Warta

NU Harus Pertegas Aturan Keterlibatan Pengurusnya di Politik Praktis

Rab, 12 Maret 2008 | 07:36 WIB

Probolinggo, NU Online
Nahdlatul Ulama (NU) harus mulai mempertegas aturan main tentang keterlibatan pengurusnya di politik praktis. Jika tidak, maka, perdebatan tentang boleh tidaknya pengurus struktural NU aktif di politik praktis, tidak akan pernah selesai.

Pendapat tersebut dikemukakan Pengasuh Pondok Pesantren Ahlussunnah Waljamaah, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Habib Abdul Qodir Al Hamid, di Probolinggo, Selasa (11/3) kemarin.<>

Ia mengaku sangat mengkhawatirkan posisi NU yang secara langsung atau tidak langsung mulai masuk pada wilayah politik praktis seperti yang terjadi belakangan ini. ā€œFaktanya, saat ini orang-orang yang duduk di struktural NU, secara tidak langsung mulai berpolitik. Tapi, mereka berdalih tidak berpolitik. Ini membingungkan umat,ā€ katanya.

Dalam kesempatan itu, Habib Qodir juga menanggapi majunya Ketua Pengurus Wilayah NU Jatim, Ali Maschan Moesa, sebagai Calon Wakil Gubernur Jatim. Ia meminta, semua pihak tidak memperdebatkannya lagi dan mengambil manfaat dari semua itu.

ā€œKiai-kiai tidak perlu bingung dan berdebat apa yang dikehendaki Ali Maschan. Biarkan saja. Kita lihat sisi positifnya saja, supaya NU tidak hanya dijadikan jembatan politik,ā€ katanya.

Wakil Rais Syuriah PWNU Jatim, KH M Hasan Mutawakkil Alallah, tidak sependapat bila struktural NU dianggap mulai terseret kepentingan politik.

ā€œSecara kelembagaan, baik PCNU, PWNU maupun PBNU dilarang berpolitik praktis. NU hanya boleh eksis dalam politik kebangsaan. Artinya, NU tidak boleh membela aliran kepentingan politik tertentu, melainkan harus memperjuangkan kepentingan bangsa dan mempertahankan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia),ā€ katanya.

Demikian pula dengan majunya Ali Maschan. Menurutnya, hal itu tidak perlu diperdebatkan lagi. ā€œSaat ini, PWNU tidak berpolitik praktis. Kalau diseret oleh kepentingan politik, memang benar,ā€ ujarnya. (sy/sbh)