Warta

Ketua Umum IPNU: Jangan Jadikan UN Harga Mati

Rab, 28 Juni 2006 | 11:02 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Mujtahidur Ridho berharap agar pemerintah tidak menjadikan Ujian Nasional (UN) yang hanya berlangsung selama tiga hari tersebut sebagai satu-satunya penentu kelulusan siswa.

“Jangan jadikan Ujian Nasional sebagai harga mati dalam penentuan kelulusan, tetapi kemampuan siswa yang lainnya seperti ketrampilan ataupuan proses belajar yang telah berlangsung selama tiga tahun tersebut dijadikan pertimbangan. Dalam hal ini, tentunya dewan sekolah dan guru yang paling tahu,” tandasnya ketika dihubungi oleh NU Online (28/06).

<>

Dari awal ketika masih bernama Ujian Akhir Nasional (UAN), IPNU sebenarnya sudah menolak konsep ini. Perdebatan tentang UN saat ini dinilai oleh Edo, panggilan akrab Mujtahidur Ridho sebagai bagian dari penyelesaian yang tidak tuntas terhadap pelaksanaan UN. “Apalagi pemerintah tidak konsisten dengan kebijakannya, tahun lalu boleh ujian susulan, tetapi sekarang tidak diadakan lagi,” imbuhnya.

Evaluasi tingkat akhir di sekolah memang diperlukan untuk mendorong para siswa agar giat belajar. Namun hal tersebut harus mempertimbangkan seluruh kemampuan siswa. Karena itu, apabila evaluasi akhir saja yang digunakan untuk menentukan kelulusan, IPNU sangat tidak setuju.

“Mau jadi apa generasi muda ini jika kelulusan hanya ditentukan ujian hanya tiga hari. Ini akan mendorong mereka untuk menjadi generasi instan. Mereka akan ngebut belajar pada saat menjelang ujian saja karena proses sebelumnya tak dianggap,” tambahnya.

Standarisasi nilai UN dengan nilai minimal 4.25 juga dinilai tidak realistis karena sarana dan prasarana yang dimiliki oleh masing-masing sekolah tidak sama sehingga hasil akhirnya saja tidak akan sama.

“Tentu saja sangat tidak adil jika siswa dari Papua dengan siswa dari Jakarta disamaratakan standard dan proses penilaiannya, padahal sarana dan prasarana yang diterima jauh berbeda,” katanya.

Saat ini yang paling penting menurut Ridho adalah pemerintah harus menyelesaikan persoalan anak-anak pandai yang tak lulus dalam UN karena banyak diantara mereka yang telah diterima di perguruan tinggi negeri. Banyak fihak meminta agar diadakan ujian susulan untuk menyelesaikan problem ini.

“Kontraversi tentang UN baru berlangsung belakangan ini. Baiknya pemerintah berkaca pada EBTA atau Ebtanas yang diselenggarakan beberapa tahun lalau yang bisa berjalan dengan baik dan tanpa menimbulkan keresahan masyarakat,” tandasnya. (mkf)