Warta SOAL PEREBUTAN MASJID NU

Generasi Muda NU Lebih Suka "Nongkrong" di Kantor Partai

Ahad, 22 April 2007 | 18:46 WIB

Surabaya, NU Online
Banyaknya masjid-masjid yang didirikan oleh warga Nahdlatul Ulama (NU) dan kini diambil alih kelompok lain sedianya menjadi koreksi bagi para kader NU. Selama ini kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh generasi muda NU lebih terkonsentrasi di sekretariat organisasi atau bahkan di kantor partai politik tertentu yang berafiliasi dengan NU.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kembali menyeru warga nahdliyin (sebutan untuk warga NU) terutama para generasi mudanya untuk menjadikan masjid-masjid sebagai pusat kegiatan dan dakwah Islam ahlussunnah wal jama'ah.p>

Ketua PBNU KH Masdar Farid Mas'udi mengatakan, masyarakat NU harus mampu mengembalikan fungsi masjid sebagaimana zaman Rasulullah SAW. Dimana masjid tidak sebatas untuk kegiatan ibadah (salat--red), namun juga untuk membangun peradaban.

''Kita pertahankan jangan sampai jatuh ke kelompok lain, dan kedepan masjid harus benar-benar menjadi markas untuk mengembangkan barbagai pengetahuan,'' katanya saat berbicara pada Halaqah Lembaga Takmir Masjid Indonesia (LTMI), di Kantor PWNU Jatim, kemarin (22/4), seperti dilaporkan Maulana dari Harian Bangsa (23/4).

Masdar mengatakan, apabila di sejumlah daerah terdapat masjid yang belum jelas siapa yang membangun, sementara masyarakat NU dan kelompok lain menggunakan masjid tersebut, maka perlu ditelusuri siapa pembuatnya.

''Prinsip kita jangan sampai merebut milik orang lain, tapi kalau masjid itu nyata-nyata milik kita maka harus kita pertahankan,'' katanya.

Menurutnya, salah satu kelemahan orang NU yang menyebabkan banyak kehilangan masjid adalah selalu mendahulukan sikap mengalah. Selain itu, ujarnya, di kalangan ulama atau pemimpin masalah ketaatan terhadap keputusam organisasi.

''Banyak tokoh yang merasa tidak perlu ditokohi, sehingga mereka jalan sendiri-sendiri. Padahal kalau dibanding organisasi lain, tokoh masyarakat NU itu sangat banyak, hanya masalahnya masing-masing tokoh tidak bersedia digabung,'' kata dia.

Sementara dalam kesempatan yang sama pakar aliran Agama Islam, KH Imam Ghazali Said MA menjelaskan, perebutan masjid NU tidak lepas dari peranan sejumlah kelompok Islam yang lain. ''Sayangnya, masjid-masjid yang mereka manfaatkan bukan masjid yang mereka bangun sendiri,'' kata Pimpinan Ponpes Mahasiswa An Nur tersebut.

Dia menambahkan, masyarakat NU harus waspada terhadap masuknya organisasi-organisasi tersebut dalam masjid. Caranya, kata dia, dengan mengenali karakter masing-masing kelompok. ''Biasanya kelompok-kelompok semacam itu paling getol menolak keberadaan masyarakat non-muslim,'' katanya.

Sementara Sekretaris Jenderal Lembaga Ta'mir masjid Indonesia (LTMI) Zis Mujahid mengakui masih kurang maksimalnya fungsi masjid. Di Jakarta, lanjutnya, fungsi masjid banyak yang digunakan untuk kampanye partai politik (parpol).

''Generasi muda NU terlena dengan kepentingan politik, mereka lebih suka 'nongkrong' di kantor partai daripada di masjid. Ini yang menyebabkan orang lain masuk ke masjid-masjid orang NU,'' katanya.

Zis menambahkan, LTMI saat ini tengah melakukan berbagai pembenahan seperti standarisasi masjid, mengembalikan peranan ustadz, serta menata kembali tata cara NU di Masjid.

''Saat ini banyak orang yang mengaku ustadz namun cara mengajinya tidak benar sudah berani mengajar di masjid-masjid, ini harus kita tata ulang dan perlu peranan generasi muda NU,'' kata dia. (nam)