Pustaka

Nazham Imrithi: Kitab Praktis Cara Baca Kitab Kuning

Kam, 30 Maret 2023 | 20:30 WIB

Nazham Imrithi: Kitab Praktis Cara Baca Kitab Kuning

Ilustrasi: Nazham Imrithi dan Nadham Imrithi (NU Online - Ahmad Muntaha AM)

Siapa yang tidak tahu kitab Nazham Imrithi? Salah satu kitab ringkas yang menjelaskan tentang rumus cara baca kitab kuning dengan mudah dan simple. Kitab kecil yang ditulis oleh Syekh Syarafuddin Yahya al-Imrithi ini menjadi bahan ajar di berbagai pesantren dan madrasah untuk mengenalkan ilmu gramatika Arab. 

Kitab Imrithi merupakan kitab lanjutan bagi para santri setelah belajar kitab matan Jurumiyah. Sebab, secara umum kitab ini merupakan kitab pengembangan dari kitab Jumuriyah yang ditulis dengan bentuk nazham (syair atau puisi) oleh pengarangnya. Artinya, Imam Syarafuddin Al-Imrithi mengambil materi-materi dalam kitab Jurumiyah yang berbentuk prosa, kemudian disusun ulang menjadi sebuah kitab dengan berbentuk nazham, disertai penjelasan yang lebih luas.
 

 

Biografi Singkat Penulis Kitab Imrithi

Kitab kecil penjelasan ilmu nahwu ini ditulis oleh Imam Syarafuddin Yahya Abil Khair Al-Imrithi As-Syafi’i Al-Anshari Al-Azhari. Ulama besar mazhab Syafi’i kelahiran Amrith, salah satu kota yang ada di Mesir bagian timur. Ia dilahirkan pada awal abad kesembilan hijriah, dan wafat pada tahun 988 H di Mesir.
 

Az-Zirikli dalam Al-A'lam mengatakan, Imam Al-Imrithi merupakan ulama yang sangat alim, tidak hanya dalam ilmu tata bahasa Arab saja (nahwu), namun juga sangat alim dalam ilmu fiqih dan ushul fiqih. Hanya saja, keilmuan yang tampak darinya adalah ilmu sastra, sehingga karangan-karangannya sarat rasa sastra.
 

Karya-karya Imam Al-Imrithi di antaranya adalah;

  1. Tashilut Thuruqhat fi Nazhmil Waraqat, salah satu kitab tentang ilmu ushul fiqih;
  2. Ad-Durratul Bahiyah atau yang lebih masyhur dengan nama Nazham Imrithi, kitab yang mengulas tentang ilmu nahwu;
  3. Nazhmut Tahrir, kitab ringkas tentang ilmu fiqih; dan
  4. kitab-kitab lainnya, seperti At-Taisir, Nazhmu Ghayatit Taqrib lil Fasyani, dan lainnya. (Az-Zirikli, Al-A’lam, [Darul Ilmi: 2002], juz VIII, halaman 175).


 

Alasan Penulisan Kitab

Alasan di balik kodifikasi kitab Imrithi adalah keinginan besar Syekh Syarafuddin Al-Imrithi untuk memenuhi dorongan dirinya sendiri agar bisa saling menolong dalam hal kebaikan. Ia merasa memiliki rasa tanggungjawab untuk membagikan ilmu yang telah ia miliki kepada orang lain. Agar pemahaman tentang Al-Qur’an dan hadits terus terjaga, sebagaimana salah satu nazham yang ia sebutkan, yaitu:
 

كَيْ يَفْهَمُوْا مَعَانِيَ الْقُرْأَنِ ** وَالسُّنَّةِ الدَّقِيْقَةِ الْمَعَانِي
 

Artinya, “Agar mereka bisa memahami makna-makna Al-Qur’an dan hadits nabi yang sulit maknanya.”
 

Imam Al-Imrithi juga memohon kepada Allah swt agar ilmu-ilmu yang tertuang dalam kitab ini bisa menjadi ilmu yang bermanfaat dan berkah, khususnya bagi orang yang bersungguh-sungguh dalam menghafal dan memahaminya.
 

 

Sekilas tentang Kitab Imrithi

Kitab Imrithi merupakan salah satu cabang ilmu nahwu dari beberapa kitab nahwu lainnya yang membahas perihal perubahan kalimat. Kitab ringkas yang berisikan 254 nazham ini menjadi sangat penting untuk dipelajari, khususnya bagi pemula yang hendak mempelajari kitab kuning. Sebab, tanpa ilmu nahwu akan sulit memahami kitab kuning. Hal ini sebagaimana dicantumkan oleh Imam Al-Imrithi dalam mukadimahnya, ia mengatakan:
 

وَالنَّحْوُ أَوْلَى أَوَّلًا أَنْ يُعْلَمَا ** اِذِ الْكَلَامُ دُوْنَهُ لَنْ يُفْهَمَا
 

Artinya, “Ilmu nahwu itu lebih berhak dinomor satukakan untuk dipelajari, karena kalam Arab tanpanya tidak akan bisa dipahami.” 
 

Umumnya, kitab Imrithi ini menjadi pegangan wajib bagi para santri pemula yang hendak belajar membaca kitab kuning di pesantren dan madrasah. Mereka dituntut untuk hapal dan paham tentang konsep-konsep ilmu nahwu yang ada di dalamnya, mulai dari pembagian kalam, i’rab, isim-isim yang dibaca rafa’, nashab, jar, dan sukun.
 

Hal ini terbukti mengantarkan kesuksesan bagi para pemula ketika sudah memasuki jenjang ilmu nahwu berikutnya, yaitu kitab Kawakibud Durriyah dan Alfiyah ibnu Malik yang begitu kompleks dan rumit. Mereka bisa dengan mudah memahami teori nahwu yang ada di dalamnya.
 

Secara garis besar, Kitab Imrithi dibagi menjadi lima pembahasan, yaitu:

  1. kalam dan pembagian i’rab;
  2. pembahasan tentang kalimat fi’il;
  3. isim-isim yang dibaca rafa’;
  4. isim-isim yang dibaca nashab; dan
  5. isim-isim yang dibaca jar.
 

Pertama, Pembahasan Kalam dan Pembagian I’rab 

Syekh Al-Imrithi memulai pembahasan dalam kitab ini dengan pembahasan tentang kalam, termasuk ketentuan-ketentuan sederhana dalam membentuk suatu kalimat Arab dengan benar. Selanjutnya disusul dengan pembagian i’rab, lengkap dengan pembagiannya, yaitu i’rab rafa’, i’rab nashab, i’rab jar, dan i’rab jazam. Tidak lupa juga, ia juga mencantumkan tanda-tanda i’rab.
 

 

Kedua, Pembahasan Kalimat fi’il 

Dalam hal ini, Syekh Al-Imrithi membagi kalimat fi’il menjadi tiga bagian, yaitu fi’il madhi, fi’il mudhari’, dan fi’il amar. Ia juga menyebutkan semua tanda-tanda kalimat fi’il, untuk menjadi penentu bahwa kalimat tersebut benar-benar fi’il.
 

 

Ketiga, Pembahasan Isim-Isim yang Dibaca Rafa’ (Marfu’atul Asma)

Dalam poin ketiga ini, Syekh Al-Imrithi menjelaskan semua isim-isim yang dibaca rafa’, untuk memudahkan pemula agar bisa dengan mudah menandai suatu kalimat. Isim-isim yang dibaca rafa’ jumlahnya ada tujuh, yaitu:

  1. fail;
  2. naibul fail;
  3. mubtada;
  4. khabar;
  5. isim kana dan saudaranya;
  6. khabar inna dan sudaranya;
  7. lafal yang ikut pada lafal yang dibaca rafa’, yaitu na’at (sifat), athaf, taukid, dan badal.
 

Keempat, Pembahasan Isim-Isim yang Dibaca Nashab (Manshubatul Asma)

Sebagaimana poin ketiga, dalam hal ini pengarang menjelaskan semua isim-isim yang dibaca nashab, lengkap dengan definisi dan tanda-tandanya. Adapun isim yang dibaca nashab itu ada 15, yaitu:

  1. maf’ul bih;
  2. masdar;
  3. zharaf zaman;
  4. zharaf makan;
  5. hal;
  6. tamyiz;
  7. mustatsna;
  8. isim la;
  9. munada;
  10. maf’ul min ajlih;
  11. maf’ul ma’ah;
  12. khabar kana dan saudaranya; 
  13. isim inna dan saudaranya;
  14. maf’ul zhanna; dan
  15. lafal yang ikut pada lafal yang dibaca nashab.
 

Kelima, Pembahasan Isim-Isim yang Dibaca Jar (Makhfudhzatul Asma)

Isim-isim yang dibaca jar jumlahnya hanya ada tiga, yaitu:

  1. isim yang dijarkan dengan huruf;
  2. mudhaf ilaih; dan
  3. lafal yang ikut pada lafal yang dibaca jar.
 

Lima garis besar pembahasan di atas tidak hanya menampilkan isim, fi’il, dan huruf saja. Lebih dari itu, Syekh Al-Imrithi juga menjelaskan dengan sangat detail definisi dari masing-masing kalimat. Tak lupa, ia juga menjelaskan tanda-tandanya, sehingga menjadikan kitab ini sangat mudah dan simpel untuk dipelajari oleh santri ataupun pemula. Wallahu a’lam.


 

Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.