Warta DARI KONFERENSI IX FATAYAT NU DIY

Pemberdayaan Perempuan, Rekonstruksi Pasca-Gempa hingga Soal Korupsi

NU Online  ·  Sabtu, 23 September 2006 | 07:25 WIB

LEMAHNYA posisi kaum perempuan dalam kehidupan sosial masyarakat, menjadi fokus utama dalam bahasan sidang-sidang komisi terutama program kerja dan rekomendasi organisasi pada konferensi wilayah Pengurus Wilayah (PW) Fatayat NU Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang ke-9. Dalam sidang komisi rekomendasi, PW Fatayat NU DIY meminta kepada sejumlah jajaran departemen dan pemerintahan daerah untuk melaksanakan secara maksimal INPRES NO. 9 tahun 2000 tentang pengarustamaan gender (PUG).

Sebagian besar peserta konferensi menilai bahwa pelaksaaan INPRES tersebut belum banyak tercermin dalam kebijakan-kebijakan yang dihasilkan. Anggran pemerintah daerah yang kurang berperspektif gender merupakan bukti dari masih lemahnya pemahaman terhadap kebutuhan kaum perempuan.

<>

Peserta juga menyoroti masalah maraknya praktik perdagangan perempuan dan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga. Untuk itu, peserta konferensi juga meminta peningkatan perhatian pemerintah untuk menangani permasalahan-permasalahan tersebut.

Kondisi ini diperparah dengan musibah bencana alam yang menghantam propinsi D I Yogyakarta, yang mengakibatkan pergeseran struktur sosial dan perekonomian masyarakat. Bertambahnya tingkat kemiskinan masyarakat saat ini, tidak menutup kemungkinan terjadinya perdagangan perempuan dan anak-anak. Jaminan akan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan merupakan keniscayaan yang harus dilakukan oleh pemerintah.
 
Selain itu, terkait dengan kasus musibah di DIY, baik kasus merapi maupun gempa bumi akhir Mei lalu, konferensi merekomendasikan agar Pemprop DIY segera merumuskan suatu sistem penanggulangan dan rehabilitasi bencana beserta mekanismenya secara sistematis dan jelas, dalam suatu perspektif pemberdayaan korban. 
 
Dalam jangka pendek, konferensi meminta pemerintah propinsi lebih transparan dalam mengelola program-program rekonstruksi dan rehabilitasi korban bencana sehingga terjalin komunikasi yang baik antara pemerintah dan elemen-elemen masyarakat sipil. Pemerintah perlu untuk segera mensosialisasikan target program rehabilitasi dan rekonstruksi kepada publik dan membenahi tata kelola pengelolaan korban pasca gempa
 
Selain tiga isu besar rekomendasi konferensi PW Fatayat NU DIY, peserta juga menyoroti beberpa kasus penegakaan hukum dan persoalan korupsi yang terjadi di DIY selama ini. Banyak kasus-kasus yang mengendap tidak tuntas, menusuk rasa keadilan masyarakat. Contoh konkrit dalam hal ini adalah penanganan kasus dugaan korupsi Dana Purna Tugas, asuransigate, pembangunan gedung Jogja Expo Centre (JEC), kasus CDMA, dan lain-lain.
 
Pilih Dosen sebagai Ketua Baru
 
Sementara itu, dalam sidang pertanggung jawaban (LPJ). Konferensi menilai PW Fatayat NU DIY masa khidmat 2001-2005 sukses menjalankan program-program kerja dan kebijakan-kebijakan organisasi yang telah ditetapkan. Peserta juga memberikan penilaian plus untuk kepengurusan dibawah kepimimpinan Hj. Choirotun Chisaan S.Ag karena PW Fatayat NU DIY turut aktif dalam penanganan masa darurat bencana gempa bumi bahkan hingga pertengahan September ini. Kondisi ini pula yang membuat konferensi tertunda hingga pertengahan tahun ini.
 
Konfernsi yang berakhir kemarin siang (Jum'at, 22/06), memutuskan Hj. Siti Rohmah Nurhayati sebagai nahkoda PW Fatayat NU DIY masa khidmat 2006-2010. Terpilih Rohmah sebagai ketua PW Fatayat NU DIY menggantikan Hj. Choirotun Chisaan S.Ag, tak lepas dari dua calon kandidat yang gagal karena terganjal tata tertib pemilihan.
 
Hj. Siti Rohmah Nurhayati, yang sehari-harinya mengajar di fakultas Ilmu pendidikan pada Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) berhasil memperoleh dukungan penuh dari lima Pimpunan Cabang Fatayat; PC Kota Yogyakarta, PC Sleman, PC Bantul, PC Gunung Kidul, dan PC Kulon Progo. (Syukron)