita mafhum betul mengenai istilah milenial, yakni generasi yang lahir di tahun 1981 hingga 2000 atau disebut juga generasi Y. Sementara itu, kelahiran setelah tahun 2000 disebut generasi Z, sedangkan generasi 1961 sampai 1980 disebut generasi X dan generasi 1946-1960 disebut generasi Babby Boomers.


Hasanuddin Ali dan Lilik Purwandi melukiskan cara beragama mereka dalam buku Wajah Muslim Indonesia berdasarkan data kuantitatif. Misalnya, soal pelaksanaan shalat lima waktu. Ternyata, banyak saudara-saudara kita yang melaksanakan shalat lima waktu tidak secara penuh setiap harinya. Persentasenya mencapai 74,2 persen secara umum. Secara rinci, hal ini terjadi pada semua golongan, baik dilihat dari urban dan rural, keragaman usia, hingga wilayah tempat tinggal mereka.


Selain soal shalat, penulis juga menyajikan data perihal ritual peribadatan lainnya, seperti tradisi tahlil, Maulid Nabi Muhammad SAW dan ziarah. Tidak hanya itu, dalam buku tersebut juga tersaji data mengenai sikap mereka terhadap isu-isu sosial kontemporer, seperti LGBT, prostitusi, poligami, perceraian, toleransi dan pluralisme, fenomena hijab dan niqab, produk syariah dan halal, filantropi, hingga soal relasi agama dan negara. Hal lain yang tak ketinggalan dalam pembahasan buku ini adalah mengenai kecenderungan Muslim terhadap organisasi masyarakat, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan sebagainya.


Buku ini melukiskan wajah Muslim Indonesia dengan cara yang berbeda, yakni dengan menyajikan data secara kuantitatif mengenai sikap keagamaan. Kita jarang menemukan penelitian serupa. Data demikian tentu saja didasarkan pada pengakuan diri dari setiap partisipan yang telah ditentukan. Namun, hal ini bisa menunjukkan wajah secara umum dengan adanya pengambilan data secara acak berdasarkan kajian akademis yang dapat dipertanggungjawabkan. Tentu penyajian data secara kuantitatif tersebut menjadi satu keunggulan tersendiri dari riset ini.


Buku ini menjelaskan soal generasi milenial dalam bab khusus. Namun, sayangnya, data-data hasil penelitiannya hanya didasarkan pada rentang usia saja, mulai dari 17-25 tahun, 26-35 tahun, 36-45 tahun, 46-55 tahun, dan 56-65 tahun. Penulis tidak menyajikan data berdasarkan pada generasi-generasi seperti yang dijelaskannya.


Selain data, buku ini juga menyajikan alasan ‘beberapa’ respondennya. Satu sisi hal tersebut sangat baik sebagai data pendukung. Namun, tentu akan lebih baik jika pembaca juga melihat data alasan seluruh responden sehingga dapat terlihat faktor yang melatarbelakangi cara beragama mereka. Mengenai shalat lima waktu seperti di atas, misalnya, penulis menunjukkan alasan seorang dari kaum urban dan seorang lagi dari kaum rural. Tentu akan sangat menarik ketika pembaca juga melihat persentase alasan kaum urban tidak melaksanakan shalat karena kesibukannya dan sebagainya.


Dalam hal ini, saya sepakat dengan pandangan Prof Nadirsyah Hosen yang mencatat di akhir pengantar buku ini, bahwa angka-angka tersebut memang penting, tetapi hal yang lebih penting lagi adalah hal yang berada di balik angka tersebut.


Data yang disajikan dalam buku ini sangat penting untuk menentukan langkah-langkah dakwah para dai ke depan agar pesan yang disampaikan tidak hanya sampai di telinga atau mata mereka, tetapi juga teraktualisasikan dalam laku.


Peresensi Syakir NF, mahasiswa Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia). Aktif di Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PP IPNU).


Identitas Buku
Judul        : Wajah Muslim Indonesia
Penulis        : Hasanuddin Ali dan Lilik Purwandi
Tebal        : 212 halaman
Tahun        : 2019
Penerbit    : Islami.co