Tokoh

KH Abdullah bin Nuh, Kiai Cianjur yang Produktif Menulis

Sel, 17 Desember 2019 | 12:45 WIB

KH Abdullah bin Nuh, Kiai Cianjur yang Produktif Menulis

KH Abdullah bin Nuh

KH Abdullah bin Nuh lahir di Cianjur, Jawa Barat, pada tanggal 30 Juni 1905. Ia adalah seorang kiai kharismatik, pendiri Pesantren al-Ghozali Bogor, Jawa Barat. Ayahnya bernama Raden H Mohammad Nuh bin Idris dan ibunya Nyi Raden Aisyah bin Raden Sumintapura. Kakek dari pihak ibu adalah seorang wedana di Tasikmalaya.
 
Silsilah keturunan KH Abdullah bin Nuh adalah sebagai berikut: KH Abdullah bin Nuh putera RH Idris, putera RH. Arifin, putera RH Sholeh putra, RH Muhyiddin Natapradja, putra R Aria Wiratanudatar V (Dalem Muhyiddin), putra R Aria Wiratanudatar IV (Dalem Sabiruddin), putra R Aria Wiratanudatar III (Dalem Astramanggala), putra R Aria Wiratanudatar II (Dalem Wiramanggala), putra R AnaWiratanudatar I (Dalem Cikundul).

Abdullah belajar di Madrasah al-I’anah Cianjur yang didirikan oleh ayahandanya. Kemudian ia meneruskan pendidikan ke tingkat menengah di Madrasah Syamailul Huda di Pekalongan, Jawa Tengah. Bakat dan kemampuannya dalam sastra Arab di pesantren ini begitu menonjol. Dalam usia 13 tahun, ia sudah mampu membuat tulisan dan syair dalam bahasa Arab. Oleh gurunya, artikel dan syair karya Abdullah dikirim ke majalah berbahasa Arab yang terbit di Surabaya. 

Kemahirannya dalam bahasa Arab mengantarkan Abdullah dikirim ke Universitas al Azhar, Kairo, Mesir, pada tahun 1926.  Di sana ia masuk ke Fakultas Syariah dan mendalami fiqih Mazhab Syafii. Setelah dua tahun belajar di Al Azhar, Abdullah berhasil mendapat gelar Syahadatul ‘Alimiyyah yang memberinya hak untuk mengajar ilmu-ilmu keislaman. 

Pada zaman penjajahan Jepang, ia menjadi PETA dan masuk ke Laskar Hizbullah yang dipimpin tokoh NU, KH Zainul Arifin. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, ia memimpin BKR. Pernah menjadi anggota KNIP  yang berperan sebagai lembaga legiislatif di Yogyakarta, sambil menjadi Kepala Seksi Siaran Bahasa Arab do RRI Yogyakarta dan dosen di UII.  Di kampus tersebut, Abdullah adalah sebagai salah seorang pendirinya. 

Pada tahun,1950 Abdullah meniggalkan Yogyakarta. Ia dan keluarganya memutuskan untuk hijrah ke Jakarta hingga tahun 1970. Selama di Jakarta, ia memegang jabatan sebagai Kepala Siaran Bahasa Arab pada RRI Jakarta. Kemudian ia menjabat sebagai Lektor Kepala Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 

Pada tahun 1969, ia kemudian menetap di Bogor dan mendirikan sebuah majelis ta’lim bernama al-Ghazali dan Al-Ihya.  Majelis yang berkembang menjadi sebuah yayasan pendidikan ini hingga saat ini masih berdiri. Yayasan al-Ghazali tidak hanya menyelenggarakan kegiatan pengajian rutin, tetapi juga membuka madrasah dan sekolah Islam dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) hingga menengah atas.

Abdullah adalah seorang kiai yang produktif menulis, baik dalam Bahasa Arab, Indonesia maupun Sunda, terjemahan. Buku terjemahannya yang paling dikenal yaitu Minhajul ‘Abidin (Menuju Mukmin Sejati) dari karya Imam al-Ghazali, sedangkan buku karangannya yang paling dikenal dan terus dipelajari oleh para santrinya di beberapa pesantren yang berada di Bogor, Cianjur dan Sukabumi, yaitu Ana Muslim. 

Lebih dari 20 buku telah dihasilkan oleh KH Abdullah bin Nuh dalam berbagai bahasa. Di antara karyanya yang terkenal adalah : (1) Kamus Indonesia-Inggris-Arab (bahasa Indonesia), (2) Cinta dan Bahagia (bahasa Indonesia), (3) Zakat dan Dunia Modern (bahasa Indonesia), (4) Ukhuwah Islamiyah (bahasa Indonesia), (5) Tafsir al Qur’an (bahasa Indonesia), (6) Studi Islam dan Sejarah Islam di Jawa Barat hingga Zaman Keemasan Banten (bahasa Indonesia), (7) Diwan ibn Nuh(syiir terdiri dari 118 kasidah, 2731 bait), (8) Ringkasan Minhajul Abidin (bahasa Sunda), (9) Al Alam al Islami (bahasa Arab), (10) Fi Zhilalil Ka’bah al Bait al Haram (bahasa Arab), (11) Ana Muslimun Sunniyun Syafi’iyyun (bahasa Arab), (12) Muallimul Arabiyyah (bahasa Arab), (13) Al Islam wa al Syubhat al Ashriyah (bahasa Arab), (14) Minhajul Abidin (terjemah ke bahasa Indonesia), (15) Al Munqidz min adl-Dlalal (terjemah ke bahasa Indonesia), (16) Panutan Agung (terjemah ke bahasa Sunda).

Abdullah bin Nuh, kiai yang dikenal sebagai penyair ini wafat di Bogor, pada tanggal 26 Oktober 1987.